Ismail mengingatkan, jika aturan ini diterapkan secara berlebihan, akan muncul potensi konflik loyalitas di kalangan prajurit.
Penulis: Shafira Aurel
Editor: Muthia Kusuma

KBR, Jakarta– Setara Institute mengingatkan adanya potensi loyalitas ganda jika prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) aktif menduduki jabatan sipil. Peneliti senior Setara Institute, Ismail Hasani, menilai revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) perlu dikaji secara mendalam dan dengan tujuan yang jelas. Hal ini penting untuk memastikan peraturan yang dihasilkan tidak hanya menguntungkan pihak tertentu atau malah melemahkan TNI itu sendiri.
Ismail mengingatkan, jika aturan ini diterapkan secara berlebihan, akan muncul potensi konflik loyalitas di kalangan prajurit.
"Saya ingin sedikit mengingatkan bahwa kalau diatur secara over ini agak berbahaya. Kalau mengandaikan TNI bisa profesional di satu kementerian tertentu, pertanyaannya adalah satu loyalitasnya akan ke mana ini? Betul pada presiden nomor satu, tapi kan ada organisasi yang menanyakan ini dan sering menimbulkan ketegangan," ujarnya dalam rapat dengar pendapat bersama DPR pada Selasa (4/3).
Menurut Ismail, kebingungan juga akan muncul apabila seorang prajurit TNI yang menduduki jabatan sipil melakukan tindak pidana umum, karena Undang-Undang Peradilan Militer belum cukup dipertimbangkan.
Ismail menilai, pembahasan revisi UU TNI seharusnya lebih fokus pada jaminan kesejahteraan para prajurit serta kejelasan mengenai mekanisme pengadilan militer.
"Saya lebih mendorong sebenarnya bagaimana kemudian TNI secara atraktif menggunakan perspektif human security sebagai landasan operasional kinerjanya," tambahnya.
Ia juga mengingatkan agar DPR dan Pemerintah tidak terburu-buru dalam membahas dan memutuskan revisi UU TNI ini, agar keputusan yang diambil benar-benar memberikan manfaat bagi TNI dan bangsa.
Rondon: TNI Aktif Duduki Jabatan Sipil Tak Masalah
Pendapat berbeda disampaikan Penasihat Forum Strategis Diplomasi Pertahanan, Mayor Jenderal (Mayjen) TNI (Purnawirawan) Rodon Pedrason terkait kemungkinan prajurit TNI aktif menduduki jabatan sipil.
Menurutnya, jika prajurit TNI aktif menduduki jabatan sipil, hal tersebut bukan masalah besar, karena semua warga negara memiliki hak yang sama untuk mengabdi kepada bangsa dan negara.
Rodon menyebut, tidak ada masalah jika TNI aktif menduduki jabatan sipil, selama itu untuk kepentingan negara.
"Semua warga negara tentunya berhak berada di mana pun sejauh memang itu untuk kepentingan negara, kepentingan nasional kita," ujarnya dalam rapat kerja dengan DPR pada Senin (3/3).
Baca juga:
Rondon juga menekankan partisipasi militer dalam pemerintahan harus dipahami dalam konteks mendukung pengembangan pemerintahan sipil, bukan untuk merusak.
Selain itu, Rodon mengatakan, TNI seharusnya diperbolehkan berbisnis, selama bisnis tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Hal ini, menurutnya, penting untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit, mengingat banyak dari mereka, terutama Bintara dan Tamtama, yang masih kesulitan dalam mencukupi kebutuhan hidup.
"Jangan larang prajurit berbisnis. Apasih bisnis mereka? Mantan anggota saya, Sersan, setelah pensiun bisnisnya bakso. Karena dia tidak punya pekerjaan selama bertugas," ujarnya.
Rodon menegaskan, kesejahteraan prajurit harus menjadi prioritas dalam pembahasan revisi UU TNI ini, mengingat banyak prajurit yang menerima pensiun jauh di bawah kebutuhan hidup mereka.
RUU TNI Masuk Prolegnas Prioritas 2025
Pada Februari lalu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyetujui Revisi Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk dimasukkan dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
Pengesahan ini disetujui dalam Rapat Paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR, Adies Kadir.
"Kami meminta persetujuan rapat paripurna hari ini terhadap RUU tersebut diusulkan masuk pada program legislasi nasional prioritas tahun 2025, apakah dapat disetujui?" kata Adies, yang kemudian dijawab dengan sepakat oleh seluruh anggota DPR.