ragam
Desakan Perppu KUHAP Ditolak Yusril, Koalisi Sipil Tegaskan 'Semua Bisa Kena'

Yusril menilai belum melihat ada alasan yang mendesak untuk melakukan Perppu untuk KUHAP. Namun, Koalisi khawatir jika KUHP dan KUHAP dipaksakan berlaku bersamaan. Mengapa?

Penulis: Naomi Lyandra

Editor: Resky Novianto

Audio ini dihasilkan oleh AI
Google News
Sekelompok mahasiswa Indonesia berunjuk rasa menolak Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) sambil membentangkan spanduk bertuliskan 'SEMUA BISA KENA #TOLAK RKUHAP'.
Aksi tolak pengesahan RKUHAP di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta. Foto: ylbhi.or.id

KBR, Jakarta- Kontroversi pengesahan revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP terus bergulir, lantaran dianggap bakal menimbulkan ketidakseimbangan antara kebebasan aparat dan perlindungan warga negara. Itu sebab, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan meminta agar Presiden Prabowo Subianto segera menerbitkan Perppu penundaan pemberlakuan KUHAP baru.

Meski begitu, Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra, menilai belum melihat ada alasan yang mendesak untuk melakukan Perppu untuk KUHAP

“Undang-Undang-nya pun sampai hari ini baru disahkan dan dalam proses untuk pengundangan. Saya kira lebih baik dijalankan dulu, kecuali Pak Presiden berpendapat lain," ujarnya setelah memberikan Kuliah Umum di Aula Al Jibra di Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Senin (24/11/2025) dikutip dari ANTARA.

Menurut Yusril, pemberlakuan KUHAP baru tentu memerlukan waktu, namun pasal-pasal yang memang sudah harus dapat dilaksanakan tanpa PP maka pasal itu memang dapat langsung dilaksanakan.

"Kecuali memang secara tegas menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut harus diatur dengan Peraturan Pemerintah, itu mungkin akan tertunda pelaksanaannya," terangnya.

Kembali Persilakan Judicial Review ke MK

Yusril kembali mempersilahkan masyarakat yang tidak puas terkait KUHAP bisa melakukan uji formil dan materil atau judicial review ke Makhamah Konstitusi (MK).

"Bagi mereka yang tidak puas terhadap norma-norma yang dalam KUHAP, mereka dapat mengajukan judicial review," tuturnya.

Yusril menjelaskan, pemerintah untuk sementara ini akan melihat. Artinya, kata dia, jika ada kelemahan-kelemahan dari KUHAP, maka kelemahan-kelemahan itu dapat diperbaiki.

"Sementara kalau saya berpendapat bahwa apa yang sudah ada itu dijalankan lebih dulu dan kalau ada kekurangan-kekurangan itu dapat kita perbaiki. Baik dengan amandemen terhadap KUHAP itu sendiri maupun melalui judicial review kepada Mahkamah Konstitusi," jelasnya.

Pemerintah sendiri harus menyusun sejumlah peraturan pemerintah untuk melaksanakan KUHAP dan juga perlu ada Peraturan Kapolri, Peraturan Jaksa Agung untuk melaksanakannya.

Pejabat Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menyampaikan keterangan pers didampingi jajaran.
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra saat memberikan keterangan kepada media di Jakarta, Kamis (13/11/2025). ANTARA/Agatha Olivia Victoria
Advertisement image

KUHP dan KUHAP Tanpa Pondasi: Jalan Menuju Bencana Hukum Pidana

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP menilai kegentingan regulasi semakin terlihat jelas ketika jarak dari pengesahan dengan keberlakuan kurang dari dua bulan dan dipotong libur akhir tahun.

“KUHAP yang baru disahkan mewajibkan adanya aturan pelaksana setidaknya 25 Peraturan Pemerintah (PP), 1 Peraturan Presiden, 1 Peraturan Mahkamah Agung, dan 1 Undang-Undang. Bahkan UU tersebut adalah tentang upaya paksa penyadapan yang sangat rentan disalahgunakan,” tulis pernyataan koalisi yang diterima KBR.

Menurut koalisi, aturan pelaksana tersebut akan menjabarkan lebih lanjut ketentuan-ketentuan yang bersifat umum dalam KUHAP agar dapat diterapkan secara teknis dan operasional.

“Tanpa PP, Perpres, Perma, dan UU sebagai aturan pelaksana tersebut, norma-norma KUHAP akan tidak jelas dan membuka ruang penyimpangan di setiap tahapan prosesnya,” tambah pernyataan koalisi.

Selain itu, Koalisi menilai KUHP yang diberi waktu tiga tahun juga belum memiliki aturan pelaksana maka dapat dibayangkan kekacauan, kesimpangsiuran yang akan terjadi bila KUHP dan KUHAP dipaksakan berlaku bersamaan.

“Pemberlakuan KUHP dan KUHAP baru secara bersamaan tanpa memastikan kesiapan perangkat regulasi pelaksana maupun pengetahuan yang memadai oleh pelaksana lapangan adalah tindakan ekstrem yang destruktif bagi perkembangan hukum di Indonesia,” jelas pernyataan Koalisi.

“Bahkan berbahaya, aparat di lapangan akan menghadapi kekosongan pedoman dan kesenjangan pemahaman,” sambung pernyataan Koalisi.

RKUHAP yang disahkan DPR Mesti Dibatalkan

Deputi Direktur Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena, mendesak pembatalan RKUHAP usai disahkan DPR. Ia mengatakan pengesahan RKUHAP merupakan kemunduran serius dalam komitmen negara terhadap penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia.

“Alih-alih menjadi tonggak pembaruan hukum acara yang lebih modern dan berkeadilan, revisi ini justru memperlihatkan regresi yang mengkhawatirkan,” ujarnya lewat keterangan resmi yang diterima KBR.

Alih-alih memperkuat keadilan, penghormatan pada rule of law dan penghormatan pada hak peradilan pidana yang adil, menurutnya RKUHAP justru menempatkan aparat dalam posisi dominan tanpa mekanisme akuntabilitas yang memadai.

“Sementara warga semakin rentan terhadap kesewenang-wenangan negara,” terangnya.

Wirya khawatir jika dipaksakan berlaku mulai 2 Januari 2026 tanpa masa transisi dan kesiapan infrastruktur, revisi KUHAP ini berpotensi menciptakan kekacauan hukum.

“Karena itu, DPR dan pemerintah harus membatalkan pengesahan ini dan membuka kembali pembahasan RKUHAP secara komprehensif bersama masyarakat demi membangun sistem hukum acara yang adil, transparan, akuntabel, serta menjunjung HAM,” tegasnya.

Sekelompok mahasiswa berjaket kuning melakukan demonstrasi menolak RKUHP sambil membentangkan spanduk bertuliskan #TOLAKRKUHP.
Aksi tolak RKUHP. Foto: ylbhi.or.id
Advertisement image


Peluang Gugat KUHAP di MK

Koalisi Sipil mengatakan upaya hukum lanjutan akan ditempuh jika memang diperlukan untuk bisa menghentikan KUHAP baru.

"Upaya hukum lanjutan akan dilakukan, karena kami tak akan membiarkan proses legislasi yang cacat terus berlangsung," ujar Perwakilan Koalisi Sipil Daniel Winarta di Gerbang Pancasila DPR pada Selasa, 18 November 2025 dikutip dari Tempo.

Selain membuka peluang mengajukan gugatan uji formil dan materiil ke Mahkamah, dia melanjutkan, koalisi juga membuka peluang untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN.

Dalil permohonan yang akan digunakan, kata dia, adalah perbuatan melawan hukum yang dilakukan anggota Panja RUU KUHAP, yaitu dengan memanipulasi partisipasi bermakna dengan mencatutkan nama Koalisi sebagai pemberi masukan dalam Pasal yang disahkan.

Potensi Kesewenang-wenangan Aparat Bertambah

Pasal-pasal yang sejak awal disorot oleh koalisi masyarakat sipil, dikhawatirkan bakal membuat hukum berjalan mundur. Dengan KUHAP anyar ini, setiap orang berpeluang menjadi korban.

“Alih-alih dia membuat jaring pengaman malah menambah kewenangan-kewenangan aparat penegak hukum, terutama polisi. Dari tahap penyelidikan, dia bisa melakukan upaya paksa tanpa adanya check and balance,” ujar Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Iqbal Muharam Nurfahmi dalam siaran Ruang Publik KBR, Selasa (18/11/2025).

Iqbal juga menyoroti pasal terkait teknik investigasi khusus yang membuka peluang terjadinya penjebakan, serta ketidakpastian penanganan laporan polisi.

“Peluang salah tangkap masih ada. Tidak ada kepastian laporan polisi kita ditindaklanjuti. Ini kan berbahaya,” terangnya.

Iqbal turut mengkritisi pasal yang mewajibkan Komnas HAM berkoordinasi dengan Polri dalam penyelidikan pelanggaran HAM berat.

“Ini kan bertentangan dengan Undang-Undang Pengadilan HAM. Lembaga yang paling banyak melakukan pelanggaran HAM itu polisi sendiri. Ini kan jadi lucu,” kritiknya.

Petugas kepolisian anti huru-hara membubarkan massa aksi unjuk rasa, terlihat seorang tergeletak di tengah kericuhan jalanan.
Aksi kekerasan polisi saat aksi demo. Foto: ICJR.or.id
Advertisement image

RKUHAP Turut Mengukuhkan Diskriminasi, Stigma, dan Pengabaian Hak Penyandang Disabilitas

Koalisi Nasional Organisasi Penyandang Disabilitas untuk Reformasi KUHAP menyoroti sejumlah pasal dalam KUHAP terbaru yang masih memuat ketentuan-ketentuan yang sangat diskriminatif, stigmatif, dan tidak akomodatif terhadap penyandang disabilitas.

“Kondisi ini menunjukkan kegagalan serius dalam memastikan penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan hak penyandang disabilitas, serta mengabaikan kewajiban negara untuk menjamin aksesibilitas dan akomodasi yang layak dalam proses peradilan pidana,” tulis pernyataan Koalisi yang diterima KBR.

Koalisi mencontohkan KUHAP sangat diskriminatif definisi saksi pada Pasal 1 angka 47 yang tidak ramah pada penyandang disabilitas.

“Secara langsung mendiskriminasi penyandang disabilitas yang mengalami hambatan pendengaran dan penglihatan,” lanjut pernyataan Koalisi.

Selain itu, Koalisi turut mengkritisi KUHAP yang memuat ketentuan yang stigmatis dan ableistik karena mempertahankan penghapusan keterangan di bawah sumpah atau janji bagi Penyandang Disabilitas Mental dan Penyandang Disabilitas Intelektual dalam Pasal 221.

“Sehingga mereproduksi anggapan keliru bahwa mereka tidak mampu memberikan keterangan yang dapat dipertanggungjawabkan serta mengabaikan realitas relasi kuasa yang kuat dan rentan mengeksploitasi posisi mereka,” tambah pernyataan Koalisi.

Koalisi menyesalkan sikap DPR yang tidak mengakomodasi seluruh kritik dan masukan terhadap RKUHAP dari perspektif disabilitas sudah disampaikan oleh Koalisi Nasional Organisasi Penyandang Disabilitas untuk Reformasi KUHAP dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) tanggal 29 September 2025.

“Namun begitu, tidak ada perubahan dalam KUHAP yang baru saja disahkan. Hal itu menegaskan bahwa RDPU yang dilaksanakan hanya penggugur kewajiban, tanpa ada partisipasi yang bermakna,” terangnya.

Bantah Tudingan, DPR Klaim KUHAP Melibatkan Partisipasi Publik dan Lindungi Warga Negara

Sementara itu, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan bahwa pengesahan KUHAP yang baru merupakan hal yang penting, mengingat KUHAP yang lama sudah berusia 44 tahun.

KUHAP baru, kata dia, diarahkan untuk menuju keadilan yang hakiki.

"Pembentukan RUU KUHAP ini tidaklah terburu-buru sama sekali, bahkan kalau hitungannya ya, waktu kita membentuk KUHAP ini lebih dari satu tahun," kata Habiburokhman dikutip dari ANTARA.

Ketua DPR RI Puan Maharani menerima dokumen dari pejabat dalam rapat paripurna.
Ketua DPR Puan Maharani saat menerima laporan RKUHAP menjadi undang-undang di Ruang Rapat Paripurna DPR RI, Selasa, 18-11-2025. Foto: ANTARA
Advertisement image

Ia menjelaskan, sejumlah perubahan dalam KUHAP pada intinya memperkuat hak-hak warga negara dalam menghadapi aparat penegakan hukum Selain itu, peran profesi advokat juga diperkuat untuk mendampingi warga negara.

“KUHAP baru juga mengakomodasi secara maksimal terhadap masyarakat kelompok rentan. KUHAP itu juga mencantumkan pengaturan spesifik terhadap kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas, perempuan, dan lansia,” terangnya.

Kemudian, dia mengatakan bahwa KUHAP baru itu akan mewajibkan penggunaan kamera pengawas dalam proses pemeriksaan saksi maupun tersangka dalam suatu kasus, guna mencegah praktik penyiksaan dan intimidasi oleh aparat.

"Jadi di KUHAP lama itu penahanan bisa sangat subjektif, bisa seleranya penyidik saja, suka-sukanya, di KUHAP baru tidak," tegasnya.

Kementerian HAM Buka Aspirasi soal KUHAP

Kementerian Hak Asasi Manusia membuka pintu bagi masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasi terkait Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP baru yang telah disetujui DPR untuk disahkan menjadi undang-undang.

Menteri HAM Natalius Pigai saat diwawancarai di Jakarta, Jumat, mengatakan sejatinya unsur HAM dalam KUHAP baru telah memadai, namun pihaknya tetap menerima aspirasi dari masyarakat yang merasa hak asasinya belum terpenuhi.

"Kalau ada yang merasa hak asasinya tidak diwadahi, Kementerian HAM terbuka pintu untuk menyampaikan kepada pihak-pihak yang berkewajiban untuk melakukan koreksi kalau di dalam KUHAP tersebut tidak mewadahi aspek-aspek yang beririsan dengan HAM," kata Pigai dikutip dari ANTARA.

Sejumlah pejabat pemerintah mengenakan batik dan hijab menghadiri acara peluncuran program Kick Off Satu Data Indonesia.
Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai (tengah) menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, Jumat (21/11/2025). ANTARA/Fath Putra Mulya
Advertisement image

KUHAP Terbaru Maka #SemuaBisaKena

Pusat Riset Sistem Peradilan Pidana (Persada) Universitas Brawijaya, Ladito R. Bagaskoro menyoroti perluasan kewenangan penyelidik untuk melakukan upaya paksa, yang menurutnya sangat berbahaya.

“Saya membayangkan saya lagi ngopi di pinggiran kota Malang gitu ya, lagi tren, tiba-tiba ada penyelidik datang dengan dalih bahwa ini adalah proses pemeriksaan awal, kemudian langsung diangkut. Nah ini kan cukup berbahaya,” ujar Ladito dalam siaran Ruang Publik KBR, Selasa (18/11/2025).

Ladito menilai fitur-fitur baru dalam RKUHAP tidak diarahkan pada perlindungan HAM, tetapi justru penguatan aparat penegak hukum.

Ia mengatakan bahwa secara formal, proses pembentukan Undang-Undang dianggap memenuhi prosedur dan menurutnya hal tersebut tidak cukup.

“Secara formal tidak ada masalah. Tapi kita melihat adanya masalah secara sosial di sini. Impact, dampak ini tentu menjadi permasalahan tersendiri,” lanjutnya.

Ladito juga berpendapat narasi percepatan untuk menyesuaikan KUHAP dengan KUHP baru tidak masuk akal.

“Justru banyak ketentuan dalam RKUHAP bertentangan dengan semangat reformasi hukum pidana yang mengutamakan perlindungan korban dan masyarakat,” pungkasnya.

Obrolan lengkap episode ini bisa diakses di Youtube Ruang Publik Edisi Khusus KBR Media

Baca juga:

Pengumuman Ditunda, Berapa Kenaikan UMP 2026 yang Ideal?

Suara Musisi Soal Kasus Delpedro Cs: Mengulang Memori Kelam 1998

RKUHAP
KUHAP
RUU KUHAP
#SemuaBisaKena
Semua Bisa Kena
Koalisi Sipil
KUHP
Yusril Ihza Mahendra
Natalius Pigai


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...