ragam
Kontroversi Rencana Pembagian 330 Ribu Smart Digital Screen ke Sekolah

Pengamat menduga menduga ada motif lain di balik pemberian Smart TV yang tidak ada kaitannya dengan peningkatan kualitas pendidikan di Tanah Air.

Penulis: Naomi Lyandra

Editor: Resky Novianto

Audio ini dihasilkan oleh AI
Google News
smart
Guru di SDN 2 Purwokerto Wetan di Banyumas mengajar menggunakan fasilitas smartboard pemberian Kemendikdasmen, Sabtu (14/6/2025). ANTARA/Hana Kinarina
TL;DR
  • Pemerintah berencana mendistribusikan 330 ribu Smart TV ke sekolah demi digitalisasi pendidikan dan mengatasi kekurangan guru.
  • Banyak sekolah tidak siap karena infrastruktur rusak dan mengeluhkan trauma program bantuan sebelumnya.
  • ICW menyoroti pengadaan Smart TV Rp7,9 triliun lewat penunjukan langsung rawan korupsi, mirip kasus chromebook era Nadiem.

KBR, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto menghadirkan lompatan digitalisasi pendidikan yang diklaim menjangkau seluruh sekolah secara bertahap melalui pemanfaatan teknologi pembelajaran interaktif menggunakan smart digital screen atau layar digital pintar lewat Smart TV. Sementara itu, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menyebutnya interactive flat panel (IFP) atau smartboard.

Namun alih-alih menjawab kebutuhan mendasar sekolah, kebijakan ini dinilai justru berpotensi mengulang masalah lama pengadaan laptop Chromebook yang pernah dilakukan pemerintahan sebelumnya.

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, mengungkapkan banyak sekolah merasa kebingungan dan bahkan trauma menghadapi program ini.

“Program smart TV ini saya mendapat telpon dari banyak sekolah karena bingung mereka menerimanya gimana. Karena sekolah-sekolah misalnya di jenjang paling dasar di SD ya. Berdasarkan catatan JPPI ya di sekolah dasar negeri SD Belum SMP, SMA itu lebih parah lagi, SD-SD kita di tahun 2025 ini itu 60% kondisinya (bangunannya) itu rusak,” kata Ubaid dalam siaran Ruang Publik KBR, Kamis (18/9/2025).

red
Sejumlah siswa sedang belajar di SDN Palamakan 01, Kabupaten Serang, Banten, Jumat (12/9/2025). ANTARA/Desi Purnama Sari
advertisement

Banyak Kondisi Sekolah Tidak Memadai

Ia menegaskan, kondisi sekolah yang rusak membuat penempatan Smart TV menjadi tidak masuk akal. Sebab, diperlukan infrastruktur sekolah yang memadai sebelum menerima bantuan pemerintah tersebut.

“Ini harus ada, tidak hanya cukup dengan listrik tapi harus ada jaringan internet. Kemudian harus ada perawatan. Lalu internet pasti butuh ruang tambahan,” ujar Ubaid.

Selain itu, Ubaid menyebut sekolah kerap merasa tertekan karena didatangi pihak-pihak yang memeriksa pemanfaatan barang bantuan pemerintah.

“Sekolah itu tidak tahu apa-apa sebenarnya. Jadi sekolah tidak pernah mengajukan, sekolah tidak pernah diajak untuk bicara, sekolah tidak pernah diajak dalam perencanaan, tapi tiba-tiba pada periode yang lalu mereka dapat laptop. Tiba-tiba mereka dikirim ini ya, mereka akan dikirim Smart TV. Jadi sekolah sebenarnya mereka trauma. Mereka tidak tahu apa-apa. Tapi kemudian tiba-tiba bermasalah," ungkapnya.

Lebih lanjut menurutnya, hal yang lebih mendesak bagi sekolah adalah perbaikan sarana dasar, penambahan ruang kelas, pemenuhan kursi belajar, serta pemanggilan guru untuk sertifikasi.

“Sementara pimpinan sekolah Kepala-kepala sekolah itu lebih memperhatikan itu. Bagaimana supaya guru-guru yang belum tersertifikasi mereka dipanggil oleh pemerintah tidak hanya dijanji-janjikan. Tapi yang justru datang adalah Smart TV yang dia tidak rencanakan, dia tidak inginkan, dia tidak butuhkan,” tegasnya.

red
Reruntuhan atap bangunan SMKN 1 Cileungsi yang ambruk, Rabu (10/9/2025). Foto: ANTARA
advertisement


Rawan Penyelewengan

Kepala Divisi Hukum dan Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW), Wana Alamsyah menyoroti aspek tata kelola pengadaan Smart TV. Menurut Wana, skema penunjukan pengadaan langsung tanpa tender yang digunakan rawan disalahgunakan.

“Jadi salah satu hal yang menjadi catatan kritis ICW terhadap pengadaan yang dilakukan oleh pemerintah terkait dengan pengadaan TV ini adalah mekanisme penunjukan langsung. Memang dalam konteks aturan, penunjukan langsung ini diperbolehkan dalam peraturan Presiden nomor 46 tahun 2025. Nah yang menjadi kekhawatiran kami adalah jangan sampai aturan ini melegalkan korupsi,” ujar Wana dalam siaran Ruang Publik KBR, Kamis (18/9/2025).

Ia menambahkan, sejak awal pemerintah tidak terlihat melakukan identifikasi kebutuhan sekolah.

“Program ini itu baru disahkan, baru diluncurkan itu per Mei 2025. Artinya, kalau kita bicara tentang mekanisme, mengidentifikasi kebutuhan bagaimana prosesnya dan mana dokumen yang bisa kita baca begitu, itu yang pertama,” ujarnya.

Wana menekankan bahwa penunjukan langsung membuka peluang besar terjadinya korupsi. Ia mencontohkan kasus korupsi pengadaan alat pendidikan era Mendikbud Nadiem Makarim.

Proyek laptop pada era Nadiem memimpin Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, menurut Kejaksaan Agung, ditengarai merugikan negara Rp1,98 triliun.

“Dalam catatan ICW misalkan sepanjang 5 tahun terakhir itu kasus korupsi terkait dengan pengadaan lebih dari 1.000 laptop, kasus dan nilai kerugian negaranya Itu triliunan rupiah. Dan kebanyakan kasus-kasus tersebut kasus di dalam pengadaan itu berkaitan dengan tender. Kalau kita bicara tentang tender saja di korupsi, lalu kemudian bagaimana jika ini ditunjuk langsung?," katanya.

red
Gambar laptop Chromebook. ANTARA/HO/23
advertisement

Tujuan Pemberian Smart TV ke Sekolah

Presiden Prabowo Subianto mengatakan bahwa pemerintah telah menyiapkan distribusi smart digital screen ke 330 ribu sekolah di seluruh Indonesia.

"Sekarang pun kita sudah sebarkan, tapi baru mampu satu sekolah, satu layar digital pintar, smart digital screen. Tapi berarti tahun ini, kita harapkan 330 ribu sekolah akan dapat. November (tanggal) 10 saya dapat laporan, November 10, 100 ribu sekolah akan dapat. Sekarang baru 10 ribu," katanya Dalam kunjungan ke Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 10 Margaguna Jakarta Selatan, dikutip dari ANTARA.

Melalui teknologi tersebut, kata Presiden, akan ditampilkan pelajaran-pelajaran bagi siswa dengan konten yang terbaik, salah satunya yang berkaitan dengan animasi.

Menurutnya, teknologi ini juga akan menjadi solusi bagi keterbatasan tenaga pengajar, terutama di wilayah terpencil, seperti di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, yang sedang kekurangan jumlah guru.

red
Tangkapan layar - Presiden RI Prabowo Subianto saat menyampaikan keterangan seusai meninjau Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 10 Margaguna Jakarta Selatan, Kamis (11/9/2025). ANTARA/HO-Sekretariat Presiden
advertisement

Menurut Presiden, pemerintah akan menyeleksi 20 hingga 30 guru terbaik untuk setiap mata pelajaran, yang nantinya mengajar langsung dari studio pusat.

“Berarti secara teoretis, guru ini bisa bantu semua kelas di seluruh Indonesia. Jadi, itu tadi teknologi yang kita gunakan," ujarnya.

Teknologi interaktif tersebut tidak hanya menayangkan materi pembelajaran, tetapi juga dilengkapi kamera yang memungkinkan pemantauan langsung dari pusat.

“Smart TV ini interaktif, jadi itu ada kameranya juga. Jadi saya dari pusat, saya bisa lihat kelas yang nggak ada gurunya. Saya bisa lihat kelas yang mungkin gurunya kewalahan, kita bisa lihat,” ujarnya.

Kemendikdasmen Tindaklanjuti Arahan Presiden

Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah dengan menerbitkan surat edaran bertanggal 14 Agustus 2025.

Surat bernomor 2200/C4/DM.00/02/2025 tersebut meminta semua sekolah, baik negeri maupun swasta di seluruh Indonesia, untuk segera melengkapi formulir kesediaan menerima bantuan televisi pintar.

Dalam pertimbangannya, surat edaran itu menyebut bahwa rencana pendistribusian perangkat adalah tindak lanjut Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2025 tentang Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan dan Revitalisasi Satuan Pendidikan serta menyitir pernyataan Presiden Prabowo saat peringatan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2025.

Sementara itu, Mendikdasmen Abdul Mu'ti memastikan program digitalisasi pembelajaran dengan pemberian interactive flat panel (IFP) atau smartboard tidak akan menjadi program mangkrak karena pihaknya sudah mengantisipasi beberapa aspek.

Ia menyebutkan salah satu antisipasi tersebut ialah memastikan setiap sekolah yang menerima smartboard akan juga mendapatkan pelatihan guru terkait penggunaan papan pintar tersebut.

“Jadi gurunya kami latih sehingga kekhawatiran IFP itu mangkrak sudah kami antisipasi dari awal. Karena saya selalu menyampaikan smartboard itu harus disertai dengan smart teacher,” ujar Mu’ti dikutip dari ANTARA.

red
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti menjadi pembicara kunci dalam Seminar Nasional Wanita Islam di Jakarta Pusat pada Rabu (10/9/2025). ANTARA/HO-Humas Kemendikdasmen
advertisement

Selain memberikan pelatihan bagi guru, ia menyebutkan antisipasi berikutnya ialah pihaknya siap berkomitmen membantu pembangunan listrik bertenaga surya bagi sekolah penerima smartboard yang belum memiliki listrik sama sekali atau kurang memadai daya listriknya.

Tidak hanya itu, Mu'ti mengatakan Kemendikdasmen juga siap membangun infrastruktur jaringan internet yang bekerja sama dengan BAKTI Komdigi.

Perbaikan Kualitas Pendidikan Diragukan

Ubaid menduga ada motif lain di balik pemberian Smart TV yang tidak ada kaitannya dengan peningkatan kualitas pendidikan. Sebab, menurutnya, ada kebutuhan mendasar dan mendesak yang semestinya bisa dilakukan pemerintah.

“Masyarakat sendiri menganggap bahwa ya ini sebenarnya niat pemerintah tidak sedang untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Entah motifnya apa. Betul motif yang paling tampak adalah ada proyek-proyek yang memungkinkan untuk mendapatkan keuntungan ya, baik secara politik ataupun secara keuntungan finansial,” ujarnya.

Senada, Wana menegaskan program pengadaan Smart TV ini sarat kepentingan politik. Apalagi, kata dia, masalah optimalisasi anggaran aspek pendidikan bisa ditindaklanjuti oleh pemerintah secara lebih tepat guna.

“Karena ketika pemerintah pada akhirnya memutuskan untuk membeli sejumlah barang, maka asumsi kami adalah pemerintah hanya ingin mengambil jalan cepat saja untuk memperbaiki permukaan, bukan memperbaiki akar persoalan terkait sektor pendidikan,” katanya.

red
Kegiatan belajar mengajar di ruang kelas rusak di SDN Palamakan 1 Kabupaten Serang, Banten, Jumat (12/9/2025). Foto: ANTARA
advertisement

Dorongan Evaluasi

ICW mendorong agar program Smart TV dihentikan sementara dan dievaluasi. Sebab, menurut Wana, diperlukan perhitungan yang matang agar kebijakan ini tidak bermasalah ke depannya.

“Hal lainnya sebenarnya yang kami dorong adalah hentikan pengadaan Smart TV ini untuk dilakukan evaluasi dan memprioritaskan kebutuhan mendasar bagi sektor pendidikan, bukan berfokus pada proses digitalisasinya,” tegasnya.

Sementara itu, Ubaid mendesak agar pemerintah bisa memprioritaskan anggaran pendidikan untuk pembenahan infrastruktur sekolah yakni bangunan hingga kesejahteraan guru terlebih dahulu.

“Ya pada intinya kita serta berharap kebijakan pendidikan pemerintah yang terkait dengan sekolah ini, kita ingin ada peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia, dan peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia harus berbesarkan data,” jelasnya.

Berapa Anggaran Pengadaan Smart TV?

Mengutip dari Tempo, merujuk dari data Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), anggaran pengadaan smart digital screen atau Smart TV untuk sekolah di semua tingkat pendidikan tercatat sebesar Rp 7.909.277.430.000 atau Rp 7,9 triliun.

Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian Sanggah LKPP Setya Budi Arijanto mengatakan, dana pengadaan Smart TV diambil dari pos anggaran Kementerian Dasar dan Menengah.

"Kalau enggak salah, harganya Rp 26 juta per unit," kata Setya, dikutip dari Tempo.

red
Guru SDN 3 Sudagaran Ahmad Nuari Zulfikri di Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah pada Sabtu (14/6/2025) mengajar para murid kelas 5 dengan menggunakan smartboard yang diberikan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen). ANTARA/Hana Kinarina
advertisement

Spesifikasi Smart TV yang dipatok pemerintah adalah berukuran 75 inchi dengan mode 75WM61Fe. Produk beroperasi dengan Android 13 dan kapasitas memori 16 gigabyte.

LKPP menyebut metode yang dipakai bukan penunjukan langsung tunggal, melainkan penunjukan kompetisi. Delapan perusahaan besar diundang untuk mengajukan penawaran, tetapi hanya dua yang masuk: Acer dan Hisense.

Setelah negosiasi, Acer mundur dan pemerintah akhirnya menyepakati harga dengan Hisense di kisaran Rp 26 juta per unit, termasuk ongkos kirim, asuransi, dan garansi.

Baca juga:

Mampukah 5 Program Terbaru Pemerintah Serap Jutaan Tenaga Kerja?

Harga Pakaian Pejabat di @Cabinetcouture_idn, Tak Seimbang dengan Hasil Kerja

smart tv
Presiden prabowo
kemendikdasmen
sekolah

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...