"Biasanya suatu hal yang diurus secara diam-diam secara sembunyi-sembunyi ini ada semacam hal yang ditutup-tutupi. Atau ada kepentingan-kepentingan yang tidak baik yang coba untuk dilancarkan," ujarny
Penulis: Heru Haetami, Resky Novianto
Editor: Resky Novianto

KBR, Jakarta- Kalangan aktivis lingkungan menyoroti revisi Undang-Undang RUU tentang Mineral dan Batubara oleh Badan Legislasi DPR RI.
Kepala Divisi Hukum dan Kebijakan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Muhammad Jamil menilai, proses revisi tidak transparan dan dilakukan secara serampangan.
"Kalau ditanya apakah ada pelibatan masyarakat tapak? Apakah ada pelibatan NGO? Kami di Jatam sampai hari ini tidak dilibatkan. Bahkan kami tidak mendapat informasinya secara resmi dari pihak baleg DPR RI. Nah ini ada apa? Biasanya suatu hal yang diurus secara diam-diam secara sembunyi-sembunyi ini ada semacam hal yang ditutup-tutupi. Atau ada kepentingan-kepentingan yang tidak baik yang coba untuk dilancarkan," ujar Jamil kepada KBR, Selasa (21/1/2025).
Muhammad Jamil menyatakan, berbahaya ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan yang tanpa dasar, riset, dan kajian yang jelas. Itu sebab, Jatam menuntut pemerintah dan DPR RI agar menghentikan seluruh proses revisi tersebut.
"Sehingga ya oleh karena tidak adanya transparansi, oleh karena kami melihat banyak yang tidak nyambung antara logika hukum dan tujuan yang ingin dicapai, kami dari Jatam menegaskan bahwa kami menuntut ya kepada DPR RI untuk menghentikan proses ini," katanya.
Jatam mengungkap, setidaknya terdapat sejumlah poin krusial dalam naskah revisi UU Minerba, antara lain:
1. Prioritas pemberian IUP dengan luas kurang dari 2.500 hektar ke UMKM
2. Memberikan dasar hukum pemberian WIUP kepada organisasi kemasyarakatan keagamaan
3. Memprioritaskan pemberian WIUP kepada perguruan tinggi
4. Memprioritaskan pemberian WIUP dalam rangka hilirisasi
5. Pengelolaan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) oleh menteri tanpa disebutkan secara jelas kementerian yang berwenang.
Sebelumnya, Badan Legislasi DPR RI menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat Atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba) menjadi usul inisiatif DPR untuk dibawa ke agenda rapat paripurna pada Selasa (21/1).
“Apakah hasil penyusunan RUU tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara dapat diproses lebih lanjut sesuai peraturan perundang-undangan?,” ujar Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan dalam rapat pleno pengambilan keputusan penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat Atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba), di Senayan, Jakarta, Senin (20/1) dikutip dari ANTARA.
Setelah peserta rapat pleno menyetujui RUU Minerba menjadi usul inisiatif DPR dan dibawa ke rapat paripurna, Bob Hasan pun mengarahkan peserta rapat untuk menandatangani draf RUU Minerba.
Rapat penyusunan draf RUU Minerba untuk diusulkan menjadi inisiatif DPR berlangsung dalam satu hari. Sebagian besar anggota Baleg DPR baru mendapatkan naskah akademik RUU Minerba 30 menit sebelum rapat pleno yang digelar sekitar pukul 10.30 WIB pada hari yang sama.
RUU Minerba perubahan keempat bersifat kumulatif terbuka, sebab Undang-Undang Minerba sudah empat kali diuji di Mahkamah Konstitusi dan dua pengujian dikabulkan bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi.
Menindaklanjuti putusan MK yang bersifat final dan mengikat, DPR pun melakukan revisi terhadap UU Minerba.
Akan tetapi, selain merevisi UU Minerba sebagaimana yang diperintahkan oleh MK, DPR juga memasukkan sejumlah substansi ke draf RUU Minerba, dengan alasan kebutuhan hukum.
Baleg DPR berniat untuk memasukkan substansi ihwal pemberian prioritas bagi usaha kecil dan menengah (UKM) untuk mengelola lahan tambang dengan luas lahan di bawah 2.500 hektare, kemudian pemberian wilayah izin usaha pertambangan kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan, hingga pemberian wilayah izin usaha pertambangan kepada perguruan tinggi.
Adapun simpulan hasil rapat pleno yang dibacakan oleh Bob adalah diperlukannya kajian mendalam untuk menambahkan substansi-substansi tersebut.
“Kami dapat menyimpulkan catatan itu, harus ada kajian mendalam yang melibatkan partisipasi publik,” ucap Bob Hasan.
Adapun bagian dari masyarakat yang akan dilibatkan dalam penyusunan RUU Minerba nantinya adalah ahli bahasa, ahli pertambangan, serta pelaku-pelaku usaha yang tertera di dalam rancangan undang-undang.
“Mohon untuk memberi masukan kepada kami untuk segera melakukan proses pengkajian tersebut,” kata dia.
Baca juga:
- Meski Sempat Dipertanyakan, Baleg Setuju Revisi UU Minerba Jadi Inisiatif DPR