ragam
Getir Bencana Sumatra: Lara Korban Banjir-Longsor, Bupati Menyerah, Kesigapan Pemerintah Dipertanyakan

Relawan melihat banyak rumah yang hancur dan akses jalan terputus. Warga juga terpaksa beberapa itu sudah sampai mengevakuasikan dirinya dan tinggal di kuburan..

Penulis: Erwin Jalaludin, Naomi Lyandra, Astri Yuanasari

Editor: Wahyu Setiawan, Resky Novianto

Audio ini dihasilkan oleh AI
Google News
Keluarga korban bencana beristirahat di tenda pengungsian yang gelap gulita di malam hari.
Sejumlah warga korban banjir berada di dalam tenda pengungsian di Desa Pasi Leuhan, Johan Pahlawan, Aceh Barat, Aceh, Kamis (27/11/2025). ANTARA FOTO

KBR, Jakarta- Bencana banjir dan longsor yang memporak-porandakan tiga provinsi di Sumatra, yakni Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat terus memantik simpati publik di tanah air. Sebab, tak hanya ada korban jiwa dan hilang, namun juga penanganan korban selamat yang kini turut menjadi perhatian.

Relawan bencana di Tapanuli Tengah, Sumatra Utara, Boy Trimandez, menggambarkan kondisi warga di daerahnya yang sangat memprihatinkan. Bahkan, karena rumah yang hancur, terpaksa warga tidur dan melepas lelah di atas area permakaman.

“Banyak rumah yang hancur. Jalan putus dan warga juga terpaksa, beberapa itu sudah sampai mengevakuasikan dirinya dan tinggal di kuburan,” katanya dalam siaran Ruang Publik KBR, Rabu (3/12/2025).

Boy menyampaikan kondisi listrik yang masih belum stabil di wilayah Tapteng. Selain itu, akses jalur darat di kabupaten terdampak bencana sangat terbatas.

“Listrik hidup setelah satu minggu padam dan satu jam kemudian mati lagi. Kami belum bisa mengakses ke daerah desa karena memang itu harus dipantau melalui via helikopter dan bantuannya juga harus menggunakan helidrop,” ungkapnya.

Warga berjuang melewati banjir setinggi pinggang sambil membawa barang evakuasi, sementara sebuah mobil hitam terdampar akibat arus deras.
Warga melintas di area banjir bandang dan longsor di Kelurahan Huta Nabolon, Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Rabu (3/12/2025). ANTARA FOTO
Advertisement image


Warga Sangat Butuh Bantuan Pangan Bergizi

Menurut Boy, kebutuhan paling mendesak warga saat ini adalah pangan bergizi. Namun, ia menyayangkan bantuan yang diterima masih didominasi mie instan.

“Karena memang bantuan selama tujuh hari ini terfokus pada beras dan mie instan saja yang di mana itu tidak bergizi untuk perkembangan anak dan ibu yang sedang hamil dan menyusui,” ucapnya.

Boy juga mengungkapkan bahwa distribusi bantuan sangat terganggu oleh kelangkaan BBM di lapangan. Kondisi tersebut, kata dia, memicu kemarahan warga.

“Kita mengantarkan logistik aja kita terbatas di bahan bakar,” terangnya.

Ekskavator Hitachi dan tim penyelamat membersihkan material longsor di lokasi bencana.
Petugas gabungan dari Basarnas dan Polri dibantu alat berat melakukan pencarian jenazah korban banjir bandang dan longsor di Desa Kalangan, Kecamatan Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Rabu (3/12/2025). ANTARA FOTO
Advertisement image


Tapanuli Selatan Porak Poranda

Salah satu wilayah terdampak parah Sumatra Utara, berada di Kabupaten Tapanuli Selatan, terutama di empat desa. Itu disampaikan salah satu relawan di bawah organisasi kemahasiswaan yang terjun langsung mendistribusikan bantuan ke lokasi bencana.

“Saya ingin menyampaikan lokasi terparah untuk saat ini di wilayah Tapanuli Selatan itu ada di empat desa. Pertama itu ada di Huta Godang, Aek Ngadol, Batu Horing, dan Sitinjak,” ujar Ketua Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPC GMNI) Ketua DPC GMNI Padangsidimpuan, Pahmi Yahya Damanik dalam siaran Ruang Publik KBR, Rabu (3/12/2025).

Pahmi menyebut keterbatasan akses jalan dan kelangkaan bahan bakar ini juga jadi kendala utama dalam proses evakuasi dan distribusi bantuan. Ia memperkirakan jumlah pengungsi di wilayah tersebut mencapai ribuan orang.

“Ada sekitaran 1.500 orang yang mengungsi di wilayah Tapanuli Selatan,” ungkapnya.

Pahmi mengatakan banyak warga yang masih hilang dan belum dievakuasi karena terkendala ketiadaan alat dan medan yang berat.

“Tim ataupun dari pemerintah sendiri sangat kesulitan untuk mengevakuasi korban. Puing-puing dari gelondongan kayu itu sangat menyulitkan tim,” jelasnya.

Pemandangan pascabencana alam yang menunjukkan tumpukan puing dan reruntuhan di depan bangunan sekolah yang rusak di Indonesia.
Kondisi sekolah yang terdampak banjir bandang di Desa Aek Garoga, Kecamatan Batang Toru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Senin (1/12/2025). ANTARA FOTO
Advertisement image


Terisolasi, Tak Dapat Bantuan

Sebagian dari korban bencana sempat terisolasi beberapa hari, bertahan hidup tanpa bantuan. Salah satu wilayah yang terisolasi hampir sepekan adalah Aceh Tengah.

Akses jalan Takengon–Bireuen, Takengon–Lhokseumawe, Takengon–Aceh Barat, hingga jalur menuju Kabupaten Gayo Lues tak dapat dilalui. Satu-satunya jalur yang terbuka hanya akses udara.

Jalimin, warga kampung Mendale, kerap melihat helikopter melintas. Namun hingga sepekan, tak ada bantuan datang.

"Tadi saya lihat helikopter milik TNI yang melintas di Takengon. Tapi saya nggak tahu, sedang memasok apa ke Takengon," kata Jalimin kepada KBR, Selasa (2/12/2025).

Jalimin menyelamatkan diri dari tanah longsor menggunakan mobil pada Rabu, 24 November 2025. Namun di tengah jalan, posisinya malah terkepung.

"Mobil saya terkurung antara dua tanah longsor di jalan Takengon-Bintang, bagian utara Danau Laut Tawar. Karena sudah sore dan mulai gelap, saya meninggalkan mobil di pinggiran jalan Takengon-Bintang dan naik boat menuju Kota Takengon," ungkapnya.

Bencana itu memporak-porandakan kampungnya. Mereka kini mengunggsi di halaman belakang Masjid Al-Abrar, Kecamatan Kebayakan, Aceh Tengah. Jumlahnya sekitar 200 oorang.

Jalimin dan ratusan pengungsi memasak dan memenuhi kebutuhan makanan secara mandiri, karena belum ada bantuan logistik yang memadai. Kondisi ini membuat stok makanan sangat terbatas.

"Stok makanan sangat kurang, harga beras Rp500.000 per sak 15 kg," kata Jalimin.

Di lain pihak, pemerintah berjanji penanganan bencana akan cepat dan tepat sasaran. Namun di lapangan, banyak warga mengeluhkan pasokan makanan yang menipis, akses komunikasi dan transportasi yang terputus, serta kelangkaan BBM.

Hingga kini, Pemkab Aceh Tengah jug belum membuka dapur umum untuk memenuhi kebutuhan pengungsi. Pemerintah daerah masih mengandalkan pengalihan program Makanan Bergizi Gratis (MBG) untuk mengisi kebutuhan warga.

Helikopter untuk Daerah yang Terisolasi

Pendamping Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Posko Banjir Aceh Utara, M. Robi mengatakan, pihaknya akan mengerahkan satu unit armada helikopter untuk pendistribusian logistik korban banjir di daerah terisolasi.

BNPB akan memasok sembako langsung yang terdampak parah, seperti di Kecamatan Langkahan, Baktiya dan Sawang.

” Pesawat BNPB dari Banda Aceh akan mengankut bantuan kemanusian kedaerah terisolir Aceh Utara. Karena memang jalur darat tak bisa ditembusi, karena lumpur tebal dan tinggi dipenjang jalan dan permukiman penduduk,” ujar Robi kepada KBR, Rabu (3/12/2025).

Pengendara motor berjuang melewati jalur berlumpur di tengah area bekas tanah longsor yang terjal di daerah terpencil.
Foto udara warga melintasi material longsor berupa tanah, batu dan pohon yang menutupi jalan lintas antar Kabupaten Aceh Utara dan Kabupaten Bener Meriah di kecamatan Nisam Antara, Aceh Utara, Aceh, Minggu (30/11/2025). ANTARA FOTO
Advertisement image


Puluhan Ribu Warga Agam Mengungsi, Bahkan di Sekolah

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Agam, Sumatera Barat (Sumbar), mencatat ada sekitar 15.300 warga di tujuh kecamatan di daerah itu mengungsi akibat bencana hidrometeorologi.

"Ini merupakan warga tersebar di tujuh kecamatan," kata Kepala Pelaksana BPBD Agam Rahmat Lasmono di Lubuk Basung, Rabu (3/12/2025) dikutip dari ANTARA.

Ia mengatakan ke 15.300 warga itu tersebar di Kecamatan Palembayan sebanyak 1.511 orang, Ampek Nagari 400 orang, dan Palupuh 100 orang. Kemudian Kecamatan Tanjung Mutiara 901 orang, Tanjung Raya 9.198 orang, Malalak 2.419 orang dan, Ampek Koto 778 orang.

"Mereka mengungsi di posko yang kami sediakan, sekolah, tempat saudara dan lainnya," kata Rahmat.

Bencana hidrometeorologi berupa banjir bandang, longsor, dan angin kencang, telah menelan korban 139 orang, 86 orang belum ditemukan, dan 41 orang masih dirawat.

Ekskavator membersihkan lumpur dan mengevakuasi mobil yang rusak parah akibat dampak banjir bandang atau longsor di area perkebunan.
Pekerja menggunakan alat berat untuk mengeluarkan mobil dari timbunan lumpur di kawasan permukiman, Jorong Kayu Pasak, Nagari Salareh Aia, Palembayan, Agam, Sumatera Barat, Selasa (2/12/2025). ANTARA FOTO
Advertisement image


Trauma Mendalam

Bencana banjir bandang juga menimbulkan trauma mendalam bagi Ratna. Ibu empat anak ini masih berjuang memulihkan diri pascabencana banjir bandang yang melanda wilayahnya.

Ratna adalah warga Silaing Bawah, Kecamatan Padang Panjang Barat, Kota Padang Panjang, Sumatra Barat.

"Kondisi saat ini Alhamdulillah sudah mulai membaik, dalam keadaan luka mendalam masih ada beberapa warga tetangga yang jenazahnya belum ditemukan," kata Ratna kepada KBR, Rabu (3/12/2025).

Ratna berusaha tegar, meski rumahnya hilang diterjang banjir bandang. Makin pilu ketika mendapati suaminya turut menjadi korban.

"Kondisi rumah hilang dilanda banjir bandang itu. Dan suami jadi korban di dalam rumah," kata Ratna.

Kehilangan bukan hanya menyisakan kesedihan bagi Ratna, tetapi juga bagi anaknya yang balitanya.

Dia dan anak-anaknya mengungsi di kantor kelurahan. Meski pelayanan dan kebutuhan dasar di pengungsian terpenuhi, trauma kehilangan suami dan rumah masih membekas kuat.

"Untuk keadaan dan kesehatan Ratna sendiri, mental masih terguncang karena anak balita menangis terus dua hari belakangan ini, karena si anak sudah mulai mengingat mendiang ayahnya," ujarnya lirih.

Pemerintah Tekankan Solidaritas Nasional

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menegaskan pentingnya solidaritas nasional untuk mempercepat penanganan daerah terdampak bencana di wilayah Sumatra.

Tito mengklaim pemerintah pusat telah memberikan dukungan penuh sejak hari pertama, terutama terkait kebutuhan alat berat dan suplai tambahan yang tidak dapat dipenuhi pemerintah daerah.

"Mengenai tiga kepala daerah yang menyatakan menyerah, bukan menyerah total, bukan. Mereka tetap bekerja semampu mereka, tapi ada yang mereka enggak mampu. Tolong bagi Bapak, Ibu, yang ngikutin betul ke lapangan, contoh misalnya Aceh Tengah, terkunci. Jalan semua terkunci, karena longsor, ada jembatan putus, dari utara, dari Lhokseumawe putus, dari selatan juga putus. Mereka tetap bekerja cuma dengan kemampuan yang ada," kata Tito dalam keterangan pers di Posko Nasional Penanggulangan Bencana di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (3/12/2025).

Pemerintah mengintensifkan penanganan bencana melalui operasi terpadu TNI–Polri dengan membuka akses wilayah, mempercepat distribusi bantuan, serta memastikan keamanan dan keselamatan personel di lapangan. Kapolri Listyo Sigit Prabowo mengklaim akses distribusi bantuan saat ini makin terbuka melalui jalur darat, laut, dan udara.

"Saat ini sudah dapat diakses dengan kapal laut di 6 wilayah: Lhokseumawe, Bireun, Aceh Utara, Aceh Timur, Langsa, Aceh Tamiang. Dapat diakses dengan truk jalur darat terdapat 8 wilayah Pidie, Pidie Jaya, Aceh Jaya, Aceh Barat, Aceh Nagan, Aceh Selatan, Aceh Singkil, Subulussalam. Kemudian yang dapat diakses dengan udara saat ini 4 wilayah yaitu Aceh Tenggara, Takengon, Gayo Lues, Aceh Tenggara dan Bener Meriah. Pada prinsipnya untuk tahap awal bantuan logistik ini sudah bisa disalurkan sampai di tingkat kecamatan,” ujar Kapolri.

7 Kepala Daerah Mengaku Tak Sanggup Tangani Bencana

Situasi darurat bencana di Provinsi Aceh makin rumit ketika sebanyak tujuh Bupati menyatakan ketidaksanggupan menangani dampak banjir dan longsor.

Pernyataan resmi sudah disampaikan seluruh Bupati yang meminta intervensi langsung dari Pemerintah Provinsi Aceh dan Pemerintah Pusat. Mereka kompak beralasan karena beratnya kerusakan infrastruktur, terputusnya akses transportasi, minimnya logistik, serta keterbatasan anggaran penanggulangan bencana.

Tujuh pemda yang menyatakan tidak mampu yakni Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Pidie Jaya, Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Nagan Raya, dan terakhir Kabupaten Aceh Utara.

Bencana memaksa Bupati Aceh Utara, Ismail A Jalil yang kerap disapa panggilan Ayah Wa, menyerah tak sanggu menangani korban banjir. 27 kecamatan di wilayah itu diterjang banjir hingga menyebabkan ribu jiwa di sana terisolasi.

”Kami juga sudah membuat surat pernyataan tidak mampu, korban terus bertambah banyak dimana-mana,” kata Ismai A Jalil sambil mengusap air mata yang membasahi wajahnya dalam konferensi pers yang digelar di Meuligoe Pendopo Bupati setempat, Rabu (3/12/2025).

Pria berkemeja putih dengan mata terpejam dan tangan di dahi seolah menahan tangis saat berbicara di depan mikrofon.
Bupati Aceh Utara, Ismail A Jalil menangis dalam konferensi pers, Rabu (3/12/2025). Foto: Erwin-KBR
Advertisement image

Ketidakmampuan Ismail ini menambah daftar bupati yang tidak sanggup menangani bencana yang terJadi di wilayahnya. Tercatat 3 bupati lain yang sudah menyatakan terlebih dulu yakni Bupati Aceh Tengah Haili Yoga, Bupati Aceh Selatan Mirwan MS, dan Bupati Pidie Jaya Sibral Malasyi.

Ismail mengaku kewalahan dalam uapaya penanganan bencana sembilan hari terakhir di wilayahnya. Bahkan, kata dia, ada 3 kecamatan belum tersentuh bantuan sema sekali, sehingga para korban selamat terancam kelaparan dan menjerit karena bencana ini.

“Mereka hanya bertahan dengan mengandalkan makan seadanya dengan cara merendam nasi dengan air putih dan memakan dedaunan yang masih dapat dipergunakan,” terangnya dengan nada sedih.

Ismail mengukapkan, Pemkab Aceh Utara sudah “lempar handuk” menangulangi korban banjir yang terus berjatuhan.

Berdasarkan data dari Pusat Informasi Posko Bencana Alam Banjir Rekapitulasi Sementara Aceh Utara, jumlah korban banjir mencapai 54.850 Kepala Keluarga (KK) atau 163.985 jiwa. Untuk pengungsi berjumlah 35.848 KK atau 123.969 jiwa. Lalu tercatat korban meninggal 114 orang dan hilang sebanyak 109 orang.

Pemda Terdampak Diminta Perhatikan Skala Bencana

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menekankan kemandirian pemerintah daerah dalam menangani bencana di daerah harus memperhatikan skala bencana tersebut.

"Jangan berpikir bahwa semua bencana pasti harus kepala daerahnya mandiri. Enggak begitu, ada skala-skalanya. Level bencana itu ada skala-skalanya," kata Mendagri di Kantor Kemendagri, Jakarta, Selasa (2/12/2025) dikutip dari ANTARA.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengangkat tangan saat menyampaikan arahan dalam rapat pejabat pemerintah.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (kanan) bersama Wakil Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Lodewijk Freidrich Paulus (kiri) mengikuti rapat koordinasi bersama kementerian lembaga dan kepala daerah di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Senin (1/12/2025). ANTARA FOTO
Advertisement image

Tito memaklumi apabila ada beberapa kepala daerah menyatakan ketidaksanggupan dalam menangani bencana tersebut, mengingat skala dari bencana di Sumatra.

"Kalau yang seperti bencana Sumatra ini, kita serahkan kepada kepala daerahnya saja, wah mereka setengah mati. Kasihan rakyatnya, kasihan juga kepala daerahnya. Dia pun mungkin terdampak juga keluarganya," ujarnya.

Mendagri menegaskan saat terjadi bencana, pemerintah pusat akan turun membantu penanganan bencana di seluruh daerah terdampak.

"Pasti kita akan back-up,dari provinsi maupun dari pusat. Ini all-out semua untuk secepat mungkin diminta atau tidak diminta. Pasti kita akan dorong," tuturnya.

Dampak banjir bandang terlihat dari udara, menunjukkan sungai berlumpur meluap, tumpukan kayu gelondongan masif, dan rumah-rumah rusak di area perkebunan sawit.
Kondisi Sungai Tamiang dan tepiannya pascabanjir bandang terlihat dari Helikopter Caracal Skadron Udara 8 Lanud Atang Sendjaja di Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, Rabu (3/12/2025). ANTARA FOTO
Advertisement image


Pemerintah Jamin Logistik Bencana

Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Wijaya menyatakan Pemerintah Indonesia menjamin penuh ketersediaan dana dan logistik nasional untuk penanganan dampak bencana di tiga provinsi Sumatra yaitu Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat.

"Pemerintah mengerahkan seluruh sumber daya nasional yang tersedia, termasuk jaminan bahwa dana dan logistik nasional tersedia secara penuh. Penggunaan Dana Siap Pakai (DSP) ini ditujukan untuk memastikan bantuan logistik dan semua kebutuhan dapat dikirim segera tanpa hambatan," kata Seskab Teddy dikutip dari ANTARA.

Dalam kesempatan yang sama, Teddy juga menekankan Presiden Prabowo juga menginstruksikan jajarannya untuk ekstra responsif dalam memenuhi kebutuhan pengungsi selama masa tanggap darurat.

"Fokus utama dalam penyelamatan korban, distribusi bantuan, dan pemulihan berbagai fasilitas dan layanan vital. Kebutuhan makanan siap saji, air bersih, kebutuhan harian khususnya untuk perempuan dan anak-anak didorong secepat dan sebanyak mungkin," ujar Seskab Teddy.

Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka berdiskusi di landasan didampingi dua pilot TNI AU.
Presiden Prabowo Subianto (kedua kanan) didampingi Seskab Tedy Indra Wijaya (kanan) tiba di Bandara Raja Sisingamangaraja XII usai mengunjungi Tapanuli Tengah, di Tapanuli Utara, Sumatera Utara, Senin (1/12/2025). ANTARA FOTO
Advertisement image

Status Bencana Nasional Belum Ditetapkan

Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan dampak bencana banjir bandang dan longsor di tiga provinsi di Sumatera, yaitu di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat ditangani secara nasional dan menjadi prioritas nasional.

"Presiden memberikan instruksi agar situasi ini diperlakukan sebagai prioritas nasional, termasuk jaminan bahwa dana dan logistik nasional tersedia secara penuh, secara total, salah satunya pada saat (masa) tanggap darurat ini menggunakan dana siap pakai," kata Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno saat jumpa pers di Posko Bantuan Bencana Sumatera, Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (3/12/2025) dikutip dari ANTARA.

Usai jumpa pers, saat ditanya apakah instruksi itu dapat diterjemahkan sebagai status bencana menjadi bencana nasional, Pratikno menyebut bencana ditangani secara nasional.

Informasi peta digital di layar besar merinci lokasi bencana dan penempatan alutsista TNI untuk operasi kemanusiaan di Sumatra.
Layar menampilkan lokasi bencana dan gelar alutsista saat konferensi pers terkait penanganan bencana di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (3/12/2025). Penanganan bencana banjir bandang dan longsor di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat sesuai instruksi Presiden Prabowo Subianto diperlakukan sebagai prioritas nasional termasuk dalam jaminan anggaran dan logistik. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Advertisement image

BNPB: Lebih Dari 750 Jiwa Meninggal, 600 Lebih Hilang

Banjir bandang dan longsor menerjang wilayah Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat pada Selasa, 25 November 2025.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dalam laman resminya, melaporkan data terbaru per 3 November 2025 jumlah korban jiwa akibat banjir bandang dan longsor di Sumatra per Kamis 4 Desember 2025, mencapai lebih 750 jiwa, sementara lebih dari 600 jiwa masih dinyatakan hilang.

Tim SAR dan TNI mengevakuasi korban melalui tumpukan puing kayu pascabanjir bandang di Indonesia.
Tim SAR gabungan mengevakuasi korban banjir bandang di Desa Aek Garoga, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Jumat (28/11/2025). BPBD Tapanuli Selatan mencatat hingga Jumat (28/11) sebanyak 32 orang meninggal dunia akibat banjir bandang pada Selasa (25/11). ANTARA FOTO/Yudi Manar
Advertisement image

Pemerintah Lamban Merespons Bencana

Anggota DPR RI Yanuar Arif Wibowo menyoroti lambatnya respons pemerintah terhadap bencana di Sumatra. Ia menilai koordinasi antar-lembaga masih lemah, terutama pada masa golden time. 

“Basarnas harus bergerak cepat, tapi sering terhambat proses perizinan anggaran. Begitu izin turun, masa tanggap darurat sudah lewat,” ujarnya dalam Diskusi Refleksi Akhir Tahun 2025 yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bersama Biro Pemberitaan Parlemen DPR RI di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (2/12/2025).

Mantan Anggota Komisi V DPR RI itu mendorong pemerintah memperkuat mitigasi dengan menempatkan alat berat dan kesiapsiagaan sejak awal. 

“Jangan menunggu korban jatuh baru bergerak. Mitigasi yang baik bisa mencegah kerusakan,” tegas Politisi Fraksi PKS ini.

Puing dan lumpur menggenangi jalan di kawasan terdampak banjir bandang atau tanah longsor, dengan warga menelusuri reruntuhan pasca bencana.
Sejumlah warga melintas di dekat puing-puing yang terbawa arus banjir di kawasan Desa Bukit Tempurung, Kota Kuala Simpang, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, Rabu (3/12/2025). ANTARA FOTO
Advertisement image

Status Bencana Nasional Cukup “Urgen”

Sementara Direktur Eksekutif WALHI Sumatera Utara, Rianda Purba, menyayangkan lambannya penanganan evakuasi dan distribusi bantuan kepada korban terdampak karena belum ditetapkannya bencana Sumatra sebagai status bencana nasional.

“Pemerintah itu sampai hari ini belum menetapkan bencana di tiga provinsinya adalah sebagai bencana nasional,” ujarnya.

Menurut Rianda, pemangkasan anggaran kebencanaan turut memperparah kondisi pemulihan usai bencana. Ia turut menyoroti kerusakan lingkungan akibat izin tambang, PLTA, dan perkebunan.

“Anggarannya itu sangat juga diperkecil untuk penanganan dan penanggulangan bencana. Nah ini juga yang menjadi kendala sehingga pemerintah daerah, kabupaten, kota, dan provinsi juga tidak punya anggaran yang cukup,” pungkasnya.

Baca juga:

Banjir-Longsor Sumatra: Siklon Tropis Senyar Telah Terprediksi Tapi Upaya Mitigasi Bencana Lemah

- Pakar Bongkar Dosa Ekologis Picu Bencana di Aceh, Sumut, dan Sumbar

#BencanaSumatera
bencana alam
#BanjirSumatera
sumatera barat
sumatera utara
Aceh


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...