ragam
Dampak Kastanisasi Guru, Mengajar Penuh Honor Rp200 Ribu

Meski tugasnya sama, penghargaan terhadap jerih payah guru honorer justru jauh dari memadai.

Penulis: Dita Alyaaulia

Editor: Sindu

Audio ini dihasilkan oleh AI
Google News
Potret emosional seorang wanita berhijab putih menangis sambil menyeka air mata, memegang payung di sebuah acara.
Ilustrasi: Sejumlah tenaga pendidik menangis saat aksi dukungan bagi guru honorer Supriyani yang tersangkut masalah hukum. Foto: ANTARA

Sejumlah pejabat dan perwakilan meninjau dokumen penting dalam rapat yang diselenggarakan oleh Humas Kemensetneg.
Konferensi Pers Pemberian Rehabilitasi oleh Presiden kepada dua orang guru di Lanud Halim Perdanakusuma, 13 November 2025.
Advertisement image


KBR, Jakarta- Dua orang pendidik di Luwu Utara, Sulawesi Selatan diberhentikan karena membantu guru honerer lewat sumbangan sukarela. Guru tersebut, yakni Abdul Muis dan Ranal dinyatakan bersalah di tingkat kasasi di Mahkamah Agung.

Usai ramai diperbincangkan warga, guru SMA Negeri 1 Luwu Utara itu mendapatkan rehabilitasi dari Presiden Prabowo. Rehabilitasi diumumkan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.

“Bertemu dengan Bapak Presiden, dan alhamdulillah tadi sudah ditandatangani surat pemberian rehabilitasi kepada kedua guru ini. Dan dengan diberikannya rehabilitasi, dipulihkan nama baik, harkat martabat serta hak-hak kedua guru ini,” ujar Dasco saat konpers di YouTube Kemensetneg, Kamis, 13 November 2025.

Menurut Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, keputusan itu diambil presiden setelah koordinasi lintas lembaga selama sepekan.

“Kami pemerintah mendapatkan informasi dan mendapatkan permohonan yang secara berjenjang dari masyarakat baik secara langsung maupun melalui lembaga legislatif dari tingkat provinsi kemudian berkoordinasi ke DPR RI melalui Bapak Wakil Ketua DPR,” ujar Prasetyo.

Pejabat Kementerian Agama memberikan konferensi pers kepada awak media dengan latar belakang bendera Merah Putih dan dikelilingi sejumlah tokoh.
Konferensi Pers Pemberian Rehabilitasi oleh Presiden kepada dua orang guru di Lanud Halim Perdanakusuma, 13 November 2025.
Advertisement image


Pengumpulan Dana Sukarela untuk Guru Honorer

Kasus ini bermula pada 2018 ketika Muis ditunjuk menjadi bendahara Komite Sekolah SMA Negeri 1 Luwu Utara. Penunjukan dilakukan lewat rapat orang tua siswa bersama pengurus komite.

“Jadi, posisi saya itu hanya menjalankan amanah,” ujar Muis saat ditemui di sekretariat PGRI Luwu Utara, mengutip Kompas.com.

Ia juga menyebut dana yang dikelolanya berasal dari kesepakatan bersama dan bukan pungutan sepihak. Dana tersebut digunakan untuk menunjang kegiatan sekolah serta insentif bagi guru yang memegang tugas tambahan seperti wali kelas, pengelola laboratorium, hingga wakil kepala sekolah.

“Disepakati Rp20.000 per bulan. Yang tidak mampu, gratis. Yang bersaudara, satu saja yang bayar,” jelasnya.

Muis menjelaskan, kondisi sekolah ketika itu sedang kekurangan tenaga pengajar.

“Tenaga pengajar itu, kan, dinamis. Ada yang meninggal, ada yang mutasi, ada yang pensiun. Jadi, itu bisa terjadi setiap tahun,” ucapnya.

Guru dan pendukung berunjuk rasa di depan Pengadilan Negeri, membawa spanduk bertuliskan 'STOP KRIMINALISASI GURU' dan '#SAVESUPRIANI'.
Ilustrasi: Stop kriminalisasi guru. Foto: ANTARA
Advertisement image


Tak Mampu Beli Bensin

Sekolah pun mengandalkan guru honorer baru.

“Kalau guru honor baru itu, butuh dua tahun untuk bisa masuk ke dapodik (data pokok Pendidikan). Nah, sementara itu, kegiatan belajar tetap harus jalan,” tuturnya.

Ia mencatat, jumlah guru honorer saat itu 22 orang, dengan pendapatan jauh dari cukup.

“Ada guru honor namanya Armand, tinggal di Bakka. Kadang saya kasih Rp150 ribu sampai Rp200 ribu karena dia sering tidak hadir, tidak punya uang bensin,” kenangnya.

Tugas Sama, Perlindungan Beda

Kesulitan beragam dirasakan banyak guru honorer di berbagai daerah. Endoh Raudo, guru honorer asal Bogor, salah satunya. 

Ia menggambarkan rutinitas mengajar selama 24 jam per minggu dengan penuh tanggung jawab layaknya guru ASN. Endoh menegaskan, status guru honorer tidak membuat komitmen profesi menjadi lebih rendah.

“Honorer itu proses, proses menjadi guru profesional dengan mencontoh para ASN. Jadi, mau gimana pun honorer tetap mempunyai tanggung jawab yang sama seperti ASN,” kata Endoh Kepada KBR Selasa, (25/11/2025).

Meski tugasnya sama, penghargaan terhadap jerih payah guru honorer justru jauh dari memadai. Endoh mengungkapkan banyak rekannya menerima honor di bawah Rp300 ribu per bulan.

“Selain saya, ada yang mendapatkan sebulan 200 ribu padahal dia mengajar full. Sebulan 300 ribu padahal dia mengajar full, jadi maksud saya itu tolong, karena mungkin mengajar itu bukan pekerjaan yang benar-benar mudah,” ungkapnya.

Murid-murid sekolah dasar belajar di ruang kelas dengan dinding mengelupas, menyoroti kondisi fasilitas pendidikan yang terbatas.
Ilustrasi: Kondisi sekolah di sejumlah daerah. Foto: JPPI-ANTARA
Advertisement image


Tak Ada Standar

Ia menekankan, perlunya standar honor yang manusiawi dan sesuai tenaga yang mereka curahkan setiap hari di kelas. 

Tanpa standar gaji yang layak membuat banyak guru honorer bekerja dalam tekanan ekonomi, sementara mereka tetap dituntut menjaga kualitas pembelajaran.

“Minimal untuk guru itu per jam jangan 25 ribu atau 10 ribu, karena kita juga mengajar pakai tenaga, semuanya kerja, capek, ingin dibayar, tolong disesuaikan, dan secara manusiawi,” katanya.

Endoh juga menyoroti hal lain, yakni akses program peningkatan kompetensi. Ia menyebut, program Pendidikan Profesi Guru (PPG) masih diskriminatif karena mensyaratkan terdaftar di dapodik. Sementara realitanya, banyak guru honorer yang telah mengabdi lama justru belum masuk data tersebut.

“Untuk program PPG itu, tidak hanya yang sudah masuk dapodik saja, tetapi semua guru yang mengajar di lembaga tersebut dikusertakan dalam PPG. Karena sulitnya masuk dapodik itu, kerasa sulitnya, apalagi orang yang benar-benar sudah mengajar lama dan belum masuk dapodik,” ujarnya.

Endoh berharap, ada peluang luas untuk guru honorer mengikuti jalur karier menuju ASN maupun P3K. Ia berharap pemerintah membuka kembali kesempatan seleksi lebih inklusif bagi seluruh guru honorer.

“Semoga dibuka lagi kesempatan untuk guru-guru honorer yang bisa menjadi ASN entah P3K atau PNS dengan tes yang sangat adil. Dan juga tolong beri kesempatan kepada guru yang belum masuk dapodik tetapi sudah mengajar untuk PPG,” tutupnya.

Sekilas tentang Dapodik

Dapodik adalah data pokok pendidikan. Yakni, aplikasi pendataan yang dikelola dan digunakan Kemendikdasmen untuk mengumpulkan dan memeriksa data satuan pendidikan, peserta didik, tenaga kependidikan dan pendidik hingga capaian pendidikan. Menurut pauddasmen.id, data ini diperbarui secara daring.

Lalu apa fungsi dapodik dan mengapa begitu penting guru honorer masuk data tersebut? Dapodik berfungsi sebagai prasyarat mutlak bagi semua guru, baik ASN, Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) maupun guru honorer, untuk dapat menerima berbagai manfaat dan program dari penyelenggara negara. Itulah mengapa, guru honorer berharap nama mereka bisa masuk dapodik.

Screenshot halaman utama website resmi Data Pokok Pendidikan (DAPODIK) Kementerian Pendidikan, menampilkan menu navigasi, pintasan modul, dan rekapitulasi data pendidikan nasional.
Tangkapan layar info dapodik di situs Kemendikdasmen.go.id
Advertisement image


Dampak Kastanisasi Guru

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) dalam Siaran Pers Refleksi Hari Guru 2025, menegaskan, keberadaan sistem kasta dalam profesi guru sebagai sumber ketidakadilan yang merusak kualitas pendidikan.

Menurut Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, akar masalah pendidikan terletak pada pembiaran ketidakadilan terhadap guru selama bertahun-tahun.

“Bagaimana mungkin mutu pendidikan merata, jika guru sendiri diperlakukan secara tidak adil? Sistem kasta ini adalah penghinaan dan penghambat utama peningkatan kualitas,” ujarnya.

Ubaid bilang, tak mungkin mutu pendidikan bisa merata, jika guru tak diperlakukan adil.

“Ketika nilai matematika ambruk secara nasional, masalahnya bukan di ruang kelas, melainkan di ruang perumusan kebijakan. Ini adalah bukti kegagalan sistem, bukan kegagalan guru,” tegas Ubaid.

Selain persoalan status, JPPI menyoroti lemahnya institusi pencetak guru dan program pelatihan yang tidak mampu meningkatkan kompetensi secara nyata.

“Menyalahkan guru yang dihasilkan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang bobrok adalah kemunafikan. Tanpa reformasi total LPTK, krisis kualitas guru akan menjadi warisan abadi,” jelasnya.

Ia menambahkan, program pelatihan guru selama ini hanya formalitas, tanpa dampak signifikan bagi kompetensi pengajar.

“Program pelatihan guru seringkali hanya proyek administratif dan seremonial belaka. Tidak ada transformasi kompetensi yang nyata,” tambahnya.

Para pejabat mengenakan batik mengabadikan momen kedatangan seorang tokoh penting dengan ponsel di rapat resmi.
Ilustrasi: Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf sebelum audiensi dengan Forum Komunikasi Guru Honorer di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, 8 November 2023. Foto: DPR.go.id| Devi/Man
Advertisement image


Anggaran Dipotong

Ubaid juga mengecam kebijakan pemotongan anggaran pendidikan 20 persen. Ia menilai, langkah itu tidak hanya keliru, tetapi merusak masa depan pendidikan Indonesia.

“Pemotongan 20% APBN pendidikan adalah tindakan brutal yang menyakiti guru, membunuh motivasi, dan mengubur masa depan anak bangsa. Presiden Prabowo dan Menkeu harus menghentikan kebijakan serampangan dan melanggar pasal 31 UUD 1945 ini,” ucapnya.

JPPI menegaskan, penyelenggara negara wajib mengakhiri bentuk-bentuk diskriminasi terhadap guru, memperbaiki kualitas LPTK, serta membangun sistem pengembangan kompetensi yang tidak bergantung pada proyek musiman.

“Menghormati dan memuliakan guru bukan sekadar dengan kata-kata manis di Hari Guru, tetapi dengan keberanian politik untuk membenahi sistem yang rusak dan memastikan anggaran pendidikan berpihak pada semua guru tanpa diskriminasi sekolah-madrasah, negeri-swasta, dan guru ASN-honorer,” tutup Ubaid.

Hasil TKA 2025, saat bagi Negara Berbenah

JPPI menegaskan, hasil tes kemampuan akademik (TKA) 2025 merupakan peringatan keras bagi penyelenggara negara untuk memperbaiki arah kebijakan pendidikan. Guru bukan sumber masalah, melainkan korban dari tata kelola tidak adil. Karena itu, JPPI menyampaikan empat tuntutan utama:

1. Hentikan diskriminasi. Selesaikan masalah kasta guru dengan memberikan kepastian dan keadilan bagi semua, baik yang menimpa guru di negeri maupun swasta.

2. Reformasi total LPTK. Lakukan evaluasi menyeluruh dan bangun lembaga pencetak guru yang kredibel serta berorientasi pada praktik.

3. Bangun sistem pengembangan kompetensi guru yang berkelanjutan. Hindari praktik gonta-ganti program peningkatan mutu yang tidak memiliki keberlanjutan.

4. Kembalikan anggaran pendidikan 20%. Hentikan pemotongan anggaran untuk MBG dan alihkan kembali untuk investasi jangka panjang pada peningkatan kesejahteraan dan mutu guru.

Baca juga:

Guru Honorer
Guru
Kastanisasi Guru


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...