ragam
Banjir Besar Menerjang Bali, Mengapa Bisa Terjadi?

Walhi Bali menyoroti persoalan tata kelola pembangunan yang dianggap berkontribusi besar terhadap kerentanan bencana di Pulau Dewata.

Penulis: Naomi Lyandra, Resky N

Editor: Resky Novianto

Audio ini dihasilkan oleh AI
Google News
bali
Warga berjalan di pinggir sungai yang berdekatan dengan bangunan toko dan rumah yang amblas akibat banjir di Denpasar, Bali, Kamis (11/9/2025). Foto: ANTARA

KBR, Jakarta- Bali diterjang banjir besar pada Rabu (10/9/2025). Akibatnya, 18 orang meninggal dan dua lainnya masih hilang atau dalam pencarian.

Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali I Wayan Suryawan mengatakan, kondisi daerah terdampak banjir, sudah mulai berangsur pulih.

“Jadi sampai saat ini secara umum kondisi Bali itu sudah berangsur pulih ya. Air di sebagian besar wilayah yang terdampak itu sudah mulai surut walaupun masih ada di beberapa titik itu yang tergenang dan sedang dalam penanganan,” ujarnya dalam siaran Ruang Publik KBR, Jumat (12/9/2025).

BPBD Bali mencatat 163 titik banjir, tersebar di 81 titik di Kota Denpasar, 28 di Tabanan, 23 di Jembrana, 15 di Gianyar, 12 di Badung, dan 4 di Karangasem. Sebagian besar warga pengungsi sudah kembali ke rumah masing-masing untuk melakukan pembersihan, meski masih ada yang bertahan di pos pengungsian Denpasar dan Jembrana.

Wayan turut menekankan pentingnya masukan masyarakat dan kolaborasi lintas sektor untuk menyelesaikan proses rehabilitasi pasca banjir.

“Suara masyarakat seperti ini harus bisa dijadikan masukan penting dalam bagaimana mengambil sebuah kebijakan ke depannya. Pembangunan itu idealnya tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi, tetapi juga harus sejalan dengan upaya pengurangan risiko bencana,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan ancaman persoalan sampah sebagai faktor tambahan penyebab banjir.

“Masalah sampah ini juga mempunyai kemungkinan memperburuk dampak dari banjir yang terjadi pada saat ini,” ujarnya.

Sementara, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Abdul Muhari menegaskan intensitas hujan ekstrem sebagai pemicu utama, namun ia menegaskan faktor manusia lebih dominan.

“Artinya intensitas hujan yang kemarin turun di sembilan sampai sepuluh itu bukan intensitas hujan normal. Ketika kita bicara banjir, ketika kita bicara tanah longsor, banjir bandang itu fungsi atau pengaruh dari intervensi manusia itu terkadang lebih besar dari faktor alam yang menjadi pemicunya,” kata Abdul.

Lebih lanjut BNPB turut mendorong rehabilitasi kawasan hulu, tengah, hingga hilir sebagai solusi permanen.

“Kita jaga alam, alam malah jaga kita,” ujarnya.

red
Petugas melakukan proses pencarian korban di sekitar bangunan ruko yang hancur akibat diterjang banjir di kawasan Jalan Sulawesi, Denpasar, Bali, Kamis (11/9/2025). Foto: ANTARA
advertisement

Situasi Bali Diklaim Sudah Kondusif

Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan situasi di Bali sudah aman dan kondusif. Sebelumnya pun juga ia melihat banjir besar tidak memberi dampak pada kunjungan wisatawan mancanegara.

Tidak ada pembatalan rencana kedatangan dari wisman sehingga menurut dia sudah tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan.

“Tidak ada masalah dengan akses ke Bandara Ngurah Rai, pariwisatanya juga normal, saya mengecek per hari sejak terjadi banjir, tidak ada perubahan angka yang berkunjung ke Bali, wisatawan asing di kisaran 21-22 ribu per hari,” ujarnya.

Atas bencana banjir besar ini, Pemprov Bali mulai mendata kerugian masyarakat dan melakukan pembagian tanggung jawab.

Untuk ganti rugi pedagang pasar skemanya berbagi antara APBD Bali dengan Kota Denpasar dan untuk rumah rusak dari ringan hingga berat oleh BNPB, sehingga diupayakan segera selesai.

Presiden Prabowo Kunjungi Bali, Minta Penanganan Cepat

Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Wijaya menjelaskan kunjungan kerja Presiden Prabowo Subianto di Bali, Sabtu (13/9), bertujuan untuk mengecek langsung kerja jajarannya, baik dari pemerintah pusat maupun daerah dalam menangani dampak banjir.

Di area sekitar Pasar Badung, Kota Denpasar, Presiden Prabowo didampingi Seskab Teddy menyusuri area permukiman dan kios-kios yang rusak akibat terjangan banjir.

red
Presiden Prabowo Subianto menyapa warga saat meninjau lokasi terdampak banjir di Denpasar, Bali, Sabtu (13/9/2025). Dalam kunjungannya, Presiden Prabowo meninjau kondisi bangunan-bangunan yang rusak serta upaya penanganan terhadap korban bencana banjir Bali yang terjadi pada Rabu (10/9). ANTARA FOTO/Fikri Yusuf
advertisement

Presiden Prabowo pun langsung menginstruksikan jajarannya, termasuk Gubernur Bali I Wayan Koster dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto, untuk memperhatikan kondisi warga yang terdampak serta memperbaiki rumah-rumah serta kios-kios mereka yang rusak.

"Pemerintah terus bergerak cepat dalam penanganan bencana banjir yang melanda beberapa wilayah di Bali. Dalam kesempatan ini, Presiden pun kembali memastikan apa yang telah diinstruksikan kepada jajaran BNPB, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Sosial, dan instansi terkait lainnya telah berjalan tepat dan cepat," kata Seskab Teddy saat dihubungi di Jakarta, Minggu (14/9/2025) dikutip dari ANTARA.

Beberapa area terdampak banjir yang didatangi oleh Presiden Prabowo mencakup area Pasar Badung-Kumbasari, kemudian area permukiman di sekitar Pasar Badung, termasuk sempadan Tukad Badung.

Bantuan untuk Korban Bencana Banjir Bali

Bantuan untuk korban bencana banjir di Bali terus mengalir dari berbagai elemen, termasuk pemerintah.

Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf menyampaikan hingga saat ini kementeriannya sudah menyalurkan lebih dari Rp2 miliar untuk kebutuhan logistik dan santunan korban banjir besar yang melanda Bali.

“Kementerian Sosial sudah menyalurkan lebih dari Rp2 miliar khusus di Bali, (berupa) logistik dan santunan,” kata Mensos Saifullah Yusuf dikutip dari ANTARA.

Mensos menyampaikan bantuan dari Kementerian Sosial (Kemensos) dibagi merata ke seluruh Bali, tergantung kebutuhan dan hasil pendataan korban, meskipun dalam bencana banjir yang terjadi Rabu (10/9) lalu itu daerah paling terdampak adalah Denpasar, Badung, Gianyar, dan Jembrana.

“Ya untuk semua tidak ada beda-beda, pokoknya semua yang menjadi korban kalau meninggal santunannya Rp15.000.000, kalau luka-luka Rp5.000.000, di luar itu kita memberikan dukungan logistik,” ujar Mensos Saifullah Yusuf.

Adapun logistik yang dipetakan untuk bencana di Bali berupa tenda, kebutuhan makan minum, kebutuhan ibu dan anak, serta obat-obatan.

Sementara, Kepala BNPB, Letjen Suharyanto, merinci skema bantuan perbaikan rumah yang akan disalurkan.

"Rumah dengan kerusakan ringan akan dibantu Rp 15 juta, sementara kerusakan sedang Rp 30 juta, dan kerusakan berat akan dibantu Rp 60 juta, setara dengan rumah tipe 36," ujarnya.

Ia telah menginstruksikan para kepala desa untuk segera mendata rumah-rumah warga yang terdampak guna mempercepat penyaluran bantuan.

red
Kondisi kios pedagang yang rusak akibat terendam banjir di Pasar Kumbasari, Denpasar, Bali, Jumat (12/9/2025). BPBD Provinsi Bali mencatat setidaknya sebanyak 514 unit bangunan di sejumlah wilayah Bali mengalami kerusakan akibat banjir yang terjadi pada Rabu (10/9). ANTARA FOTO/Fikri Yusuf
advertisement

Tangani Dampak Jangka Pendek hingga Panjang

Anggota Komisi VIII DPR RI Hasan Basri Agus menyerukan penanganan komprehensif pascabanjir bandang melanda sejumlah wilayah di Bali yang menelan korban jiwa belasan orang dan mengakibatkan 500 lebih warga harus mengungsi.

“Belasungkawa yang sedalam-dalamnya kepada keluarga korban yang telah kehilangan orang yang mereka cintai. Juga, solidaritas dan empati kami untuk para pengungsi yang harus kehilangan tempat tinggal dan harta bendanya. Ini adalah ujian yang sangat berat, dan kita harus hadir bersama untuk meringankan beban mereka,” ujar Hasan dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (14/9/2025).

Lebih lanjut, Ia menekankan bahwa fase tanggap darurat harus dilakukan dengan secepat dan seoptimal mungkin. Distribusi bantuan, termasuk kebutuhan pokok, air bersih, obat-obatan, dan tenda pengungsian yang layak, harus dipastikan sampai kepada semua penerima tanpa terkecuali.

Setelah fase tanggap darurat, Hasan menyarankan agar pemerintah segera melakukan langkah-langkah konstruktif jangka menengah dan panjang.

“Kita perlu meninjau ulang tata kelola daerah aliran sungai (DAS), pengelolaan sampah, tata ruang wilayah, dan sistem peringatan dini bencana. Perubahan iklim membuat cuaca ekstrem semakin sering terjadi, karena itu mitigasi bencana harus menjadi perhatian utama dan bagian dari pembangunan berkelanjutan di Bali,” kata Hasan.

Menteri LH Ungkap Penyebab Banjir

Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq menilai tutupan hutan yang kurang (minim) menjadi salah satu penyebab banjir di Bali. Temuan rendahnya tutupan hutan sepanjang daerah aliran sungai (DAS) di Bali akibat alih fungsi lahan sudah terjadi sejak 2015.

Oleh karena itu, kata Hanif Faisol, perlu dilakukan pembenahan pada tata ruang, terutama dari Bali bagian tengah hingga ke selatan sebagai rute aliran air sungai.

“Lanskap kita untuk Bali ke atas (utara) sampai Gunung Batur ini tutupan hutannya sangat kecil, kurang dari 4 persen, jadi dari 49 ribu hektare daerah aliran sungainya, yang ada tutupannya kurang dari 1.200 hektare. Ini sangat kecil, ya pohonnya, jadi kita harus mengubah semua detail rencana lanskap kita,” ujarnya dikutip dari ANTARA.

red
Warga mengamati kondisi mobil yang ringsek di dalam sungai akibat banjir di Perumahan Permata Residence, Desa Mengwitani, Badung, Bali, Sabtu (13/9/2025). Foto: ANTARA
advertisement

Hanif juga menyoroti isu alih fungsi lahan masif yang menyebabkan kurangnya resapan air di Bali, namun saat ini kementerian masih menunggu pengujian dan pemetaan dari Gubernur Bali.

Pemerintah pusat menjamin untuk terus bergandengan dengan Pemprov Bali dan ikut turun tangan dalam penegakan hukum maupun penguatan tata lingkungan hidup jika diperlukan, sebab Bali memang mendapat perhatian.

“Langkah konkretnya kita akan memitigasi, memberikan arah semacam kajian hidup strategis yang harus menjadi rujukan Pemprov Bali dan di bawahnya (kebijakan pendukung) harus kita lakukan,” jelas Hanif.

Menteri LH juga membuka opsi moratorium pembangunan di Bali, sebab populasi manusia di Bali sangat tinggi yang harus disesuaikan dengan lanskapnya.

Selain itu, upaya pemerintah daerah dalam menyelesaikan sampah yang ternyata masih menyisakan banyak masalah timbulan sampah yang menyumbat drainase.

Hujan Ekstrem di Bali

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan banjir disertai longsor yang melanda tujuh kabupaten dan kota di Bali pada Rabu (10/9) dipicu curah hujan ekstrem dengan intensitas mencapai 380 milimeter dalam sehari, atau setara curah hujan sebulan penuh.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat, menjelaskan bahwa intensitas hujan tersebut jauh melampaui ambang batas hujan ekstrem secara klimatologis yang ditetapkan 150 milimeter per hari.

“Merujuk data curah hujan di Bali normal tidak setinggi itu, tetapi kombinasi faktor regional seperti Madden Julian Oscillation, gelombang Kelvin, dan Rossby ditambah kondisi lokal berupa konvergensi angin dan topografi Bali memicu pertumbuhan awan konvektif masif,” kata dia.

Data yang dimiliki BMKG mencatat hujan lebat yang terjadi pada 10 September itu menimbulkan bencana hidrometeorologi basah dengan lebih dari 120 titik banjir dan 18 titik longsor tersebar di sejumlah wilayah Bali.

red
Pemerintah Kota Denpasar menyediakan layanan derek gratis bagi pedagang dan warga yang kendaraannya terdampak banjir di area parkir bawah tanah di pasar itu dengan jumlah 45 mobil dan 35 sepeda motor. ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo
advertisement

Benahi Tata Ruang Wilayah Kota yang Bermasalah

Di sisi lain, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Bali menyoroti persoalan tata kelola pembangunan yang dianggap berkontribusi besar terhadap kerentanan bencana di Pulau Dewata.

“Kalau dalam case (banjir Bali) ini kita memang menyoroti salah satu titik, katakan Badung, yang dimana emang dalam berbagai report dan juga penelitian itu emang mendapati bahwasannya tempat ini tingkat pembangunannya itu memang tinggi, tentu ini mempengaruhi bagaimana ketahanan ekologis di suatu kawasan itu menjadi turun drastis,” ujar Made Krisna Dinata, Direktur Eksekutif WALHI Bali dalam dalam siaran Ruang Publik KBR, Jumat (12/9/2025).

Menurutnya, banjir besar ini seharusnya jadi momentum refleksi dari pemangku kepentingan di Bali untuk mawas diri.

“Bali hari ini emang ada di suatu situasi benar-benar rentan terhadap bencana pun yang didistorsi oleh krisis iklim, bukan perubahan iklim lagi, udah krisis,” tegasnya.

Krisna juga menuding regulasi seperti Undang-Undang Cipta Kerja dan sistem Online Single Submission (OSS) sebagai “karpet merah investasi” yang memperparah kekacauan tata ruang.

“Omnibus law undang-undang cipta kerja serta OSS ini kan prinsipnya karpet merah investasi, salah satu prinsip yang berubah dalam regulasi ini. Step by step ini adalah dia mengedepankan dulu izin usaha dan lain sebagainya, baru kemudian memberikan tempat terhadap aspirasi,” tuturnya.

“Dan itu pun tidak meaningful participation seperti itu. Jadi emang sebegitu dahsyatnya impact daripada aturan ini,” lanjut Krisna.

Ia menilai bencana ini harus dijadikan momentum pembenahan serius. Terlebih, banyak nyawa warga melayang dan kehilangan harta benda mereka.

“Hari ini dengan melihat bagaimana besarnya bencana dan banjir yang sampai menyita perhatian nasional bahkan dunia, itu sudah barang tentu menjadi momentum kita untuk segera berbenah dengan modal ketegasan,” tutup Krisna.

Obrolan lengkap episode ini bisa diakses di Youtube Ruang Publik KBR Media

Baca juga:

- Desakan Keadilan untuk Vian Ruma: Kejanggalan di Balik Kematian Aktivis Lingkungan NTT

- Imbauan Pam Swakarsa Tak Memiliki Dasar Hukum Jelas, Potensi Konflik Horizontal

Banjir
Banjir Bali
Bali
BNPB
Hujan Ekstrem
Tata ruang

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...