indeks
Setelah Berkali-kali Ditolak, MK Akhirnya Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden

Inilah yang menjadi dasar bagi Mahkamah untuk bergeser dari pendirian dalam putusan-putusan sebelumnya terkait uji materi ambang batas pencalonan presiden.

Penulis: Agus Lukman

Editor: Wahyu Setiawan

Google News
Ambang batas pilkada
Ketua MK Suhartoyo (kanan) memimpin sidang pleno khusus Penyampaian Laporan Tahunan 2024 dan Pembukaan Masa Sidang 2025, Kamis (2/1/2025). ANTARA FOTO/Fauzan

KBR, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya memutuskan menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) yang semula 20 persen dari jumlah kursi DPR.

Putusan itu dibacakan dalam sidang putusan yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo, Kamis (2/1/2024).

MK mengabulkan uji materi terhadap Pasal 222 Undang-undang Pemilu tentang ambang batas yang diajukan empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yaitu Enika Maya Oktavia, Rizky Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq dan Tsalis Khoirul Fatna. 

(Catatan redaksi: Ini sekaligus meralat tulisan sebelumnya yang berbunyi, gugatan diajukan oleh "Yayasan Jaringan Demokrasi dan Pemilu Berintegritas (NETGRIT) dan sejumlah penggugat lain". Karena perkara yang diajukan Enika dkk dibacakan lebih dulu, maka perkara yang sama yang diajukan penggugat lain kehilangan obyek, sehingga ditolak.)

"Mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya. Menyatakan norma Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, bertentangan dengan UUD 1945," kata Suhartoyo.

Pasal 222 UU Pemilu yakni: "Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya."

Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan fakta-fakta yang ada menunjukkan penerapan angka minimal persentase ambang batas pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden tidak didasarkan pada pertimbangan yang jelas.

"Disadari atau tidak, ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden berpotensi mengabaikan spirit konstitusional engineering yang tertuang dalam Pasal 6A ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yang secara implisit membuka ruang agar calon presiden dan wakil presiden lebih dari dua pasangan calon presiden," kata Saldi.

MK juga mempertimbangkan fakta terbaru yaitu Pemilu Presiden dan Wakil Presiden diselenggarakan serentak dengan pemilu anggota DPR tahun 2014. Dengan fakta tersebut, hasil perolehan suara anggota DPR akan bersamaan dengan hasil pemilu presiden dan wakil presiden.

"Bagaimana jika jumlah kursi atau suara sah secara nasional yang diraih dalam masa pemilu yang bersangkutan atau saat penyelenggaraan pemilu berlangsung lebih rendah dibandingkan hasil pemilu sebelumnya? Atau bagaimana jika terdapat fakta partai politik yang mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang menggunakan hasil pemilu anggota DPRD DPR periode sebelumnya ternyata tidak memperoleh kursi di DPR pada periode yang bersangkutan atau saat penyelenggaraan pemilu berlangsung," ujarnya.

MK menilai, presidential threshold yang tercantum dalam Pasal 222 Undang-Undang tentang Pemilu melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang intolerable serta nyata-nyata bertentangan dengan UUD 1945. Alasan inilah yang menjadi dasar bagi Mahkamah untuk bergeser dari pendirian dalam putusan-putusan sebelumnya terkait uji materi ambang batas pencalonan presiden.

"Pergeseran pendirian tersebut tidak hanya menyangkut besaran atau angka persentase ambang batas, tetapi yang jauh lebih mendasar adalah rezim ambang batas pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden berapapun besaran atau angka persentasenya adalah bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945," ujar Saldi.

Sebelumnya, MK berkali-kali menolak uji materi mengenai ambang batas pencalonan presiden. Antara lain putusan Nomor 4/PUU-XXI/2023 dan putusan 117/PUU-XX/2022.

Baca juga: 

ambang batas pilkada
presidential threshold
ambang batas presiden
MK

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...