indeks
Sekolah Unggul Terintegrasi, JPPI: Mengulang Kesalahan Masa Lalu

JPPI mengkritik kebijakan pembangunan sekolah unggulan baru, karena dianggap akan memperlebar kesenjangan pendidikan. Apa sarannya?

Penulis: Hoirunnisa

Editor: Muthia Kusuma

Google News
siswa
Siswa berjalan di lumpur saat memimpin upacara bendera di SD Negeri Basirih 10, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Senin (29/7/2024). (FOTO: ANTARA/Bayu Pratama)

KBR, Jakarta- Jaringan Pendidikan dan Kebudayaan (JPPI) menyoroti kebijakan pembangunan sekolah unggul terintegrasi sebagai salah satu Program Hasil Terbaik Cepat atau "quick win" di sektor pendidikan dasar dan menengah pemerintahan Presiden, Prabowo Subianto.

Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji mengatakan, kebijakan ini berpotensi mengulang kesalahan masa lalu dengan menciptakan kembali kesenjangan pendidikan.

"Ini bisa menjadi masalah yang sangat serius dan bisa kontraproduktif kalau kita dengan sistem zonasi yang lama kemudian kurang lebih sudah berjalan sekitar 10 tahun yaitu pemerintah sudah menghapus sekolah unggulan sekolah favorit dan lain sebagainya. Nah kalau sekarang lagi dibangun sekolah-sekolah unggulan ini, maka ini mundur dan di mana anak-anak Indonesia akan diperlakukan secara berbeda-beda. Ini paradigma yang mundur dari apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah sebelumnya yang sudah maju," ujar Ubaid dalam wawancara kepada KBR, Rabu, (23/10/2024).

Ubaid juga menyoroti masalah mendasar pendidikan di Indonesia yang lebih krusial, yakni akses dan kualitas pendidikan. Ia mempertanyakan efektivitas anggaran pendidikan yang mencapai Rp722 triliun.

"Tahun depan ada 722 triliun ini sebetulnya tidak hanya cukup untuk biaya pendidikan tapi sudah lebih-lebih menjadi masalah dan tidak berdampak dari sisi akses dan kualitas karena kita tidak punya prioritas bagaimana anak-anak Indonesia punya pendidikan Dasar ini berkualitas Jadi mereka tidak hanya bisa bersekolah the one leave behind semua bisa sekolah semua bisa akses ke sekolah tapi bagaimana mereka yang sudah bersekolah ini mendapatkan layanan pendidikan yang berkualitas," tegasnya.

Baca juga:

Dia mengungkap, rendahnya prestasi maupun pemahaman siswa menjadi bukti masih buruknya pendidikan di tanah air.

"Kalau kita tidak serius di pendidikan dasar seperti yang sudah-sudah maka ada banyak fakta anak SMP tidak bisa baca, anak SMP bisa baca tapi tidak memahami maknanya apa dan seterusnya ini di Sekolah Dasarnya saja kita tidak serius," jelasnya.

Menurut Ubaid, prioritas anggaran pendidikan juga harus difokuskan pada peningkatan kualitas guru dan akses pendidikan yang merata.

"Peningkatan kualitas guru ini juga harus menjadi prioritas dan hari-hari ini kecuali guru-guru kita kualitasnya buruk, kesejahteraannya juga buruk karena itu dua poin ini anggaran yang besar harus dihabiskan ke situ," lanjutnya.

Ubaid juga menyarankan agar hasil asesmen nasional yang telah dilakukan dapat dipublikasikan secara transparan agar dapat menjadi bahan evaluasi dan perbaikan kualitas pendidikan.

"Dengan catatan hasil data asesmen nasional yang dikeluarkan dalam laporan pendidikan itu harus dibuka jangan ditutup," pungkasnya.

Baca juga:

pendidikan
JPPI
kesejahteraan guru
pemerataan kualitas pendidikan
sekolah unggul terintegrasi

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...