Presiden Jokowi telah meneken PP 21/2024 tentang Tabungan Perumahan Rakyat. Salah satu isinya adalah pemotongan gaji karyawan untuk Tapera.
Penulis: Astri Septiani
Editor: Agus Lukman

KBR, Jakarta - Presiden Joko Widodo baru saja menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tabungan Perumahan Rakyat.
Salah satu isinya adalah pemotongan gaji karyawan untuk Tapera. Potongan ini dulu dikhususkan bagi pegawai negeri sipil dengan nama iuran Tabungan Perumahan (Taperum). Tapi kini, potongan diberlakukan untuk seluruh pekerja, baik negeri maupun swasta.
Bagi pekerja mandiri, gaji dipotong 3 persen. Sedangkan pekerja swasta, pemotongan ditanggung bersama. Pemberi kerja menanggung 0,5 persen sedangkan pekerja sebesar 2,5 persen.
Presiden Joko Widodo mengatakan, pemerintah sudah menghitung cermat besaran iuran Tapera yang ditanggung peserta.
"Seperti dulu waktu BPJS, di luar yang PBI yang gratis 96 juta, kan juga rame. Tapi setelah berjalan, kan saya kira merasakan manfaatnya, bahwa rumah sakit tidak dipungut biaya, hal-hal seperti itu yang akan dirasakan setelah berjalan. Kalau belum biasanya pro dan kontra," kata Jokowi kepada wartawan, Senin (27/5/2024).
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono memastikan, pegawai swasta yang menjadi peserta Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), tidak akan kehilang uang yang telah dipotong dari gaji itu. Potongan 3 persen gaji itu akan tersimpan dalam rekening Tapera dan bisa digunakan untuk membeli rumah.
"Tapera itu memang tabungan, bukan dipotong terus hilang uangnya. Itu tabungan anggota untuk nanti dia mendapatkan bantuan membangun rumah," ujar Basuki di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Selasa (28/5/2024).
Baca juga:
- Pro Kontra Iuran Tapera, Jokowi Klaim Sudah Dihitung
- Permudah Beli Rumah Subsidi, Kementerian PUPR Luncurkan Tapera Mobile
Meski begitu, rencana pemotongan gaji untuk Taperan itu dipersoalkan, bahkan ditolak. Walaupun aturan itu dikeluarkan sebagai turunan dari Undang-undang Nomor 4 tahun 2026 tentang Tabungan Perumahan Rakyat.
Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar mengatakan, DPR akan memanggil pemerintah untuk menjelaskan program tersebut. Selain memanggil pemerintah, DPR juga bakal membuka ruang untuk pihak bank dan buruh atau pekerja yang terdampak.
"Akan memanggil pihak-pihak dari pelaksanaan itu sehingga jangan memberatkan apalagi di tengah ketidakberdayaan ekonomi kita. Oleh karena itu kita harus evaluasi dan tidak membuat beban baru," ujar Muhaimin usai rapat Paripurna DPR, Selasa, (28/5/2024).
Ditolak Kalangan Pekerja
Sementara itu, kalangan buruh merasa potongan upah tiga persen gaji untuk iuran Tabungan Perumahan Rakyat akan menambah beban pengeluaran.
Ketua Umum Federasi Serikat Buruh Perempuan Indonesia (FSBPI), Jumisih menilai aturan turunan ini tidak disosialisasikan ke pekerja secara jelas. Karena itu wajar jika muncul banyak kekhawatiran.
"Yang paling awal yang harus dilakukan pemerintah itu adalah mengajak buruh rembukan. Jadi kebijakan itu lahirnya dari kebutuhan buruh bukan dari atas. Jadi pertanyaan kemudian adalah, apakah pemerintah itu sudah mengajak teman-teman buruh untuk berbicara tentang potongan upah itu atau belum. Lalu apakah benar kebutuhan utama saat ini adalah rumah atau ada kebutuhan lain, seperti pendidikan anak buruh atau yang lain. Kayaknya itu belum ada dialog intensif bukan formalitas," ujar Jumisih kepada KBR, Selasa (28/5/2024).
Seorang warga Jakarta, bernama Fina tidak setuju dengan potongan Tapera bagi karyawan.
Ia menilai aturan ini memberatkan, sebab realitanya masih banyak pekerja yang gajinya di kisaran UMR, atau bahkan lebih rendah.
"Itupun sebenarnya kan jatuhnya memaksa ya. Jadinya memaksa dari buruh bahkan sebenarnya misalkan memang mau pun mungkin untuk golongan gaji tertentu mungkin. Maksudnya oke diikutsertakan pegawai swasta tapi mungkin untuk gaji tertentu misalkan batasan gajinya yang mungkin misalnya batasan gajinya 10 juta gitu. Nah itu diikutsertakan enggak masalah. Harusnya sih oke gitu. Tapi untuk di bawah 10 kayaknya enggak deh," kata Fina kepada KBR (29/05/24).
Baca juga:
- Pemenuhan Kebutuhan Rumah Melalui Tapera Dinilai Tidak Realistis
- Buruh Desak Pemerintah Batalkan Iuran Tapera
Pemerintah Didorong Mencabut Aturan soal Pemotongan Gaji untuk Iuran Tapera
Penolakan juga disampaikan Dani, seorang pegawai swasta di Jakarta. Ia meminta pemerintah membatalkan rencana pemotongan gaji untuk Tapera. Ia menyatakan, pemerintah tak berhak mengatur masyarakat terkait pembelian rumah. Sebab tidak semua orang berniat membeli rumah. Seperti dirinya yang menyatakan lebih memilih menyewa rumah.
"Langsung aja lah dibatalin. Ngapain? Nggak usah pakai aturan turunan. Ya udah batal aja gitu. Karena ini menurutku kalau sekarang ini tetap dilanjutin nggak ada jaminan ke depannya ada potongan-potongan enggak masuk akal lagi yang diteken pemerintah gitu. Kalau sekarang kita kayak 'Oh ya udah nggak papa toh cuman dua setengah persen' ya nggak bisa. Kalau misalnya ternyata Oh ntar ada potongan lagi nih ini untuk wajib A,B,C kayak gitu-gitu langsung aja batalin nggak usah ada lagi deh aturan-aturan nggak jelas kayak gini," kata Dani kepada KBR (29/05/24).
Editor: Agus Luqman