Salah satu kriminalisasi yang terjadi pada pembela HAM lingkungan adalah saat bersuara tentang perusakan akibat pembangunan PSN.
Penulis: Heru Haetami
Editor: R. Fadli
KBR, Jakarta - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat, pengaduan perempuan pembela hak asasi manusia (HAM) sektor lingkungan menjadi aduan terbanyak.
Komisioner Komnas Perempuan, Theresia Iswarini mengatakan, salah satu kriminalisasi yang terjadi pada pembela HAM lingkungan adalah saat bersuara tentang perusakan akibat pembangunan program strategis nasional.
"Yang kemudian kami lihat (aduan) perempuan pembela HAM itu yang paling banyak sumber daya alam memang, lingkungan sumber daya alam. Sebaran isunya kekerasan terhadap perempuan sumber daya alam 12. Ini yang termasuk paling banyak." ujar Rini dalam acara peluncuran dan sosialisasi peraturan Anti-SLAPP, di Jakarta, Rabu, (25/9/2024).
Anti-Strategic Lawsuit Against Public Participation (Anti-SLAPP) atau Perlindungan Hukum terhadap Partisipasi Masyarakat. Anti-SLAPP adalah salah satu ketentuan untuk melindungi pejuang lingkungan dan HAM dari serangan hukum.
"Pengaduan-pengaduan yang muncul, ini memperlihatkan bahwa jadi kayak tren gitu ya. Perempuan pembelahan HAM, KTP kekerasan terhadap perempuan banyak. Terutama isu kekerasan seksual, tapi juga ketika program-program strategis nasional pengaruhnya juga banyak di perempuan pembela HAM," imbuhnya.
Iswarini mengungkapkan, pada 2016 sampai 2019 Komnas Perempuan menerima 20 laporan protes terhadap perusahaan pertambangan atau perkebunan.
Kata dia, dampak yang ditimbulkan yakni sumber-sumber penghidupan perempuan hancur, terjadi kriminalisasi, menjadi orang tua tunggal ketika pasangan ditahan karena protes, serta dampak kesehatan dan sosial lainnya.
Sementara pada 2020, Komnas Perempuan menerima pengaduan kasus kekerasan terhadap perempuan dalam konflik persengketaan, perampasan lahan, dan kasus pertambangan.
Iswarini menyebut, berdasarkan catatan dari laporan pengaduan tersebut, wilayah yang paling terdampak yakni wilayah timur.
“Wilayah timur yakni Papua, Sulawesi, NTT, Maluku, Maluku Utara, itu adalah wilayah dengan perempuan pembela HAM yang terbanyak melapor," katanya.
Iswarini mengatakan, saat ini upaya pemulihan bagi perempuan korban kriminalisasi masih minim. Selain itu, kata dia, aparat semestinya mengedepankan keadilan restoratif, sehingga kasus dapat dihentikan sejak awal dan korban mendapat pemulihan lingkungan.
Padahal kata dia, peraturan Anti-SLAPP selain mencegah kriminalisasi aktivis juga telah mengakomodir upaya pemulihan tersebut.
Baca juga:
Kompolnas Sebut Polisi Sangat Awam Penanganan Kasus SLAPP