Dinas Perhubungan DKI bersama Dinas Perhubungan Kota Bekasi berencana mengoperasikan kembali APTB (angkutan perbatasan terintegrasi busway) jalur Bekasi-Kampung Rambutan, mulai akhir bulan ini, setelah dibekukan hampir setahun.
Penulis: Aris Santoso
Editor:

Dinas Perhubungan DKI bersama Dinas Perhubungan Kota Bekasi berencana mengoperasikan kembali APTB (angkutan perbatasan terintegrasi busway) jalur Bekasi-Kampung Rambutan, mulai akhir bulan ini, setelah dibekukan hampir setahun. APTB merupakan proyek bersama antara Dishub DKI Jakarta, Perusahaan Pengangkutan Djakarta (PPD), dan Pemkot Bekasi, Jawa Barat, sebagai salah satu upaya menekan kemacetan lalu lintas di Ibukota, dengan mendorong warga untuk berpindah ke moda transportasi umum.
Dalam pantauan PortalKBR.com, minat masyarakat Bekasi terhadap APTB sangatlah rendah. Seperti terlihat pada APTB rute Bekasi-Pulogadung, yang rata-rata hanya mengangkut lima penumpang sekali jalan, dari kapasitas 48 tempat duduk. APTB Bekasi-Pulogadung adalah rute yang sampai sekarang masih aktif operasional, sejak diluncurkan sekitar setahun lalu.
Dalam catatan pihak Dishub Kota Bekasi, dalam perjalanannya selama hampir satu tahun, operator APTB rute Bekasi-Pulogadung menelan kerugian rata-rata Rp 6 juta per hari. Sebagai dampak minimnya minat masyarakat menggunakan kendaraan umum tersebut.
Terkait rencana pengoperasian kembali APTB rute Bekasi-Kampung Rambutan, pengamat transportasi Yayat Supriatna, saat dihubungi PortalKBR, mengingatkan, agar persiapan ke arah sana benar-benar matang, jangan sampai mengulang pengalaman sebelumnya, di mana APTB Bekasi sempat berhenti beroperasi karena protes dari angkutan umum lain, yang lebih dahulu beroperasi di jalur yang sama.
“Mereka selama ini sudah kesulitan mencari penumpang, kemudian ada pesaing di rute yang sama, jelas mereka merasa terancam,” tambah Yayat.
Selama ini sudah bus Mayasari Bakti yang secara reguler melayani trayek Bekasi-Kampung Rambutan, karenanya perlu diambil langkah bijaksana untuk menghindari bentrokan antar awak bus di lapangan. Yayat mengusulkan, agar para pengusaha bus dilibatkan dalam konsorsium, jangan hanya dimonopoli PPD.
“Ini seperti model pengelolaan busway di Jakarta, yang merupakan konsorsium, agar pengusaha bus itu juga merasa memiliki APTB,” tambah Yayat.