SAGA
"Karut-marut pengelolaan MBG mulai terlihat: penyaluran anggaran yang panjang, pemilihan mitra yang tak transparan, hingga akrobat terabas aturan."
Presiden Prabowo Subianto (kanan) di SDN 03 Jati Pulogadung Jakarta dan murid SMP Negeri 3 Denpasar Bali penerima MBG (kiri). ANTARA FOTO/Aditya-Fikri
KBR, Jakarta - Biasanya sekitar pukul 08.00 WIB, ratusan porsi dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) sudah tersusun rapi di dekat gerbang SDN Pengadegan 03 Jakarta Selatan. Dari balik jendela kelas, para murid sesekali mengintip, "menu apa lagi hari ini ya?"
Anak-anak sukanya menu ayam, kata Kepala SDN Pengadegan 03 Jakarta Selatan Yayah Fitriah.
Namun, pagi itu tanggal 9 April, tidak ada paket makanan yang diantar. Ada apa gerangan, pikir para murid.
Yayah mencoba menenangkan anak didiknya.
"Ya kami enggak ingin saja sih. Fokus membuat karakter anak-anak baik-baik saja. Karena ranah kita kan ranah pendidikan ya, kami membentuknya karakter anak sopan, harus berterima kasih, bersyukur selalu, fokusnya ke situ," kata Yayah saat ditemui KBR, Kamis (15/5/2025).
Banyak siswa sudah kadung tak bawa bekal dari rumah. Mereka akhirnya memilih jajan di sekitar sekolah.
SDN Pengadegan 03 menjalani beberapa hari itu tanpa makan bergizi gratis.
"Itu kan kemarin bermasalah gara-gara enggak dibayar ya. Dua minggu lah kalau enggak salah ya," demikian penuturan salah satu orangtua murid yang enggan disebut namanya.
Yayah, sang kepala sekolah, juga tahu MBG disetop karena ada skandal keuangan di dapur mitra. Namun, tak ada yang bisa dia perbuat, karena sekolah tak terlibat.
"Kami selalu berbaik sangka saja ya, mungkin proses atau prosedur lah gitu. Meskipun secara media kan gitu semua bisa mengakses dan membaca di media. Sekarang kan dunia sudah terbuka, enggak bisa ditutupi. Bagi kami itu mungkin persoalan yang bukan ranah kami, gitu saja," ujar perempuan 54 tahun ini.
SDN Pengadegan 03 Jakarta Selatan. (KBR/Heru Haetami)
Selain SDN Pengadegan 03 Jakarta Selatan, ada beberapa sekolah lain yang sempat terimbas kisruh dapur mitra MBG yang berlokasi di Kalibata, Jakarta Selatan.
Pemilik dapur, Ira Mesra, menuding Yayasan Media Berkat Nusantara (MBN) menyelewengkan dana hampir Rp1 miliar.
Ira melalui kuasa hukumnya, Danna Harly Putra, mengklaim uang itu sebagai tunggakan pembayaran katering MBG selama dua bulan, yang belum dibayar yayasan.
"Uang dari yayasan Rp375 juta sekian itu mereka kirim ke kami. Padahal tagihannya kami kan Rp975 juta. Selisihnya itu mereka langsung potong. Dan mereka juga potong invoice-invoice yang mereka tagihkan ke kami secara sepihak. Makanya mereka cuma kirim Rp375 juta," kata Danna di Polres Jakarta Selatan, Rabu (7/5/2025).
Yayasan MBN mengelak. Mereka berdalih, Ira lah yang tak patuh prosedur, karena meminta uang tanpa menyertakan bukti tagihan. Sistem reimburse ini ditetapkan BGN sebagai petunjuk teknis (juknis) penyaluran dana MBG.
"Kalau alur pembayaran ya pasti dari BGN dulu dong. Pasti dari BGN, datang ke yayasan, makanya tadi saya sampaikan. Masih ada di sini uangnya. Masih ada dan tidak keluar ke mana-mana. Pertanyaannya, data konkret untuk melakukan klaim. Ya bapak, bapak dan ibu kan juga pasti ke kantor ada klaim dong. Setelah jadi akomodasi, transportasi kan pasti ada klaim. Nah, apakah data tersebut sudah disampaikan," kata kuasa hukum Yayasan MBN Timothy Ezra Simanjuntak dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (25/4/2025).
Usai kasus ini mencuat, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengganti sistem reimburse menjadi pembayaran di muka.
Kisruh di dapur mitra Kalibata menguak fakta tentang panjangnya rantai koordinasi dan penyaluran MBG.
Dapur Ira di Kalibata bukan mitra langsung BGN, tetapi diperantarai Yayasan MBN, yang diketuai seseorang bernama Yunita.
Berdasarkan penelusuran KBR, yayasan ini baru seumur jagung. Didirikan pada 31 Januari 2025, tapi langsung kebagian proyek MBG, dua pekan kemudian, tepatnya 14 Februari 2025.
Yayasan MBN lantas menggandeng Ira, pengusaha katering, sebagai mitra penyedia MBG.
Kejanggalan juga ditemukan dalam dokumen kontrak kerja sama MBN dengan Ira. Di dokumen itu, nama Yunita justru tak tertera. Tapi ada dua nama baru: Gina Rosalina dan Mae Imaniar.
Makin aneh, karena keduanya ditulis sebagai pihak dari Yayasan Dapur Pancoran, lagi-lagi nama baru.
Gina dan Mae diklaim sebagai koordinator pengawas yang ditunjuk yayasan.
Kuasa hukum Yayasan MBN Timothy Ezra mengklaim tak ada yang salah dari kontrak itu.
"Kan dalam misalnya konstruksi boleh-boleh aja. Gitu kan. Karena kan yang lebih in-charge lebih in-charge di dalam itu kan mereka berdua. Karena kalau ketua yayasan kan posisinya ada dapur-dapur yang lain. Masih ada lagi," ujar Ezra.
Kasus ini berlanjut ke Polres Jakarta Selatan. Pihak yayasan dilaporkan atas dugaan menyelewengkan dana MBG.
Mae, disebut-sebut sebagai pihak yang bertanggung jawab mengatur keluar-masuk uang di yayasan MBN. Dia membantah.
“Itu dia, itu tuduhan yang tidak mendasar,” katanya di sela konferensi pers di Jakarta, Jumat (25/4/2025).
Konferensi pers dari Yayasan Media Berkat Nusantara (MBN). Kuasa hukum Yayasan MBN Timothy Ezra Simanjuntak (kedua dari kanan) dan Koordinator Pengawas Mae Imaniar (kedua dari kiri), Jumat (25/4/2025). (KBR/Heru Haetami)
Peneliti Seknas Fitra Gurnadi Ridwan berpandangan, perjanjian kerja sama yang melibatkan banyak pihak itu tak wajar.
"Karena ada yang menggunakan pribadi, ada yang menggunakan yayasan, biasanya kalau konsorsium kan setara, misalnya sama-sama lembaga, cuman kalau yang bercampur ini, yang saya tidak paham sebenarnya, baru saya temukan, ada yang atas nama pribadi, ada yang menggunakan lembaga, itu sih yang baru," kata Gurnadi kepada KBR, Selasa (6/5/2025).
Dalam dokumen Petunjuk Teknis (Juknis) Makan Bergizi Gratis per 9 April, juga tak diatur ketat perjanjian kerja sama antara yayasan dan dapur mitra.
"Seharusnya kan, Badan Gizi Nasional, dalam hal ini yang merupakan kuasa anggaran itu, harusnya juga punya sebuah mekanisme baku, sehingga dalam kontrak itu jadi lebih jelas dan tidak ambigu," ujar pria yang biasa disapa Adi tersebut.
Skandal dapur MBG di Kalibata juga disorot Ombudsman.
Menurut Komisioner Ombudsman Yeka Hendra Fatika, banyak yayasan abal-abal muncul demi mendapatkan proyek MBG.
"Ternyata saya melihat bahwa bergentayangan lah calo-calo yayasan. Tetapi sudah disepakati dan sudah dijalankan bahwa untuk ke depan ini BGN sudah meminta Kemenkumham untuk mempermudah proses yayasan terutama bagi masyarakat yang sudah memiliki kesiapan berkontribusi dalam membentuk atau membangun dapurnya," kata dia dalam konferensi pers usai menerima kunjungan Kepala BGN Dadan Hindayana di kantor Ombudsman, Rabu (14/5/2025).
Ombudsman menerima berbagai keluhan dan aduan soal MBG sejak program unggulan Prabowo-Gibran itu dimulai pada 6 Januari 2025.
Transparansi dan akuntabilitas menjadi dua hal yang paling banyak dipertanyakan.
"Ya memang diakui bahwa selama dari Januari sampai April lah kami catat banyak persoalan-persoalan di lapangan. Karena Ombudsman melihat program ini belum didukung oleh kebijakan anggaran yang memadai," tuturnya.
Ombudsman bakal turun mengawasi kinerja yayasan atau mitra yang mendapat proyek MBG.
"Jadi pengawasan yayasan dalam pelaksanaan program MBG ini akan kami pantau, kami akan melakukan uji petik di 34 provinsi, berikutnya akan konsentrasi di apakah semua SOP sudah dijalankan oleh yayasan," ujar bekas Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi tersebut.
Yeka mengendus praktik kotor yang melibatkan yayasan di program ini.
"Dan kami sudah mulai juga melihat bahwa calo-calo yayasan gitu, sudah rasanya nanti di Mei atau Juni ini sudah pada out lah karena sudah tidak ada ruang lagi bagi mereka untuk bermain-main di program ini."
Baca juga:
Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan kejanggalan dalam mekanisme pengelolaan anggaran MBG.
Karena berstatus bantuan pemerintah, anggaran MBG mestinya disalurkan langsung ke penerima manfaat, bukan malah bermitra dengan yayasan atau pihak ketiga.
"Jadi karena memang skemanya banper, bantuan pemerintah, mereka gak butuh tender dan lain sebagainya," kata Peneliti ICW Dewi Anggraini saat dihubungi KBR, Rabu (7/5/2025).
"Jadi kalau misalnya tadi bisa kita bilang ini aji mumpung nih, yayasan ini dibuat untuk bisa kerja sama dan dapat MBG, ya memang dugaan kami begitu. Pasti banyak banget yang kayak gini posisinya, didirikan berdekatan untuk dapat proyek MBG ini," imbuhnya.
Program MBG dikritik karena serba tertutup. Para peneliti ICW kesulitan melakukan pemantauan karena minimnya informasi yang dibuka ke publik.
Menurut mereka, susah sekali mengulik data yayasan atau mitra MBG dan mengapa mereka yang dipilih.
"Ya karena setertutup itu, makanya bisa kami bilang potensi konflik kepentingannya tinggi. Jadi kalau tadi mau mempersoalkan dua minggu sebelum (baru bikin yayasan), ya itu menjadi temuan umum sih rasanya. Dan mungkin, dan aku yakin itu pasti banyak di wilayah Indonesia ini yang kerjasama untuk proyek MBG," ujarnya.
Pemilik dapur mitra MBG di Kalibata, Jakarta Selatan, Ira Mesra (kiri), usai menjalani pemeriksaan di Polres Jakarta Selatan, Rabu (7/5/2025). (KBR/Heru Haetami)
Meski berkasus dan banyak dikritik, skema MBG dengan melibatkan pihak ketiga, masih dipertahankan pemerintah.
Sistem kerja sama seperti dapur Ira di Kalibata dengan yayasan pun tetap diperbolehkan. Malah, BGN menyodorkan daftar yayasan yang bisa dirangkul.
Hal itu disampaikan Dadan saat rapat bersama Komisi IX DPR, Selasa (6/5/2025).
"Jika pemilik fasilitas belum punya yayasan, nanti Badan Gizi akan merekomendasikan yayasan-yayasan yang bisa digunakan sementara sebelum pemilik fasilitas memiliki yayasan sendiri. Contohnya Eka Bhayangkari atau yang berafiliasi dengan Angkatan Darat itu apa ya, Kartika Eka Paksi, seperti itu. Karena hanya satu di seluruh Indonesia dan kita tahu ketua dewan pembinaannya siapa, sehingga kita bisa mudah berhubungan jika terjadi masalah," kata dia di hadapan anggota dewan.
Menurut Dewi Anggraeni dari ICW, skema seperti ini justru menguntungkan yayasan atau pihak ketiga.
"Enak makanya jadi yayasan. Enggak perlu masak, tapi terima uang. Tinggal buat PT-nya atau daftar ke AHU (Kementerian Hukum) gitu ya dua minggu," kata Dewi.
Dalam petunjuk teknis MBG, biaya per porsi dipatok Rp15 ribu, tetapi sejatinya hanya Rp10 ribu yang diolah dapur sampai terhidang ke penerima manfaat.
"Nah dari Rp15.000 itu kemudian yang diberikan ke dapur itu Rp10.000. Dan ini katanya sesuai ketentuan di BGN. Nah sisa Rp5.000-nya ini dipakai untuk misalnya dapurnya masih sewa, nanti yayasannya ini untuk bayar sewa gitu ya," ungkap Dewi.
Dalam dokumen kontrak kerja sama antara yayasan dan dapur mitra di Kalibata misalnya, ada alokasi Rp2.500 yang menjadi hak yayasan untuk biaya operasional.
Rantai panjang penyaluran MBG juga menjadi catatan para ekonom di CELIOS. Jika pihak ketiga atau perantara dicoret, biaya per porsi bagi siswa dan ibu hamil bisa lebih besar.
Hal lain yang dipertanyakan adalah mekanisme pemilihan yayasan yang kental aroma bagi-bagi proyek.
Peneliti CELIOS Galau Muhammad mengatakan tiap proyek yang didanai negara, seharusnya melalui proses lelang di Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Proses ini yang diduga kuat diterabas.
"Padahal dalam ketentuan kita itu mewajibkan adanya penyertaan dalam sistem LKPP. Nah kemudian yang dikecualikan adalah MBG. Nah ini jadi pertanyaan menarik. Kita sudah punya sistemnya selama ini dalam pengadaan barang dan jasa, keseluruhan itu diwajibkan. Cuman kenapa MBG dikeluarkan dari sistem itu? Justru ada penunjukan langsung dan sebagainya," kata Galau saat dihubungi KBR, Jumat (9/5/2025).
Belakangan, terungkap BGN mengajukan empat proyek pengadaan barang/jasa senilai Rp1,3 triliun, dengan skema penunjukan langsung, bukan lelang atau tender.
Langkah ini melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Alih-alih membatalkan proyek, malah aturannya yang diubah.
Presiden Prabowo merevisi Perpres yang mengecualikan program prioritas pemerintah, bantuan pemerintah, dan bantuan presiden dari kewajiban mengadakan lelang.
Skema penunjukan langsung menjadi sah, berdasarkan Pasal 38 Ayat 5 Perpres yang diteken 30 April 2025 tersebut.
"Karena praktik kita menjelaskan ada banyak sekali penyimpangan terhadap aturan, yang itu tidak pernah dianggap sebagai satu tindakan ilegal. Seharusnya aturannya mewajibkan ada LKPP pengadaan. Seharusnya kita punya standar operasional yang ketat, yang tidak kemudian direvisi beberapa minggu setelah implementasi," kritik Galau.
Akrobat Prabowo mengingatkan pada sepak terjang pendahulunya, Presiden ke-7 Jokowi, saat memuluskan Program Strategis Nasional (PSN).
Di era Prabowo, MBG termasuk program unggulan atau quick wins di 100 hari pertama pemerintahannya.
"Ya sama seperti mega proyek PSN, yang kemudian ini versi Prabowo saja," kata Galau.
Dia menyayangkan instansi yang berwenang tak kunjung menelisik program MBG.
"Makanya seharusnya KPK masuk dalam proses ini. BPK masuk dalam proses ini. Pengawasan harus melibatkan semua aktor auditor internal maupun auditor eksternal," ujarnya.
Koalisi masyarakat sipil, termasuk CELIOS, ICW, dan CISDI, sudah berulang kali mengkritik program MBG sebagai proyek ambisius.
Berbagai kajian telah dibeberkan, termasuk tawaran solusi berupa konsep MBG yang lebih baik, tetapi tak digubris.
"Jadi itu ibarat kita sedang berlayar, kita sedang dipaksa untuk berlayar kapal ini, tapi sembari membangun kapal. Jadi agak kesulitan juga bahwa permasalahannya adalah kenapa kita memulai pelayaran ini lebih awal ketika kapal tidak siap."
Kisruh dapur mitra di Kalibata, juga kasus-kasus keracunan menu MBG, adalah potret nyata inkompetensi pemerintah dalam mengemban mandat rakyat.
Penulis: Wahyu Setiawan, Heru Haetami, Astri Yuanasari
Editor: Ninik Yuniati