Article Image

SAGA

Unjuk Gigi Anak Down Syndrome Melenggang di Catwalk

"Merayakan bulan kesadaran down syndrome setiap Oktober, tahun ini POTADS mengadakan acara fashion show yang modelnya adalah anak down syndrome."

Down Syndrome Fashion Week diadakan POTADS tanggal 14-16 Oktober 2022 sebagai peringatan bulan kesadaran down syndrome. (Dok: KBR/ Valda)

KBR, Jakarta- Siang itu jadi momen spesial bagi puluhan anak penyandang down syndrome. Mereka adalah bintang dalam peragaan busana yang digelar Yayasan Para Orang Tua Anak Down Syndrome (POTADS).

Bertempat di sebuah kafe di Jakarta Selatan, anak-anak berkebutuhan khusus itu berlenggak-lenggok di atas catwalk. Berbagai koleksi pakaian, scarf dan sepatu dari desainer dalam negeri dipamerkan para model cilik ini.

Acara fashion show ini merupakan salah satu rangkaian acara dari perayaan bulan kesadaran down syndrome yang berlangsung setiap bulan Oktober. Tahun ini POTADS mengangkat tema Let’s Rise Up Down Syndrome Awareness, Ketua Umum Para Orang Tua Anak Down Syndrome, Eliza Oktavianti Rogi berharap melalui kegiatan ini stigma terhadap anak-anak berkebutuhan khusus bisa diakhiri.

“Kita tunjukkan anak-anak ini punya potensi, mereka punya harapan yang bisa dikembangkan seperti manusia atau individu pada umumnya,” kata Eliza.

Baca juga: Jaga Generasi Suku Duano dengan Imunisasi

Puluhan anak down syndrome tampil di catwalk memeragakan koleksi scarf dari brand Lamani dan Athaya shoes. (Dok: KBR/ Valda)

Menurut Eliza, penyandang down syndrome memang punya keterbatasan, tetapi mereka juga punya potensi untuk dikembangkan. Bidang olahraga seperti renang dan atletik banyak dipilih sebagai penyaluran minat anak down syndrome. Adapun di bidang seni, anak down syndrome bisa mengekspresikan bakatnya melalui kegiatan peragaan busana.

“Kesempatan anak-anak down syndrome untuk tampil itu belum banyak. Jadi fashion show ini boleh dibilang belum pernah ada. Kita bantu orang tua sebenarnya, memberikan wadah bagi mereka untuk menunjukkan talenta,” jelasnya.

Alasan lain Eliza memilih fashion show karena biasanya ada brand yang tertarik mengangkat anak-anak down syndrome. Ajang ini makin menarik karena memanfaatkan hype Citayam Fashion Week yang sempat ramai beberapa waktu lalu.

“Citayam Fashion Week kan masih ngetren kemarin, supaya masyarakat bisa notice 'oh ini acara down syndrome fashion week,” ujar Ketua Umum POTADS ini.

Persiapan acara membutuhkan waktu tiga bulan. Panitia membuka audisi dan penjurian untuk memilih para peraga busana. Syaratnya anak down syndrome harus mandiri dan kooperatif. Ada 80 pendaftar yang datang dari wilayah Jabodetabek, namun hanya 63 orang yang terpilih.

“Ada jurinya yang independen dan kompeten, karena terbuka untuk semua termasuk panitia,” kata Eliza.

Baca juga: Sepeda Adaptif untuk Permudah Akses Difabel

Anak down syndrome tampil di acara fashion show setelah melewati audisi. (Dok: KBR/ Valda)

Puluhan model lantas dibagi berdasarkan usia, yakni mereka yang di atas 10 tahun, dan di bawahnya. Ada delapan brand fesyen yang berpartisipasi seperti Lutfie Ghani, Athaya Shoes, Pesona Sasirangan, dan Boho Panna. Baju dan sepatu yang dikenakan para model bisa mereka miliki secara cuma-cuma.

“Mereka tampil lebih baik dari ketika di audisi itu yang jadi surprise banget bagi kita, itu luar biasa,” ujarnya.

Orang tua memiliki peran penting di balik keberhasilan anak-anak down syndrome di catwalk

“Orang tua itu sangat antusias. Mereka di rumah membantu menyiapkan anak-anak. Kita agak bingung juga ketika mau latihan khusus karena kita kan jadwalnya beda-beda,” jelas Eliza.

Banyak tantangan yang dihadapi POTADS saat membuat acara fashion show ini. Misalnya sewaktu mencari desainer.

“Terus terang ga mudah tapi last minute tambah banyak, awalnya hanya sekitar 4 desainer, makin ke sini makin banyak,” ucapnya.

Hingga saat ini, kata Eliza, belum ada bantuan dari pemerintah yang signifikan ke acara POTADS.

“Baru kemarin doang diajak beraudiensi dengan Kemenkes, mudah-mudahan ada titik cerah,” tutup Eliza.

Baca juga: Pergumulan Penyintas Kusta Lawan Stigma dan Berdaya

Ketua Umum POTADS Eliza Oktavianti menyebut orang tua punya peran penting dalam membimbing anak down syndrome berjalan di peragaan busana. (Dok: KBR/ Valda)

Kegiatan peragaan busana ini diapresiasi orang tua anak down syndrome, salah satunya Nini Andrini. 

Anaknya, Namira Zamira turut melenggang di catwalk.

“Secara keseluruhan bagus banget karena ini ajang melatih kepercayaan diri anak-anak berkebutuhan khusus, khususnya down syndrome,” ujar Nini.

Namira terpilih sebagai model yang memperagakan pakaian dan sepatu. Nini pun mendorong putrinya untuk berpartisipasi, begitu melihat pengumuman di media sosial.

“Ikut audisi, lolos, ikutan jalan. Namira kan sudah biasa catwalk, jadi udah biasa di depan umum,” ujar perempuan asal Jakarta ini.

Baca juga: Lewat Seni, Berdayakan Penyandang Skizofrenia

Namira Zania sudah melenggang di catwalk sejak 2018 saat Jakarta Fashion Week. (Dok: KBR/ Valda).

Sebelum melenggang di POTADS Namira terpilih menjadi model di Jakarta Fashion Week 2018 dan 2019. Nini melihat potensi putrinya ini sedari kecil.

“Acara fashion show ini kan hampir 80% kebutuhannya harus kita siapkan sendiri, jadi lebih complicated, tapi seru,” katanya.

Dukungan penuh Nini terhadap Namira, merupakan salah satu ikhtiarnya menepis stigma negatif terhadap anak down syndrome. Ia menegaskan putrinya berhak hidup layak seperti anak-anak lain.

“Namira lahir tahun 1997, stigmanya waktu itu jelek banget, itu yang coba saya patahkan, Namira masuknya lewat seni,” ungkap Nini.

Baca juga: Kota Ramah Difabel di Mata Atlet Muda Berprestasi

Nini Andrini (kanan) mendukung putrinya Namira Zamira mengoptimalkan bakatnya di catwalk. Harapannya stigma terhadap anak down syndrome bisa ditepis. (Dok: KBR/ Valda)

Meski kampanye kesadaran terhadap down syndrome sudah menjamur, tetap saja masih ada yang meremehkan anak-anak berkebutuhan khusus ini.

“Anak-anak ini juga bisa lho untuk tampil, mereka ini lebih ke passion-nya daripada IQ-nya. Mereka akan sukses di dunia seperti ini,” ujarnya.

Ia juga berharap publik makin melek dan inklusif. Pasalnya, lingkungan yang ramah bisa menjamin tumbuh kembang anak dengan down syndrome.

“Akan sangat bahagia sekali kalau acara itu dibuat bukan oleh lingkungan kami, karena dari anak down syndrome ini banyak yang punya bakat menjadi seorang peragawan atau peragawati,” pungkasnya.

Penulis: Valda Kustarini

Editor: Ninik Yuniati