SAGA
Suraji bersama anggota Sepedaptif saat acara gowes bareng komunitas pesepeda di MRT Bundaran HI, Jakarta. (Foto: KBR/Ninik).
KBR, Jakarta - Minggu pagi itu jadi milik Suraji. Pria difabel berusia 57 tahun ini mendapat sepeda baru.
Sepasang kakinya yang lumpuh, tak jadi hambatan Suraji mengayuh sepeda bersama puluhan anggota komunitas Bike to Work dan Sepedaptif.
Senyum tersungging di bibir Suraji selama melintasi kawasan Gelora Bung Karno, Senayan hingga ke MRT Bundaran HI.
“Alhamdulillah mudah-mudahan lebih enak lebih nyaman. Bersyukur dari komunitas sepeda ini memperhatikan saya,” ucap warga Bekasi, Jawa Barat ini.
Sepeda roda tiga itu bakal dipakai Suraji untuk bekerja. Sehari-hari, ia mangkal di depan Gedung TVRI, Senayan, Jakarta, berjualan koran dan pulsa.
Profesi ini dilakoninya selama lebih dari 40 tahun. Saat masih muda, ia kuat berkeliling Jakarta untuk mencari pelanggan.
“Faktor usia, sudah lelah. Kalau keliling terus, takutnya ada kendala, kecelakaan. Kita standby sajalah. Rezeki saya, Insya Allah, datang pelanggan itu nyamperin, nyariin saya. Alhamdulillah kita bisa nyekolahin anak-anak. Yang pertama kuliah sampai selesai,” ujar dia.
Baca juga: Kota Ramah Difabel di Mata Atlet Muda Berprestasi
Suraji dan sepeda tangan (handybike) yang diproduksi Sepedaptif untuk mempermudah mobilitasnya saat jualan koran dan pulsa di depan TVRI. (Foto: KBR/Ninik).
Semangat Suraji melecut kepedulian sembilan anak muda di komunitas Sepedaptif. Mereka merancang dan membikin sepeda roda tiga khusus untuk Suraji.
Proses penggarapannya sekitar 3 bulan.
“Kita buatkan handmade, sepeda ini hanya untuk Pak Suraji. Mungkin ketika dipakai Bu Darmilah, ga akan cocok, karena kan kakinya beda. Prosesnya tuh, kita catat dulu fitting-nya. Kita datangin rumah Pak Suraji, kita ukur. Kemauannya Pak Suraji seperti apa, misalnya, bangkunya seperti apa, dll,” kata Co-founder Sepedaptif, Muzaffar Ikhsan Wibowo yang akrab dipanggil Bowo.
Sepedaptif mendapat dana sekitar Rp50 juta dari Pertamina Foundation. Selain untuk Suraji, dana itu juga untuk memproduksi sepeda roda tiga bagi Darmilah, guru di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Dua sepeda ini merupakan proyek keempat dan kelima yang digarap sepedaptif sejak dimulai empat tahun lalu.
Baca juga: Banjarmasin Menuju Kota Inklusi
Muzaffar Ikhsan Wibowo (kiri) berfoto di samping sepeda adaptif rancangannya. Proses pembuatan selama sekitar 3 bulan dengan biaya berkisar Rp5 hingga 10 juta per unit. (Foto: KBR/Ninik).
Kata Bowo, semua itu berawal dari anak difabel bernama Raihan.
“Dia itu selama empat tahun ga keluar kamar, karena keluarganya ga support dan memang masalah ekonomi. Dia padahal punya cita-cita. Refleksinya ke anak kita. Anak saya kenapa bisa sepedaan, mungkin anak disabilitas itu tidak bisa,” kisah Bowo.
“Karena keterbatasan akses dan mobilitas, mereka menjadi tidak bergerak. Ketika tidak bergerak, kesehatannya terganggu dan akhirnya semakin terpinggirkan,” tutur warga Tangerang, Banten berusia 33 tahun ini.
Bowo mengakui produksi sepeda khusus difabel memakan biaya besar. Di luar negeri harganya bisa tembus Rp100 juta per unit.
Bowo dan rekan-rekannya berupaya menekan biaya itu hingga di kisaran Rp10 - 15 juta.
Guna memperluas akses sepeda bagi difabel, Sepedaptif menerapkan skema subsidi silang. Difabel dari kalangan mampu membantu mereka yang miskin.
“Kita buatin, tapi 20 persennya itu nanti dibuatkan sepeda gratis untuk anak kecil. Kita mau, sepeda ini dari mereka untuk mereka juga,” ujar Bowo yang bekerja di sebuah perusahaan multinasional ini.
Baca juga: Puan Penyelam Gandeng Difabel Gaungkan Kesetaraan
Sepedaptif berupaya memenuhi permintaan sepeda bagi anak berkebutuhan khusus seperti Aisyah. (Foto: KBR/Ninik).
Sepedaptif berharap proyek sosial mereka bisa memantik berbagai inisiatif lain untuk mendorong ekosistem inklusif bagi difabel.
“Kita mau bangun awareness, mudah-mudahan satu juta lebih disabilitas kayak Pak Suraji, bisa juga punya hak yang sama di jalan raya. Bukan hanya dengan sepeda adaptif, mungkin dengan kursi roda yang lebih adaptif, jalan lebih adaptif dll. Kita bisa memacu stakeholder, termasuk pemerintah, untuk memfasilitasi rekan-rekan disabilitas, akhirnya kita bisa sama, equal,” tegas Bowo.
Suraji juga menitipkan asa bagi rekan-rekannya sesama difabel. Akses mobilitas dengan sepeda bisa jadi langkah awal untuk inisiatif inklusif lainnya.
“Bagi-bagilah sama orang disabilitas yang membutuhkan sepeda, untuk semangat olahraganya supaya lebih giat lagi. Mudah-mudahan diperhatikan juga teman yang lain. Jangan saya doang, supaya rata,” tutup Suraji.
Penulis: Ninik Yuniati