SAGA
Rumah Pohon melakukan gerakan pemilahan sampah dari limbah warga. (Dok: Rumah Pohon)
KBR, Jakarta - Bau sampah samar tercium dari ujung gang H Sein, Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan, Banten. Tumpukan karung berisi aneka limbah dan barang bekas terlihat di beberapa titik. Di sekitarnya, beberapa pemulung sibuk memilah-milah sampah.
Lapak ini jadi saksi dedikasi Siti Salamah memperjuangkan kesejahteraan pemulung. Komunitas Rumah Pohon yang didirikannya, memfasilitasi akses pendidikan anak-anak pemulung dan melaksanakan pemberdayaan ekonomi. Salah satunya dengan melatih mereka teknik daur ulang limbah menjadi produk bernilai rupiah.
“Kita ngajarin ibu-ibu pemulung bikin bunga dari botol-botol, terus dijadiin anting, kalung. Harga jualnya lumayan sih mahal banget,” kata Siti Salamah.
Demi membuka peluang baru bagi pemulung, Siti tak berdiam diri dan terus meluaskan jaringannya, termasuk mengikuti Youth Action Forum 2018. Saat itu ia bersua Ranitya Nurlita, pendiri Waste Solution Hub, lembaga yang bergerak di bisnis pengelolaan sampah. Merasa satu visi, Siti lantas bergabung.
“Awalnya ngajakin kita bikin kegiatan yang melibatkan pemulung. Aku oke-oke aja, yang penting semuanya positif,” ceritanya.
Baca juga: Ada Asa di Balik Tumpukan Sampah (Bagian 1)
Peran Siti mengoordinasi pemulung dari Rumah Pohon untuk ikut proyek pemilahan sampah di Waste Solution Hub (Dok: KBR/ Valda)
Kolaborasi antara Rumah Pohon dan Waste Hub pun dimulai. Para pemulung dampingan Siti sering diajak memilah sampah, dengan bayaran lebih tinggi ketimbang penghasilan memulung sehari.
“Di 2019 kita pegang event di ICE BSD. Pemulung kita dibayar profesional, sehari itu bisa Rp200-300 ribu,” kata Siti.
Founder Waste Hub, Ranitya Nurlita atau Lita memastikan pemulung diupah layak.
“Sistem pembayaran kami harian bukan borongan, dan kami anggarkan cukup tinggi ya, hampir 2 kali lipat,” jelas Lita
Sayangnya jasa pemulung masih dipandang sebelah mata. Lita kerap harus menjelaskan alasan melibatkan pemulung dalam tiap proyek yang digarapnya.
“Kita kepengin menaikkan taraf hidup mereka juga, dan ini bukan pekerjaan yang, misal, ga halal. Cuma memang mindset masyarakat itu kayak gini,”kata Lita
Lita memandang masalah sampah bukan terbatas soal lingkungan, tetapi juga sosial. Itu sebab, model bisnis Waste Hub yang dibangunnya, tak melulu cari untung.
“Kita penginnya masyarakat memilah sampah secara baik dan benar. Aktivitas kami selalu melibatkan pemulung,” ujar perempuan berusia 30 tahun ini.
Baca juga: Kepul, Solusi Kurangi Sampah
Kesamaan visi jadi alasan Founder Waste Hub, Ranitya Nurlita berkolaborasi dengan komunitas Rumah Pohon. (Dok: Pribadi).
Di masa pandemi, aktivitas pengelolaan sampah ikut terganggu. Para pemulung kesulitan mencari barang bekas untuk dijual, karena kebijakan pembatasan. Siti dan Lita mencari cara agar para pemulung bisa bertahan.
“Kita coba bikin kelas kayak online untuk pengelolaan sampah dari rumah, itu kita ngelibatin para pemulung,” kata Siti.
Kegigihan Siti membantu pemulung diganjar penghargaan Satu Indonesia Awards 2021. Kolaborasinya dengan Waste Hub diapresiasi karena mampu membangun sistem pengelolaan sampah modern. Produsen sampah dan bank sampah saling terkoneksi, sekaligus memberdayakan ekonomi pemulung.
“Tahun 2021 itu ada tim Tempo yang ngasih tahu 'Mba Siti lolos masuk finalis'. Kagetlah, orang saya ga apply, ga ada kepikiran sama sekali karena saingannya luar biasa,” kenang Siti.
Meski terbilang sukses, perjalanan Siti penuh liku. Selama tujuh tahun mendampingi pemulung, ia sempat ditentang keluarganya. Mereka khawatir interaksi itu bakal berdampak buruk bagi Siti.
“Saya sempat di-warning,cuma pas di 2016 baru banget menang dari Kedutaan Australia. Terus saya bilang ke bapak-ibu saya, 'Saya bisa kayak gini karena kegiatan ini. Ga mungkin dong saya tinggalin,” ujarnya.
Baca juga: Naked Inc, Inisiatif Belanja Bebas Sampah
Kegiatan pemilahan sampah, kerja sama antara Rumah Pohon dan Barisan Bangun Negeri. (Dok: Rumah Pohon)
Siti pantang surut. Setelah beberapa bulan vakum karena pandemi, ia siap kembali ke lapak pemulung dan melanjutkan aktivitas pemberdayaan. Beberapa lembaga sudah mengantre untuk bermitra.
“Kemarin itu saya baru kerjasama dengan Bakrie Center Foundation. Dari Masjid Raya Bintaro juga akan mengirimkan guru-guru ngajinya khusus ke lapak-lapak pemulung," kaanya.
Ke depan, Siti berharap pemulung tak lagi mendapat stigma buruk. Mereka punya hak sama dengan warga lain untuk mendapat penghidupan layak. Kehadiran Rumah Pohon dan Waste Hub bisa jadi jalan pembuka.
“Wastepicker to the next level. Kita pengin ke niat awal kita, menjaga bumi, mengantarkan pemulung ke next level dan ga dipandang sebelah mata lagi, dan pemulung dihargai,” pungkas Siti.
Dengarkan Saga episode Ada Asa di Balik Tumpukan Sampah bagian 2 di KBRPrime, Spotify, Google Podcast, dan platfrom mendengarkan podcast lainnya.
Penulis: Valda Kustarini
Editor: Ninik Yuniati