indeks
Lonjakan Penipuan Daring: Pemuda dan Kelompok Rentan di Asia Jadi Target Utama

Penipuan daring melonjak di Asia, menargetkan pemuda dan kelompok rentan. Edukasi, teknologi AI, dan regulasi diperlukan untuk melindungi masyarakat.

Penulis: Auzan Farhansyah

Editor: Paul M Nuh

Google News
Lonjakan Penipuan Daring: Pemuda dan Kelompok Rentan di Asia Jadi Target Utama

KBR, Jakarta - Kasus penipuan daring terus meningkat di berbagai belahan dunia, dengan pemuda dan kelompok rentan menjadi target utama seiring semakin canggihnya taktik para penipu.

Di Singapura, kasus penipuan melonjak hampir 47 persen, dengan lebih dari 46.000 kasus dilaporkan pada tahun 2023 dibandingkan dengan hampir 32.000 kasus pada tahun 2022.

Masalah ini tidak hanya terjadi di Singapura. Di seluruh Asia, lebih dari 60 persen orang melaporkan menjadi korban penipuan setiap minggu, seperti yang disoroti dalam Asia Scam Report 2023.

Di Malaysia, Komisi Komunikasi dan Multimedia Malaysia (MCMC) telah menghapus lebih dari 32.000 unggahan terkait penipuan hingga Agustus tahun 2024, meningkat drastis dibandingkan sedikit lebih dari 6.000 unggahan tahun sebelumnya.


Pemuda Menjadi Target Utama

Remaja dan dewasa muda kini menjadi target utama gelombang baru penipuan daring, sebuah tren yang memicu kekhawatiran di seluruh Asia Tenggara. Sebuah laporan terbaru mengungkapkan bahwa 65 persen pemuda yang disurvei telah mengalami upaya penipuan, menyoroti kerentanan mereka.

Sebanyak 77 persen dari mereka dengan pendidikan tinggi lebih sering menghadapi upaya penipuan dibandingkan mereka yang hanya memiliki pendidikan dasar atau menengah, atau mereka yang berpenghasilan bulanan MYR 1.000 (sekitar USD 229) atau kurang.

Para penipu sering memanfaatkan emosi dan kepercayaan anak muda. Platform seperti Facebook, Instagram, dan TikTok penuh dengan akun palsu yang mempromosikan skema phishing, atau investasi palsu.

Kehadiran influencer media sosial juga berkontribusi, karena anak muda cenderung mempercayai figur-figur ini saat mereka membagikan "tips" menghasilkan uang dengan mudah.

Penipuan dalam game online juga meningkat, dengan para penipu menawarkan item gratis sebagai imbalan atas informasi pribadi. Keinginan untuk diterima secara sosial dan rasa takut ketinggalan tren membuat anak muda lebih rentan berbagi data sensitif.


Lebih dari Sekadar Edukasi

Banyak anak muda kurang memiliki pengalaman untuk mengenali tanda-tanda peringatan penipuan, berbeda dengan orang dewasa yang lebih tua yang biasanya menjadi korban penipuan tradisional seperti melalui panggilan telepon atau surat langsung.

Meskipun ada banyak kampanye kesadaran, banyak orang tetap rentan terhadap penipuan daring. Salah satu tantangan utama adalah evolusi taktik penipuan yang begitu cepat, sering kali melampaui upaya edukasi tradisional.

Program kesadaran sering kali menggunakan informasi yang sudah usang dan gagal menangani tren kejahatan siber terbaru. Selain itu, melibatkan generasi muda juga menjadi tantangan; metode konvensional seperti pamflet atau kelas belajar menjadi kurang efektif untuk generasi yang akrab dengan teknologi.

Untuk efektif, inisiatif kesadaran harus disesuaikan dengan preferensi generasi muda, seperti menggunakan platform dan format yang menarik bagi mereka.


Ancaman dan Peluang AI

Seiring perkembangan teknologi, taktik para penipu juga semakin canggih. Salah satu tren yang diprediksi adalah meningkatnya penggunaan Kecerdasan Buatan (AI) untuk menciptakan penipuan yang lebih personal dan meyakinkan. AI dapat digunakan untuk menghasilkan pesan yang selaras dengan individu atau demografi tertentu.

Teknologi deepfake juga menjadi ancaman besar karena memungkinkan penipu membuat audio dan video yang sangat realistis, mempersulit korban untuk membedakan komunikasi asli dari yang palsu.

Namun, AI juga dapat digunakan untuk kebaikan. Sistem deteksi penipuan berbasis AI seperti Fraud.net mampu menganalisis perilaku pengguna dan pola transaksi untuk mengidentifikasi anomali yang mungkin menunjukkan adanya penipuan.

Selain itu, alat edukasi berbasis AI seperti ScamSmart dan CyberAware menggunakan teknik gamifikasi untuk mengajarkan pengguna tentang berbagai jenis penipuan melalui kuis, skenario interaktif, dan hadiah untuk menyelesaikan modul edukasi.


Pentingnya Regulasi yang Kuat

Banyak negara memiliki kerangka hukum yang maju untuk melawan penipuan siber, seperti Cybercrime Prevention Act 2012 di Filipina dan persyaratan lisensi media sosial baru di Malaysia. Namun, regulasi ini menghadapi kritik, termasuk dari platform media sosial besar, karena dianggap kurang jelas.

Tantangan tetap ada. Undang-undang sering kali tidak mampu mengikuti perubahan taktik para penjahat siber. Selain itu, regulasi yang ada sering kali tidak memberikan perlindungan khusus bagi pemuda dan kelompok rentan, melainkan hanya mengatur kejahatan siber secara umum.

Kurangnya penegakan hukum yang konsisten juga menghambat penuntutan dan keadilan bagi para korban. Untuk mengatasi penipuan siber dan melindungi kelompok rentan, diperlukan pendekatan yang seimbang, menggabungkan edukasi inovatif, teknologi canggih, dan kerangka hukum yang kuat.

Baca juga: Menko PM Cari Solusi Penanganan Korban Judi Online di Rumah Sakit

Sumber: 360info.org

Penulis: Julia Juremi, Shahirah Hamid

penipuan
teknologi AI

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...