NUSANTARA

Temuan BPOM, Bahan Kimia Obat Dipakai untuk Jamu dan Suplemen

Kepala BBPOM Yogyakarta, Bagus Heri Purnomo mengatakan, dari 58 sarana yang diperiksa, ada 42 sarana yang tidak memenuhi syarat.

AUTHOR / Ken Fitriani

EDITOR / R. Fadli

BPOM
Kepala BBPOM DIY Bagus Heri Purnomo di Yogyakarta, Senin (7/10/2024). (Foto: KBR/Ken)

KBR, Yogyakarta - Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menemukan ribuan Obat Bahan Alam (OBA) atau biasa disebut jamu maupun suplemen kesehatan (SK) yang tidak memenuhi syarat sekaligus mengandung bahan kimia obat (BKO).

Temuan tersebut merupakan hasil intensifikasi pengawasan produk OBA dan SK sejak Agustus lalu. Pengawasan seperti ini merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan setiap tahun.

Kepala BBPOM Yogyakarta, Bagus Heri Purnomo mengatakan, dari 58 sarana yang diperiksa, ada 42 sarana yang tidak memenuhi syarat.

Rincian hasil temuan itu antara lain, terdapat 249 item OBA dan 3.044 item SK yang mengandung BKO, lalu ada pula 51 item OBA dan 742 item SK yang tidak memiliki izin edar. Semua itu kemudian ditindaklanjuti dengan dimusnahkan oleh pemilik sarana.

"Hasil penjejakan digital atau patroli siber dari BBPOM Yogyakarta sampai dengan akhir triwulan ketiga atau September 2024 telah melakukan penjejakan digital atau patroli siber terhadap total 655 akun di platform marketplace dan media sosial, antara lain di Shopee, Tokopedia, Lazada, website, BukaLapak, Bli-Bli dan Facebook," katanya, Senin (7/10/2024).

Bagus juga menyebut, beberapa BKO yang ditambahkan pada jamu atau OBA seperti sibutramin pada jamu pelangsing, chlorpheniramine maleat (CTM) pada jamu gatal-gatal, sildenafil sitrat dan tadalafil pada obat bahan alam guna meningkatkan stamina pria, siproheptafin pada jamu penggemuk badan, dan parasetamol, dexamethason, juga fenilbutason yang ditemukan pada obat tradisional pegal linu.

"Produk OBA dan SK yang tidak memenuhi syarat dan mengandung BKO itu sangat berbahaya bagi konsumen karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan, seperti gangguan sistem pencernaan, gangguan fungsi hati dan ginjal, gangguan hormon, menaikan risiko penyakit jantung dan stroke, bahkan dapat menyebabkan kematian," tandasnya.

Diakui Bagus, dalam pengawasan OBA, BBPOM Yogyakarta menghadapi berbagai tantangan. Diantaranya, sebagian besar sarana depot jamu belum memiliki izin usaha, sumber pengadaan tidak jelas, sumber utama produk dari sales freelance, sebagian pelaku usaha tidak kooperatif dan sulit diberikan edukasi, serta masih banyak masyarakat yang mengkonsumsi OBA dengan BKO, sehingga peredaran di sarana distribusi masih sering ditemukan.

“BBPOM Yogyakarta juga melakukan penindakan hukum melalui penyidikan atas dugaan terjadinya kejahatan dibidang obat dan makanan. Pada tahun 2024, komoditi yang sudah selesai diproses pro-yustitia adalah obat-obat tertentu, obat keras, dan suplemen kesehatan,” terangnya.

BBPOM Yogyakarta, ujarnya lagi, juga akan menindak oknum pelaku usaha yang tidak memenuhi ketentuan dalam rangka menjamin peredaran obat dan makanan yang aman dan bermutu.

Bagus pun mengimbau masyarakat agar lebih waspada serta tidak menggunakan OBA dan SK yang telah dilarang dan ditarik dari peredaran. Masyarakat diharapkan agar selalu membeli produk OBA dan SK pada sarana pelayanan farmasi atau distributor resmi agar terhindar dari produk ilegal.

Sementara untuk penjualan sistem multi tingkat (multi level marketing/MLM), masyarakat diimbau untuk membeli secara langsung dari distributor atau member yang merupakan anggota resmi dari MLM tersebut.

“Lebih waspada dalam membeli obat tradisional dengan memperhatikan nomon izin edarnya. Perhatikan labelnya, apabila label mencantumkan berbagai khasiat dan bisa menyembuhkan berbagai penyakit itu bisa dicurigai mengandung BKO. Belilah OBA di sarana resmi, seperti di apotek. Untuk melihat produk itu legal atau sudah memiliki ijin edar, kami ada aplikasi BPOM obat, di situ bisa mengecek nomor izin edar,” pungkasnya.

Di Jawa Barat

Sementara itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan BPOM bersama Kepolisian dan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, menyita obat bahan alam atau obat tradisional dari agen ilegal di Bandung dan Cimahi.

Kepala BPOM Taruna Ikrar menjelaskan, operasi penindakan terhadap Agen ilegal itu dilakukan di empat tempat kejadian perkara TKP.

TKP itu dijadikan sebagai tempat pengadaan, penyimpanan, peredaran, dan penjualan produk obat tradisional ilegal.

"Pengadaan penyimpanan dan distribusi atau penjualan obat bahan alam ilegal dengan barang bukti 218 item atau 217.475 pieces. Dan nilai keekonomian sektar Rp8,2 miliar. Kemudian dilanjutkan poduk bahan alam ilegal disita merupakan produk tanpa izin edar," ujar Kepala BPOM Taruna Ikrar saat Konferensi Pers Temuan Obat Alam Ilegal di Bandung dan Cimahi, Senin (7/10/2024).

Kepala BPOM Taruna Ikrar menambahkan, produk obat tradisional ilegal yang disita merupakan produk tanpa izin edar yang diduga mengandung bahan kimia obat.

Produk-produk itu kemudian diedarkan ke toko-toko jamu seduh ke wilayah Jawa Barat, seperti Bandung, Cimahi, Purwakarta, Depok dan Subang.

Tidak dijelaskan jumlah pelaku yang ditangkap, tapi tindak pidana yang disangkakan adalah pelanggaran Undang-Undang Kesehatan. Pelaku bisa dihukum penjara maksimal hingga 12 tahun.

Baca juga:

Hasil Patroli e-Commerce, BBPOM DIY Temukan Ratusan Akun Jual Produk Ilegal

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!