NUSANTARA

Suluh Sumurup Art Festival 2025, Ruang Seni dan Kasih Disabilitas

2025 adalah tahun ketiga Suluh Sumurup Art Festival digelar sejak 2023.

AUTHOR / Ken Fitriani

EDITOR / Sindu

Google News
Suluh Sumurup Art Festival 2025, Ruang Seni dan Kasih Disabilitas
Seorang pengunjung disabilitase menyaksikan pameran Suluh Sumurup Art Festival 2025 dengan tema Jéjér di Taman Budaya Yogyakarta, Kamis, (15/5). Foto: KBR/Ken

KBR, Yogyakarta- Suluh Sumurup Art Festival (SSAF) tahun ini mengambil tema Jéjér. Dalam bahasa Jawa, Jéjér berarti subjek, sedangkan di kisah pewayangan, Jéjér diartikan sebagai penanda penting bakal dimulainya adegan atau kisah. Jéjér dapat diartikan pula dengan tegak berdiri di kaki sendiri.

2025 adalah tahun ketiga Suluh Sumurup Art Festival digelar sejak 2023. Tempatnya di Taman Budaya Yogyakarta (TBY), 15-23 Mei 2025.

Seniman dan kurator disabilitas, Sukri Budi Dharma menjelaskan alasan memberikan ruang festival bagi disabilitas. Menurutnya, dalam praktik keseharian, disabilitas kerap diposisikan sebagai objek ketimbang subjek.

Karena sebagai objek, disabilitas sering menjadi sasaran belas kasihan, penerima donasi atau target dari aktivitas filantropis.

Akibatnya, kebutuhan, kepentingan dan aspirasi disabilitas dirumuskan pihak lain yang menganggap dirinya lebih mengerti ketimbang mereka sendiri.

"Kami mendorong di beberapa workshop yang ada di dalam program harian, kami mendorong teman-teman disabilitas itu menjadi subjek. Jadi, kami mencoba berkomitmen mengenai subjek, teman-teman ini sebagai pelaku kegiatan-kegiatan aktivitas yang ada di dalam Suluh Sumurup," katanya dalam konferensi pers di Taman Budaya Yogyakarta, Kamis, (15/5/2025).

red
Konferensi pers Suluh Sumurup Art Festival 2025 dengan tema Jéjér di Taman Budaya Yogyakarta, Kamis, (15/5/2025). (Foto: KBR/Ken)


Ratusan Karya Seni Rupa

Sukri Budi yang akrab dipanggil Butong menjelaskan, disabilitas sesungguhnya subjek yang memiliki kapasitas bertindak dan mengekspresikan gagasan maupun kreativitasnya. Bahkan tak jarang, disabilitas juga mampu menginisiasi perubahan.

"Tentu saja tak sedikit halangan bagi penyandang disabilitas, baik dari lingkungan terdekatnya maupun faktor makro struktural untuk mengekspresikan gagasan dan kreativitasnya," jelas Butong yang juga ketua Jogja Disability Art (JDA).

Menurut Butong, Suluh Sumurup Art Festival 2025 bisa memberikan ruang bagi disabilitas mengaktualisasikan diri melalui medium seni.

"Optimisme pergerakan disabilitas pelaku seni dimulai dari membangun kebersamaan, kolaborasi dan pameran seni inklusif," jelasnya.

Ia menilai, disabilitas pelaku seni mesti terus bergerak bersama menjadi bagian dari seni rupa dan kemajuan kebudayaan Indonesia.

"Tahun ini skalanya nasional, ada 193 karya seni rupa yang dipamerkan dari 131 peserta perorangan maupun sanggar atau sekolah. Mereka berasal dari 15 provinsi, di antaranya Sumatra Utara, Bengkulu, Lampung, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, dan Papua," tandasnya.

red
Dosen Departemen Ilmu Komunikasi Fisipol UGM sekaligus Ketua Program Studi Doktor Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa UGM, Budi Irwanto saat menjelaskan salah satu karya seniman difabel di Taman Budaya Yogyakarta, Kamis, (15/5/2025). Foto: KBR/Ken


Disabilitas sebagai Subjek

Dosen Departemen Ilmu Komunikasi Fisipol UGM sekaligus Ketua Program Studi Doktor Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa UGM, Budi Irwanto menjelaskan, disabilitas adalah subjek yang memiliki kapasitas bertindak. Bukan saja sebagai subjek yang aktif, namun juga subjek kreatif.

"Selama ini banyak pandangan bahwa teman-teman difabel itu sebagai objek. Entah itu objek untuk dikasihani, seakan-akan pasif ya, tidak mampu melakukan tindakan-tindakan pro aktif," ungkapnya.

"Sejak awal diselenggarakannya Suluh Sumurup pada 2023 lalu, pameran ini dirancang sebagai penegasan terhadap identitas penyandang disabilitas," kata Budi.

"Pameran ini tidak sekedar membuat penyandang disabilitas terlihat diciptakan disabilitas saja, namun juga menjadikan mereka bisa lebih mengartikulasikan, menegaskan, dan mengekspresikan identitas tersebut," imbuhnya.

Memperluas Keterlibatan

Pada kesempatan sama, Kepala Taman Budaya Yogyakarta (TBY), Purwiati menegaskan, Suluh Sumurup Art Festival 2025 sebagai kegiatan tahunan adalah salah satu bentuk TBY memperluas keterlibatan dan jaringan para disabilitas perupa di Indonesia.

"Ini juga menjadi salah satu respons dari banyaknya animo disabilitas perupa yang ingin mengikuti pameran. Selama ini masih minim kesempatan mereka bisa terlibat dalam pameran, baik di tingkat lokal maupun nasional," jelasnya.

Purwiati mengungkapkan, pameran ini diselenggarakan menggunakan Dana Alokasi Khusus Nonfisik Kementerian Kebudayaan sebagai bentuk dukungan dan pemajuan potensi-potensi disabilitas.

"Ada beberapa kegiatan dalam pameran ini. Diantaranya workshop, UMKM Suluh Sumurup yang menjual produk dari teman-teman disabilitas, dan pemutaran film pendek yang juga dibuat oleh teman-teman disabilitas," katanya.

red
Wakil Gubernur DIY, KGPAA Paku Alam X saat meninjau pameran Suluh Sumurup Art Festival 2025 dengan tema Jéjér di Taman Budaya Yogyakarta, Kamis, (15/5/2025). (Foto: KBR/Ken)


Ruang Kasih

Wakil Gubernur DIY, KGPAA Paku Alam X mengatakan, pameran ini bukan hanya sekadar agenda seni, melainkan sebuah ruang kasih.

"Kasih karena setiap goresan karya adalah bahasa cinta dari jiwa-jiwa yang tulus," ungkap Paku Alam X saat membacakan sambutan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Paku Alam X juga berpesan, agar para seniman disabilitas terus berdiri sebagai Jéjér di tengah pusaran perubahan dengan karya, semangat, dan martabat.

"Karena dalam setiap guratan warna, tersirat keberanian. Dalam tiap instalasi, terpancar cahaya perjuangan, dan dalam setiap bingkai seni tercermin harapan. Selamat berkarya, selamat membagikan aspirasi kepada dunia," ujar Paku Alam X.

red
Direktur Pengembangan Budaya Digital Kementerian Kebudayaan, Andi Syamsu Rijal saat memberikan sambutan dalam pembukaan Suluh Sumurup Art Festival 2025 dengan tema Jéjér di Taman Budaya Yogyakarta, Kamis, (15/5/2025). (Foto: KBR/Ken).


Apresiasi

Direktur Pengembangan Budaya Digital Kementerian Kebudayaan, Andi Syamsu Rijal sangat mengapresiasi penyelenggaraan SSAF 2025. Menurutnya, kegiatan ini merupakan satu ruang yang dioptimalkan untuk pengembangan hasil karya.

"Seperti yang selalu dikatakan Pak Menteri bahwa kehadiran negara untuk mengusung kegiatan-kegiatan dalam hal perlindungan pengembangan pemanfaatan kebudayaan. Suluh Sumurup ini syarat makna. Suluh Sumurup berarti cahaya atau penerang meski dalam keterbatasan yang membimbing dari hati," jelasnya.

Andi menyebut, festival ini adalah perwujudan dari arti Suluh Sumurup itu sendiri. Bukan hanya sekadar pameran, tetapi sebuah panggung di mana para seniman disabilitas menunjukkan kondisi keterbatasan fisik bukan penghalang melahirkan karya-karya agung yang menggugah hati.

"Di Yogyakarta sebagai jantung seni, festival ini mempertegas bahwa seni adalah milik semua orang, tanpa terkecuali. Seni adalah bahasa universal yang mampu melampaui sekat-sekat perbedaan termasuk perbedaan kemampuan fisik. Karya-karya yang dipamerkan adalah bukti nyata dari talenta, dedikasi yang luar biasa dari para seniman," pungkasnya.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!