NUSANTARA

Puluhan Warga DIY Suspek Antraks, 1 Meninggal

"Saya nggak bisa bilang kalau itu antraks atau bukan karena yang bersangkutan itu meninggal sebelum diambil sampelnya."

AUTHOR / Ken Fitriani

Antraks Merebak di Gunungkidul, Instruksi Sultan, dan Pencegahan
Ilustrasi: Petugas Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Gunung Kidul, Yogya, mengubur bangkai sapi antisipasi kasus antraks. (Antara/Sutarmi)

KBR, Yogyakarta-  Dinas Kesehatan DIY menyebut antraks diduga kembali muncul di Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten Sleman. Kepala Dinas Kesehatan DIY, Pembajun Setyaningastutie menyebut, sebanyak 43 orang dinyatakan suspek antraks dan sedikitnya 5 hewan ternak mati mendadak dengan gejala antraks.

"Suspeknya kurang lebih 43 (orang)," kata Kepala Dinas Kesehatan DIY, Pembajun Setyaningastutie di DPRD DIY, Rabu (13/4/2024).

Kata dia, satu orang yang meninggal  di Kabupaten Sleman  belum bisa dipastikan penyebabnya dikarenakan antraks atau bukan. Hal ini lantaran yang bersangkutan belum sempat diambil sampelnya.

"Saya nggak bisa bilang kalau itu antraks atau bukan karena yang bersangkutan itu meninggal sebelum diambil sampelnya. Jadi kita nggak bisa bilang kalau antraks atau bukan. Harus tegak dulu diagnosanya," ujarnya.

Diceritakan Pembajun, kasus ini bermula pada 7 Maret 2024 lalu saat Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul menerima informasi dugaan kasus antraks dari Dinas Kesehatan Sleman. Saat itu ada pasien yang opname di RSUD Prambanan dengan gejala antraks.

“Dinas Kesehatan Gunungkidul lalu berkoordinasi dengan Puskesmas Gedangsari 2 dan RSUD Prambanan untuk memastikan. Tanggal 8 Maret, bersama satgas One Health, dilakukan epidemologi gabungan ke lokasi perbatasan antara dusun Kayoman, Serut, Gedangsari dan Dusun Kalinongko Gayamharjo, Prambanan,” jelasnya.

Kata Pembajun, dari penelusuran yang dilakukan diketahui pada   12 Februari ada penduduk yang 4 kambingnya mati. Sebanyak 1 kambing dikubur, tiga  lainya disembelih dan dibagikan ke warga sekitarnya. Kemudian pada hari berikutnya satu sapi mati malam hari, dikuliti dan  dagingnya dibagikan.

"Lalu pada tanggal 24 Februari dengan orang yang sama pada peternak yang sama kambingnya mati. Disembelih dan dikuliti di rumah tetangganya, daging masih dibagi juga untuk warga," paparnya.

Kemudian setelah itu banyak warga sekitar mengalami gejala panas, muntah dan diare. Pada   2 Maret, seorang warga mengeluh demam, sakit kepala dan gatal di sekitar wajah disertai merah bengkak berair. Warga tersebut lalu dirawat di RSUD Prambanan pada 6 Maret.

"Beliau dirawat, ditunggui istrinya yang juga mengalami gejala sama. Pada 7 Maret, laporan lagi, satu sapi milik bapak tersebut mati mendadak. Hasil PE (Pemeriksaan Epidemologi) 8 Maret, 23 orang dilakukan pemeriksaan dengan 16 orang tidak bergejala dan 7 orang bergejala,” imbuhnya.

Selanjutnya, pada 9 Maret, Puskesmas Gedangsari Gunung Kidul 2 melakukan pemeriksaan kepada 30 orang Kayoman, 20 orang tidak bergejala dan 10 orang bergejala. Puluhan sampel telah dikirim ke BBTKLPP untuk diketahui hasilnya seminggu setelah pengambilan sampel.

"Kepada yang tidak bergejala tadi kembali diberikan profilaksis, kemudian yang bergejala diberikan amoxicillin atau siprofloksasin. Kemudian sampel dikirim untuk pemeriksaan, " tandasnya.

Pembajun mengatakan, untuk mengantisipasi merebaknya antraks ini, satgas One Health tetap bekerja dan melakukan pemeriksaan, menerima aduan dan keluhan dari warga masyarakat yang terdampak ataupun sekelilingnya.

"Kami juga membutuhkan kerja sama dari semua sektor. Kami titip pesan juga daerah Gunungkidul ini memang sudah kesekian kali. Jadi kita harapkan Pemkab Gunungkidul dengan OPD (organisasi perangkat daerah) terkait untuk lebih waspada dan lebih melakukan banyak edukasi apalagi ini mau hari raya," bebernya.

Terkait dengan penetapan status Kejadian Luar Biasa (KLB), Pembajun menyebut bahwa yang berhak mengeluarkan status tersebut adalah kepala daerah setempat. Satu kasus saja sudah bisa dinyatakan KLB asalkan tahun lalu tidak ada kasusnya di wilayah tersebut atau bisa juga pernah terjadi, tetapi tahun ini lebih banyak dari tahun lalu.

"KLB ini kewenangan harus dari daerah setempat dulu, baru nanti di tingkat provinsi. Informasi ini juga sudah sampai pusat, maka kami tidak bisa lagi mengabaikan. Koordinasi kabupaten-kota harus diperkuat," katanya.

Sementara itu, Sekda DIY, Beny Suharsono, mengingatkan kembali agar warga tidak lagi melakukan brandu atau menyembelih dan mengkonsumsi hewan yang sakit. Sebab praktek brandu ini sudah secara tegas dilarang. Karenanya, ketika muncul kasus ini, Pemda DIY langsung melakukan asesmen bersama dengan wilayah setempat, termasuk dinas kesehatan dan pertanian setempat.

“Agar bisa mengisolasi kejadian itu. Sudah sangat tegas ada larangan (praktek brandu) , akan kami teruskan lagi. Perlu sosialisasi terus, edukasi terus, kalau itu tidak baik dan tidak boleh dilakuikan. Ini agar sama-sama dipahami,” imbuhnya.

Baca juga:


Seputar Antraks

Antraks ialah penyakit menular pada hewan ternak yang diakibatkan kuman Bacillus Anthracis bersifat akut dan dapat menyebabkan kematian. Mengutip situs kemenkes.go.id, bakteri Bacillus anthracis ialah bakteri berbentuk batang, yang hidup dan berkembang biak di dalam tubuh hewan atau manusia yang terinfeksi. Bakteri anthracis dapat membentuk spora apabila terkena oksigen dan dapat hidup di tanah sampai puluhan tahun.

Penyakit yang bersumber dari binatang atau zoonosis ini menyerang hewan pemamah biak, dan dapat menyerang mamalia lain. Penyakit ini dapat menyerang manusia dengan menimbulkan bisul bernanah di kulit.

Terdapat empat bentuk antraks pada manusia, yakni antraks kulit, antraks paru-paru, antraks saluran pernapasan, dan antraks meningitis.

Dari empat bentuk tersebut, antraks kulit paling sering terjadi pada manusia. Sedangkan untuk antraks pencernaan umumnya terjadi akibat memakan daging hewan yang terinfeksi antraks, tanpa dimasak dengan sempurna.

Cara Penularan

Masih menurut situs Kemenkes.go.id, penularan antraks pada hewan diawali dari tanah yang berspora Bacillus anthracis, kemudian melalui luka kulit, termakan bersama pakan/minum, terhirup pernapasan, sehingga masuk tubuh hewan.

Sedangkan penularan pada manusia antara lain melalui kontak kulit dengan hewan atau produk olahan hewan yang mengandung spora antraks, memakan daging hewan yang terjangkit tanpa melalui proses pemasakan yang sempurna. Tak ada penularan antraks dari manusia ke manusia.

Pencegahan

Penyakit antraks dapat dihentikan melalui peningkatan kesehatan hewan ternak agar tidak berisiko menular ke manusia.

Upaya-upaya itu antara lain:

- Mengonsumsi daging hewan yang sehat dan dimasak sampai matang sempurna.

- Selalu mencuci tangan menggunakan sabun setelah mengolah produk hewan.

- Melapor ke petugas peternakan atau kesehatan hewan/Pusat Kesehatan Hewan jika menemukan ternak sakit atau mati mendadak.


Editor: Rony Sitanggang

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!