NUSANTARA
Polda DIY Sita 2 Ekskavator dalam Penyidikan Tambang Ilegal
Penindakan dilakukan lantaran pengelola tambang di wilayah tersebut tak kunjung mengurus izin tambangnya.
AUTHOR / Ken Fitriani
-
EDITOR / Sindu
KBR, Yogyakarta- Kepolisian Daerah (Polda) DIY menyita dua ekskavator, lima unit truk, dan memeriksa belasan orang buntut kasus tambang ilegal di Dusun Rejosari, Serut, Kapanewon Gedangsari, Kabupaten Gunung Kidul.
Direskrimsus Polda DIY, Idham Mahdi mengatakan, penindakan dilakukan lantaran pengelola tambang di wilayah tersebut tak kunjung mengurus izin tambangnya. Penindakan disertai penyitaan dilakukan Senin, 15 Juli 2024.
"Bahwa saat di lokasi ditemukan adanya aktivitas pertambangan, dan setelah diperiksa perizinannya diduga kegiatan pertambangan yang dilaksanakan tidak sesuai dengan tahapan yang telah diberikan. Kemudian dilakukan koordinasi dengan Dinas PUPR ESDM terkait perizinan dan titik koordinat penambangan, patut diduga bahwa di lokasi yang terdata masih dalam tahapan yang tidak sesuai dengan apa yang dilaksanakan di lapangan," katanya dalam konferensi pers di kantor Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Energi Sumber Daya Mineral (PUPESDM) DIY, Senin, 22 Juli 2024.
Idham menyebut, polisi juga memeriksa 14 saksi yang terdiri dari satu pengelola, operator ekskavator, helper, supir truk, dan warga. Tidak menutup kemungkinan saksi yang diperiksa akan bertambah.
"Ini sudah masuk ke penyidikan, memeriksa saksi-saksi, nanti kita simpulkan. Kita lakukan penetapan tersangka," tandasnya.
Menurut Idham, tersangka akan dijerat Pasal 158 atau Pasal 160 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
"Kemudian pada Pasal 158 UU tersebut disebutkan orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar," ujarnya.
Puluhan Tambang Ilegal
Sementara itu, Kepala Dinas PUPESDM DIY, Anna Rina Herbranti menjelaskan, ada sekitar 32 tambang ilegal di wilayah DIY. Terdiri dari 12 penambangan di darat, dan 20 penambangan di sungai.
"Yang sudah diberikan berita acara dan surat imbauan, di wilayah darat 10 wilayah sungai 14. Jenis yang ditambang ini adalah tanah uruk dan sirtu (pasir batu)," ungkapnya.
Kata Anna, satu titik yang telah ditindak terbukti tidak melengkapi izin tambang. Pengelola hanya mengurus Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) sejak Oktober 2023, dan berlaku 6 bulan sehingga izin tersebut sudah berakhir April 2024.
"WIUP atas nama CV Swastika Putri. WIUP Belum bisa digunakan sebagai dasar melakukan kegiatan pertambangan. Memang mengurus izin, tapi baru tahap WIUP, jadi baru dilihat dari tata ruangnya. Setelah itu tindak lanjutnya tidak diurus tapi langsung melakukan pertambangan," imbuhnya.
Anna mengaku telah memberikan surat imbauan kepada pengelola tambang, untuk menghentikan proses penambangan pada Januari 2024. Namun, mereka tetap tak menghiraukan hingga akhirnya ditindak Polda DIY.
"Kurang lebih 4 hektare, bukan karst, breksi. Bukan yang viral dekat rumah warga, beda lagi. Tanah uruknya dijual kemana kami kan enggak tahu, yang tahu yang menjual," pungkas Anna.
Baca juga:
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!