NUSANTARA
Petani di Ngawi Jawa Timur Gagal Panen Akibat Kekeringan
hanya 7 hektare pemilik lahan yang ikut program asuransi pertanian
AUTHOR / Adhima Soekotjo
-
EDITOR / Muthia Kusuma
KBR, Jakarta- Para petani di Desa Tanjung Sari dan Desa Dawung, Kecamatan Jogorogo, Kabupaten Ngawi mengalami gagal panen seluas 26 hektare. Pejabat Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Ngawi, Muh Hasan Zunairi mengatakan, gagal panen diduga karena salah memperkirakan musim tanam. Akibatnya, sawah yang masuk lahan tadah hujan itu mengalami kekeringan.
“Di saat masih normal itu tanamannya jagung, mungkin karena La Nina basah padi juga panen, mereka mencoba lagi. Ini musim keringnya agak panjang harusnya sela, padi-padi palawija,” ujarnya ditemui diruang kerjanya Selasa (27/8/2024).
Pejabat Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Ngawi, Muh Hasan Zunairi mengeklaim pemerintah telah memberi peringatan risiko gagal panen akibat La Nina. Namun, petani berkukuh tanam padi karena bulan Juni lalu di daerah itu masih turun hujan.
Baca juga:
Muh Hasan menambahkan, dari 26 hektare tanaman padi yang gagal panen, hanya 7 hektare pemilik lahan yang ikut program asuransi pertanian. Dia mengeklaim, pemerintah telah memberikan subsidi premi asuransi kepada 500 hektare tanaman padi milik petani.
Muh Hasan mengatakan, pembayaran asuransi sebesar Rp144.000 ditanggung pemerintah pusat, sementara pembayaran premi Rp36.000 untuk 1 hektare tanaman padi disubsidi oleh pemerintah daerah.
Namun, tidak banyak petani di Ngawi yang tertarik mengikuti program asurani. Padahal Hasan menekankan, tanaman padi yang gagal panen akan mendapat ganti rugi sebesar Rp6 juta rupiah perhektare.
“Pemda itu ada asuransi usaha tani padi AUTP itu sekitar 500 hektare. Jadi Rp180.000 yang Rp144 itu pemerintah pusat yang Rp36.000 itu petani, tapi yang Rp36.000 itu dibayari pemda jadi free,” imbuhnya.
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!