NASIONAL

Perundungan Makin Mengkhawatirkan, Sekolah Tak Lagi jadi Tempat Aman Bagi Siswa

"Jangan sampai ada siswa yang takut ketakutan di sekolah jangan sampai ada siswa yang tertekan di sekolah dan tidak betah di sekolah," Jokowi

AUTHOR / Hoirunnisa

Perundungan Makin Mengkhawatirkan, Sekolah Tak Lagi jadi Tempat Aman Bagi Siswa
Siswa mengikuti sosialisasi pencegahan bullying perundungan di SMA 70, Jakarta, Selasa (27/2/2024). (Foto: ANTARA/Asprilla Dwi)

KBR, Jakarta - Presiden Joko Widodo menyoroti kasus perundungan yang masih terus terjadi di sekolah. Jokowi menekankan sekolah harus bisa jadi rumah aman bagi siswa-siswa untuk belajar, bermain dan bersosialisasi.

Hal ini disampaikan Jokowi dalam Kongres ke-23 PGRI di Jakarta, akhir pekan lalu.

"Jangan sampai ada siswa yang takut ketakutan di sekolah, jangan sampai ada siswa yang tertekan di sekolah dan tidak betah di sekolah. Dan saya menaruh harapan besar kepada bapak ibu guru untuk menjadi ujung tombak menciptakan lingkungan sekolah yang nyaman, menciptakan lingkungan sekolah yang aman bagi anak-anak kita," kata Jokowi dalam Kongres XXIII PGRI di Jakarta, Sabtu (2/3/2024).

Jokowi mengatakan, lingkungan sekolah yang aman dan nyaman sangat penting untuk mencetak siswa-siswa yang unggul. Jokowi berpesan kepada para guru, untuk mengutamakan hak-hak anak, utamanya para korban. Ia meminta agar kasus bullying tidak ditutup-tutupi, tapi harus diselesaikan.

Salah satu kasus perundungan terjadi di SMA swasta di Serpong Tangerang Banten. Kasus ini melibatkan delapan siswa dan tiga orang dewasa.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia KPAI minta semua pihak meningkatkan kesadaran untuk mencegah perundungan di dunia pendidikan.

Anggota KPAI, Aris Adi Leksono meminta ada evaluasi menyeluruh terhadap sistem pendidikan dan penegakan hukum.

"Evaluasi menyeluruh terhadap sistem pendidikan yang berbasis internasional dengan tetap memegang standar pendidikan di Indonesia. Kepolisian Republik Indonesia agar memberikan atensi pada kasus ini sehingga penyelesaian kasus ini bisa cepat dan profesional dengan tetap memperhatikan prinsip kepentingan terbaik bagi anak sesuai dengan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak," ujar Aris dalam Konferensi Pers KPAI, Selasa (27/2/2024).

Anggota KPAI, Aris Adi Leksono berharap semua pihak dapat bersinergi melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab untuk melindungi anak-anak dari kasus serupa di masa depan.

Selain kasus perundungan SMA Binus Serpong, perundungan juga terjadi di lingkungan Pondok pesantren di Kediri, Jawa Timur. Korban perundungan tewas dan kasus ini viral di media sosial.

Baca juga:

Tren pelaku semakin muda

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyebut kasus perundungan anak memperlihatkan tren usia pelaku kini semakin muda.

Asisten Deputi Perlindungan Khusus Anak dari Kekerasan di Kementerian Perlindungan Anak, Ciput Eka Purwiyanti mengatakan, kasus perundungan berupa fisik paling banyak terjadi pada usia remaja.

Peristiwa ini umumnya didorong keinginan remaja agar diterima di lingkungannya dan untuk menunjukkan eksistensi atau keberadaan diri.

"Nah ini yang masih kita sangat perlu bekerja keras itu adalah menyadarkan masyarakat bahwa anak-anak pelaku ini juga usianya masih anak. Masa depannya masih panjang dan mereka sudah dijamin oleh undang-undang untuk juga mendapatkan perlindungan pemulihan dan itu dipastikan dimulai dari melindungi data pribadi anak-anak ini, apalagi yang di ranah digital yang bersifat longlasting, tidak bisa dihapus digital tracking itu ada seumur hidup. Kami mengkhawatirkan masa depan anak-anak ini,” ucap Ciput kepada KBR, Jumat, (23/2/2024).

Asisten Deputi Perlindungan Khusus Anak, Ciput Eka memastikan, pemerintah telah menyediakan layanan rehabilitasi medik maupun psikologis bagi anak korban perundungan. Selain itu, pemerintah juga menyediakan layanan memberikan pendampingan hukum jika diperlukan.

Di lain pihak, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menilai penerapan aturan pencegahan kekerasan di lingkungan sekolah masih belum optimal.

Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo menyebut sekolah dan pemerintah daerah harus lebih proaktif melakukan pencegahan sesuai amanat Peraturan Menteri Pendidikan.

"Dari sisi regulasi adanya permensikbud 46 ini itu ti dak pencegahan. Oleh karena itu setiap satuan pendidikan harus membentuk tim seperti itu, jadi kepala sekolah membentuk tim untuk pencegahan tidak kekerasan di satuan pendidikan, kemudian struktur seperti itu dilaporkan kedinas pendidikan. Oleh karena itu apabila ada tindak kekerasan sekecil apapun maka tim ini melakukan tindakan untuk. Pertama mengidentifikasi, kedua memanggil yang terkait," kata Heru kepada KBR, Minggu (25/2/2024).

Heru Purnomo menambahkan selain pemerintah daerah dan sekolah, Kementerian Pendidikan juga perlu memastikan setiap sekolah membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK), sesuai amanat Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP).

Baca juga: 

Editor: Agus Luqman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!