NUSANTARA

Napak Tilas Bung Karno, Pimpinan DPRD DIY Singgung Kekuasaan Keluarga Jokowi

"Apa yang dilakukan Jokowi hari ini jauh dari nilai-nilai kepahlawanan,"

AUTHOR / Ken Fitriani

EDITOR / Muthia Kusuma

DPRD
Rombongan DPRD DIY mengunjungi Museum Kebulatan Tekad di Desa Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat, Senin (9/12/2024) (FOTO: KBR/Ken)

KBR, Yogyakarta - Kalangan DPRD DIY menyoroti Soekarno dan Hatta yang merupakan dua sosok perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto mengatakan sikap, kegigihan, dan tekad mereka untuk merebut kemerdekaan dari penjajah perlu dikenang dan diaplikasikan dalam kehidupan berbangsa saat ini.

Eko mengatakan pemimpin itu lahir dari gemblengan sejarah dan bukan secara instan. 

"Pemimpin itu lahir dari gemblengan sejarah, tidak instan ya. Tidak tiba-tiba karena bapaknya berkuasa, seperti Jokowi misalnya. Kemudian dalam waktu tiga hari jadi ketua umum partai, satunya belum menyelesaikan tugas sebagai wali kota kemudian jadi calon wakil presiden dengan ada pelanggaran etik baik di Mahkamah Konstitusi maupun KPU misalnya. Apa yang dilakukan Jokowi hari ini jauh dari nilai-nilai kepahlawanan," katanya dalam kunjungan kerja ke Rumah Sejarah Djiauw Kie Siong, di Desa Rengasdengklok Utara, Karawang, Jawa Barat, Senin (9/12/2024).

Menurut Eko, hal paling utama dalam kunjungan kerja Napak Tilas Bung Karno ini adalah belajar untuk lebih mengerti tentang sejarah bangsa ini yang didirikan dengan penuh pengorbanan. Selain itu, ia sebagai wakil rakyat yang dipilih juga belajar tentang dedikasi dan semangat juang untuk kepentingan rakyat.

"Meskipun Bung Karno dan Bung Hatta tidak sampai 24 jam di sini (Rengasdengklok), tapi ada hal-hal yang bisa jadi teladan. Di antaranya Bung Karno, Bung Hatta, Ahmad Soebardjo, dan tokoh lain begitu rela berkorban dengan tidak mempertimbangkan lagi keselamatan dirinya. Dari Jakarta ke sini lewat penjagaan pos yang ketat, dan begitu juga sebaliknya. Itu berisiko sangat besar waktu itu," ungkapnya.

Dalam peristiwa bersejarah perjuangan kemerdekaan RI pada 1945 di Rengasdengklok, di rumah sederhana milik seorang warga biasa, Djiauw Kie Siong, para tokoh proklamator menyusun teks Proklamasi pada 16 Agustus 1945 yang menjadi tonggak sejarah kemerdekaan NKRI.

Rengasdengklok dipilih karena pada zaman penjajahan Jepang, wilayah tersebut merupakan tangsi atau asrama Pembela Tanah Air (PETA) di bawah Purwakarta. Selain itu, terdapat Daidan PETA di Jaga Monyet Rengasdengklok.

"Rumah Djiauw ini menjadi tempat strategis untuk mempersiapkan proklamasi. Pemilik rumah, seorang penduduk biasa, dihormati dan dilibatkan dalam proses sejarah yang begitu penting," jelas Eko.

Baca juga:

Eko pun mendorong Pemerintah Daerah (Pemda) DIY untuk segera merealisasikan pembangunan museum sejarah agar generasi muda Indonesia, khususnya di Yogyakarta yang merupakan kota pelajar dan kota sejarah, dapat meneladani apa yang telah didedikasikan para pendiri bangsa ini.

"Betapa menjaga Indonesia itu penting, kita punya negara, kita punya bangsa itu wajib dijaga. Kemudian untuk Pemda DIY, saya sudah menyampaikan juga sebelumnya, agar mengkoordinir pemerintah di kabupaten kota untuk melahirkan museum sejarah. Yogya itu saksi Bung Karno, Sultan HB IX, Sri Paduka Paku Alam VIII dan lainnya punya peran hebat dalam melahirkan maupun menjaga kemerdekaan," imbuhnya.

Wakil Ketua DPRD DIY, Ummarudin Masdar, mengatakan, rumah sederhana milik warga yang sering dianggap minoritas tersebut di Rengasdengklok menjadi salah satu tempat bersejarah. Dia beralasan, lokasi itu menjadi tempat pertama kalinya muncul pernyataan Proklamasi Harga Mati dari para pemuda.

"Kita bisa belajar bagaimana pendiri bangsa menegakkan kemerdekaan. Kita implementasikan semangat itu dalam langkah hari ini dan ke depan," tandasnya.

Sementara itu, Janto Joewari, generasi ketiga Djiauw Kie Siong, mengungkapkan kebanggaannya pada sang kakek yang sudi menjadikan rumahnya sebagai tempat berlindung para pejuang meski keluarganya bukan siapa-siapa. Bahkan saat ini menjadi tempat bersejarah yang banyak dikunjungi anak-anak dan generasi muda yang ingin mengenal sejarah kemerdekaan RI.

"Bulan itu (16 Agustus 1945) adalah bulan suci Ramadhan, harinya juga istimewa karena bertepatan dengan Jumat Kliwon. Maka, Bung Karno datang ke sini untuk mencari tempat yang aman dan strategis. Akhirnya, beliau tiba di rumah ini, yang jauh dari keramaian. Kakek mengizinkan rumahnya digunakan oleh Bung Karno dan rombongan, dengan alasan keamanan dari ancaman Jepang," ungkapnya.

Lebih lanjut, Joewari mengungkapkan bahwa dari cerita sang kakek, setelah bermalam, pagi harinya Bung Karno dan rombongan berangkat ke Tugu Proklamasi. Di Rengasdengklok itulah semangat proklamasi digemakan. Soekarno mengajak anak-anak muda dari banyak latar belakang profesi untuk menyatakan kemerdekaan bangsa.

"Pemuda-pemuda di sini membuat bendera merah putih secara sederhana dari kain bekas. Meskipun seadanya, semangat perjuangan tetap membara," pungkasnya.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!