NUSANTARA

MUI Haramkan Salam Lintas Agama, Kemunduran Toleransi?

Ia mengimbau, membiarkan saja larangan salam lintas agama yang dikeluarkan MUI. Sebab, fatwa tersebut berlaku untuk mereka yang mengharamkannya.

AUTHOR / Ken Fitriani

EDITOR / Sindu

MUI Haramkan Salam Lintas Agama, Kemunduran Toleransi?
Ilustrasi: Toleransi antarlintas agama. Foto: unair.ac.id

KBR, Yogyakarta- Rektor UIN Sunan Kalijaga (UIN Suka) Yogyakarta Al Makin menilai larangan salam lintas agama oleh MUI bentuk kemunduran toleransi beragama. Penilaian ini disampaikan ahli sosiologi agama Indonesia tersebut, merespons fatwa larangan mengucapkan salam lintas agama oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) belum lama ini. MUI beralasan, pengucapan salam lintas agama bukan merupakan implementasi toleransi.

"Jelas kemunduran. Wong [salam] itu sudah merupakan kemajuan, prestasi kita yang patut disyukuri saat ini. Ya, apalagi yang kita banggakan jika tidak salam (lintas agama)," katanya dalam Konferensi Internasional Dialog Antarkepercayaan United Board for Christian Higher Education in Asia (UBCHEA) di Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta, Jumat petang, (14/6/2024).

Menurutnya, pengucapan salam lintas agama yang banyak disampaikan para pejabat atau masyarakat dalam berbagai kesempatan sebenarnya hal biasa. Bahkan, ucapan salam dalam bahasa asing selain salam milik agamanya sendiri juga memiliki arti dan makna sama: yakni keselamatan, kesejahteraan, kesehatan, dan karunia.

Oleh sebab itu, salam lintas agama merupakan kemajuan luar biasa bagi Indonesia yang notabene sebagai negara dengan berbagai agama.

"Ini jadi langkah awal untuk memahami agama lain. Itu simbol yang harus kita tegaskan. Nah, kenapa (salam lintas agama) harus dilarang MUI? Ya, itu yang menurut saya patut disayangkan, ya," ungkapnya.

Biarkan Saja

Ia mengimbau, membiarkan saja larangan salam lintas agama yang dikeluarkan MUI. Sebab, fatwa tersebut berlaku untuk mereka yang mengharamkannya. Baginya, halal bagi semua umat beragama menyampaikan ucapan salam lintas agama. Apalagi PWNU Jawa Timur pun tak melarang pengucapan salam lintas agama.

"Terlebih kita hidup di Indonesia yang tidak melulu melihat satu hal dari sisi hukum Islam, namun juga dari aspek sosial dan kepantasan. Silakan saja (MUI melarang), kan banyak fatwa juga yang enggak dipakai. Hidup ini banyak aspek ya dan mengucapkan salam lintas agam itu adalah kemajuan (kerukunan beragama). Kalau saya justru merekomendasikan salam lintas agama, bahkan sunnah," tegas Guru Besar Filsafat UIN Suka Yogyakarta.

Menurut Al Makin, Indonesia saat ini masih jauh untuk mencapai kolaborasi dalam kerukunan beragama. Meski memiliki banyak keyakinan dan agama, negara ini baru pada tahap toleransi yang merupakan warisan Orde Baru (Orba).

Kata dia, bangsa ini belum sampai pada tahap saling memahami. Apalagi menuju fase berkomitmen saling melindungi umat dan berkolaborasi dalam menjaga kerukunan bangsa.

"Toleran itu sudah enggak cukup, perlu naik kelas naik kelas, ke arah pemahaman, kemudian komitmen untuk melindungi dan yang paling tinggi adalah kolaborasi, bekerja sama, misalnya kalau dalam dialog agama," sambungnya.

red
Konferensi Internasional Dialog Antarkepercayaan United Board for Christian Higher Education in Asia di Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta, Jumat, 14-06-2024. Foto: KBR/Ken

Klaim Paling Benar

Sementara itu, Dosen Teologi Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta, Adhika Tri Subowo menambahkan, hal yang kerap kali menjadi penghalang relasi antaragama adalah klaim merasa yang paling benar. Kondisi itu tidak membuka kemungkinan untuk saling berdiskusi dan belajar terhadap keyakinan lain.

"Komunikasi bisa terhambat dan ketika komunikasi itu tertutup. Ya, bagaimana bisa meningkat jadi kolaborasi. Bahkan toleransi kita pun masih tertatih-tatih dan dalam proses belajar," paparnya.

Menurut Adhika, program-program perjumpaan antaragama penting dilakukan. Sebab, dengan berjumpa maka akan mengikis kecurigaan sehingga setiap insan bisa saling membuka diri. Kondisi itu juga memungkinkan masing-masing pihak meningkatkan toleransi, bahkan sampai pada kolaborasi.

"Kolaborasi mungkin masih jauh dari apa kondisi kita saat ini. Tapi, tentu kita punya harapan untuk sampai ke sana," pungkasnya.

Kegiatan dialog lintas iman yang bertaraf internasional ini menghadirkan perwakilan Center for Religious dan Cross-cultural Studies (CRCS)-Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS), Universitas Sanata Dharma (USD), Universitas Islam Negeri (UIN) ‘Sunan Kalijaga’, dan Universitas Kristen Duta Wacana sebagai pembicara.

Dialog tersebut dihadiri 40 anggota Dewan Pengawas dan Pengurus dari UBCHEA yang berasal dari Amerika Serikat, Hong Kong, India, Korea Selatan, China, Filipina, Vietnam, Thailand, dan Indonesia.

Haram

Sebelumnya, Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VII mengharamkan ucapan salam berdimensi doa khusus agama lain oleh umat Islam.

Mengutip Kantor Berita ANTARA, Ketua MUI bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh mengatakan, ucapan salam berbagai agama bukan penerapan toleransi dan/atau moderasi beragama yang dibenarkan. Itu karena, salam dalam Islam merupakan doa yang bersifat ubudiah (peribadatan).

"Pengucapan salam yang berdimensi doa khusus agama lain oleh umat Islam hukumnya haram," katanya di Jakarta, Kamis, 30 Mei 2024.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!