NUSANTARA

Laporan Kekerasan Seksual Meningkat Signifikan di UGM

PPKS UGM belum menjelaskan detail data jumlah peningkatan kasus kekerasan seksual tersebut.

AUTHOR / Ken Fitriani

EDITOR / Sindu

Laporan Kekerasan Seksual Meningkat Signifikan di UGM
Ilustrasi: Aksi setop kekerasan seksual di kampus. Foto: ANTARA

KBR, Yogyakarta- Ketua Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UGM, Sri Wiyanti Eddyono menyebut, laporan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus meningkat dari tahun ke tahun.

"Yang pasti naik, ada peningkatan. Peningkatannya cukup signifikan yang melapor, karena kebetulan kita roadshow-nya juga banyak, ya. Ada Agustus, September, Oktober, November itu biasanya roadshow ke fakultas itu satu bulan bisa dua kali," katanya dalam jumpa pers Konferensi Nasional: "Sexual Violence in Universities: Investigating root cause problems, Prevention, and Responses" di UGM, Selasa sore, 23 Juli 2024.

Menurutnya, peningkatan laporan kekerasan seksual menunjukkan kesadaran dan kepercayaan yang makin tinggi ke PPKS Universitas Gadjah Mada. Namun, ia belum menjelaskan detail data jumlah peningkatan laporan kasus kekerasan seksual tersebut.

"Semakin meningkatnya kesadaran dan kepercayaan. Tapi, untuk datanya besok (hari ini, 24-7-2024) akan saya sampaikan pada saat konferensi nasional," ujarnya.

Ranah Domestik

Sri Wiyanti menjelaskan, laporan yang diterima tak hanya kasus kekerasan seksual di dalam kampus, namun ada juga yang di luar kampus seperti ranah domestik.

"Sedikit saja enam bulan terakhir 40 persen kasus yang masuk di UGM itu bukan kekerasan seksual dalam lingkup Tri Dharma. Nah, sekarang ada kecenderungan mereka percaya itu kekerasan seksual yang di ranah domestik, yang di ranah kerja, bahwa mereka adalah masyarakat UGM yang melaporkan kekerasan seksual yang bukan dalam lingkup pendidikan," jelasnya.

Meski demikan, laporan tersebut tetap diusut oleh PPKS UGM. Karenanya, Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UGM membangun rujukan dan mekanisme kerja sama dengan lembaga lain.

"Jadi, itu perkembangan positifnya, dari yang tidak mau melaporkan sekarang banyak pelaporannya, terus yang dilaporkan kasus kekerasan seksual yang tidak hanya dalam lingkup Tri Dharma. Nah, kita kan menjadi bagian dari masyarakat, ya. Jadi, kampus bukan hanya untuk kampus, kampus itu juga ada untuk masyarakat," paparnya.

red
Konferensi Nasional: "Sexual Violence in Universities Investigating Root cause Problems, Prevention, and Responses" di UGM, Selasa sore, 23 Juli 2024. Foto: KBR/Ken

Kekerasan Seksual Nonfisik

Komisioner Komnas Perempuan, Alimatul Qibtiyah menambahkan, konferensi nasional ini sangat penting dilakukan sejak diinisiasi Satgas PPKS pada 2019, dan diperkuat terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.

"Ini menunjukkan adanya bentuk continues improvement di dalam upaya-upaya mewujudkan kawasan bebas kekerasan di perguruan tinggi," jelasnya.

Alimatul mengungkapkan, salah satu bentuk continues improvement ini adalah adanya perubahan catatan tahunan Komnas Perempuan sejak UU TPKS disahkan. Selama 21 tahun terakhir, komnas mencatat kasus paling banyak yang dilaporkan adalah perkosaan.

"Perkosaan itu selalu paling tinggi dilaporkan. Tapi, sejak ada UU TPKS disahkan dan semakin masifnya implementasi kebijakan PPKS ini di perguruan tinggi, itu ada perubahan yang mana yang banyak dilaporkan itu bukan perkosaan tapi pelecehan atau kekerasan seksual nonfisik " paparnya.

Alimatul menilai, adanya peralihan tren laporan dari kasus perkosaan menjadi kasus pelecehan ini merupakan sebuah kemajuan di dalam mewujudkan kawasan bebas kekerasan di lembaga pendidikan.

"Artinya semakin banyak diketahui masyarakat bentuk dan jenis kekerasan seksual itu tidak hanya perkosaan saja, " pungkasnya.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!