NUSANTARA
Korban Simpang KKA Aceh Utara Masih Trauma
AUTHOR / Erwin Jalaludin
KBR68H, Lhokseumawe - Sebanyak 156 korban konflik Simpang KKA di Aceh Utara meminta perhatian dari pemerintah. Sebagian besar mereka hidup terlantar dan trauma.
Mereka merupakan korban serangan TNI pada masa Daerah Operasi Militer
(DOM) pada 1999 atau 13 tahun lalu. Peristiwa itu dikenal sebagai
Tragedi Simpang KKA (Kertas Kraft Aceh). Sebagian besar mengalami cacat
tubuh.
Ketua Dewan Penasihat Komunitas Korban Hak Asasi Manusia
Aceh Utara (K2HAU) Murtala mengatakan para korban Tragedi Simpang KKA
itu belum tersentuh perhatian atau mendapat bantuan dari pemerintah.
"Mereka
butuh perhatian, terutama untuk memperbaiki jiwa mereka yang trauma.
Kemudian bagaimana membangkitkan gairah hidup mereka. Mereka perlu
mendapat pelatihan khusus bagaimana mengelola ekonomi yang baik. Kalau
dikasih bantuan atau dana, tapi tidak mendapat pembinaan, maka dana
tidak akan berguna," kata Murtala.
Tragedi Simpang KKA
Tragedi
Simpang KKA terjadi pada 3 Mei 1999. Peristiwa itu diawali dari sebuah
rapat akbar memperingati tahun baru 1 Muharram, pada Jumat 30 April di
Desa Cot Murong, Kecamatan Dewantara, Kabupaten Aceh Utara. Pada masa
pemberlakuan Daerah Operasi Militer (DOM), aparat keamanan mencurigai
rapat akbar itu sebagai ceramah Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Seorang
anggota TNI dari Detasemen Rudal dikabarkan di tengah acara. Sehari
kemudian aparat TNI berputar-putar di sekitar Desa Cot Murong. Dua hari
kemudian, pada Minggu 2 Mei, tentara kembali mendatangi desa menggunakan
sejumlah truk, dan memeriksa warga tentang kabar anggota mereka yang
hilang. Pemeriksaan disertai penyiksaan.
Pada Senin pagi, 3 Mei,
tentara kembali mendatangi desa Cot Murong menggunakan sejumlah truk.
Aparat memberondong warga yang bersiaga. Data dari NGO HAM menyebutkan,
korban tewas sebanyak 46 orang, 156 orang luka tembak, dan 10 orang
hilang.
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!