NASIONAL

Kelaparan di Puncak, Apa Saja Faktor-Faktor Penyebabnya?

Wakil Presiden Maruf Amin menyebut enam orang meninggal di Kabupaten Puncak, Papua, bukan diakibatkan kelaparan.

AUTHOR / Astri Yuana Sari, Resky Novianto.

Kelaparan di Puncak, Apa Saja Faktor-Faktor Penyebabnya?
Gagal panen akibat musim kemarau berkepanjangan diiringi cuaca ekstrem yang terjadi di Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah. Foto: BNPB/Istimewa

KBR, Jakarta- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto, bersama Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyerahkan bantuan logistik dan peralatan kepada warga terdampak bencana kekeringan dan cuaca dingin ekstrem di Kabupaten Puncak, Papua Tengah, Rabu, 2 Agustus 2023.

Kepala BNPB Suharyanto berharap, dalam jangka pendek bantuan tersebut bisa mengatasi dan memenuhi kebutuhan logistik masyarakat.

"Jadi, untuk bantuan ini akan dilakukan terus-menerus, nanti Pak Bupati akan membuat surat permintaan, dan BNPB selama ada masa tanggap darurat ini akan membantu, baik logistiknya maupun pengangkutannya. Diangkut oleh pesawat dari Timika ke Agandugume, ya, karena itu yang lebih dekat," kata Suharyanto dalam video yang diterima KBR, Kamis, (3/8/2023).

Suharyanto memerinci, bantuan logistik yang diserahkan berupa beras 50 ton, makanan siap saji 10 ribu paket, rendang kemasan 3.000 paket, susu protein 3.000 paket, dan sembako 3.000 paket.

Kemudian untuk peralatan meliputi tenda gulung 2.000 unit, selimut 10 ribu buah, matras 2.000 buah, kasur lipat 2.000 buah, pakaian anak 2.000 buah, pakaian dewasa 2.000 potong, tenda pengungsi 4 unit, genset listrik 20 unit, dan motor trail 3 unit.

Proses pendistribusian logistik dan peralatan kepada masyarakat terdampak kekeringan dibantu TNI dan Polri. Sebab, kondisi menuju lokasi hanya dapat dilalui kendaraan roda dua serta helikopter.

Diare

Kemarin, Wakil Presiden Maruf Amin menyebut enam orang meninggal di Kabupaten Puncak, Papua, bukan diakibatkan kelaparan. Ma'ruf mengatakan, mereka meninggal karena diare.

"Sudah terjadi kekeringan di sana dan cuaca ekstrem. Dan yang meninggal itu bukan karena kelaparan, tapi karena diare dan karena cuaca," kata Wapres usai Rapat Internal mengenai Papua di Istana Wakil Presiden Jakarta, Rabu, (2/8/2023).

Wapres mengatakan, pemerintah sepakat memperpanjang masa tanggap darurat bencana kekeringan di Kabupaten Puncak. Status tanggap darurat diperpanjang dua pekan.

"Mengenai bantuan kepada mereka, terutama sekarang ada masa darurat ditetapkan satu minggu. Untuk sementara ini kita tambah menjadi dua minggu. Nanti yang pertama kita evaluasi lagi," kata Wapres.

Wapres juga memastikan bantuan pangan sudah didistribusikan ke lokasi terdampak kekeringan.

"Secara umum sekarang sudah dilakukan pengiriman di sana dan sudah sampai di sana," katanya.

Maruf menyebut, pengiriman bantuan terkendala cuaca dan medan lantaran tak ada transportasi pendukung.

"Itu distribusi dari tempat pengiriman pertama ke daerah-daerah, itu tidak ada transportasi. Jadi mungkin harus dipanggul oleh masyarakat. Jadi itu persoalan," ujarnya.

Kendala Distribusi Bantuan

Sementara itu, Panglima TNI Yudo Margono mengatakan, penyaluran bantuan pangan hanya terkendala cuaca. Dia memastikan, tidak ada gangguan dari kelompok bersenjata.

"Kan ada pasukan di sana. Saya pastikan pasukan di sana berjaga karena ini bantuan kemanusiaan. Jadi harus semua sepakat mendahulukan bantuan kemanusiaan," ujarnya.

Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Puncak menetapkan status tanggap darurat bencana kelaparan di dua distrik yaitu Agandugume dan Lambewi. Status ditetapkan mulai 7 Juni hingga 7 Agustus 2023, lewat surat keputusan Bupati Puncak Willem Wandik.

Usai penetapan tersebut, kekeringan meluas ke Distrik Oneri. Kekeringan diduga menjadi salah satu faktor penyebab kelaparan, lantaran mengakibatkan gagal panen.

Pelibatan Masyarakat Adat

Awal pekan ini, Pastor sekaligus aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) John Jonga menyarankan pemerintah melibatkan masyarakat adat serta gereja lokal dalam pendistribusian pangan ke wilayah terdampak.

Sebab menurut John, pendistribusian bantuan membutuhkan waktu yang panjang, biaya besar, hingga sulitnya sarana transportasi.

"Penting juga melibatkan masyarakat adat dalam arti untuk membantu karena bagaimanapun juga situasi dan kondisi keadaan alam seluruhnya masih sangat ekstrem. Kalau memang ingin memberikan bantuan kepada korban kelaparan memang yang lebih banyak di wilayah Distrik Mbua itu transportasi jalan cukup baik," ujar Pastor John Jonga kepada KBR, Senin, (31/7/2023).

John Jonga meminta pemerintah tetap mengutamakan perbantuan bagi warga terdampak kekeringan, dengan tidak melibatkan kekuatan aparat secara berlebihan demi keadaan yang tetap kondusif.

Bukan Hal Baru

Berdasarkan analisis Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) Wilayah Papua, faktor lain penyebab kelaparan di Papua Tengah adalah dikarenakan banyaknya perubahan struktur pangan, perebutan lahan, hingga bantuan pemerintah yang tidak merata.

Anggota BRWA Perwakilan Papua, Zulhasdullah mengatakan, kelaparan di Papua bukan hal yang baru terjadi, tetapi sudah sejak lama mereka mengalami krisis pangan.

"Kontras sebenarnya dengan kekayaan tanah Papua yang begitu dahsyatnya tetapi terjadi kemiskinan dan gizi buruk, bahkan kelaparan. Inikan satu hal yang kontras menurut kami. Artinya kondisi itu (kasus kelaparan) bisa terjadi karena orang Papua dengan hutannya itu tidak lagi dikuasai oleh mereka. Tetapi sudah di klaim oleh KLHK, oleh perizinan-perizinan pertambangan. Nah akhirnya bagaimana orang mau bisa berkebun," ujar Zulhasdullah, kepada KBR, Senin, (31/7/2023).

Anggota BRWA Zulhasdullah khawatir situasi kelaparan yang melanda Bumi Cendrawasih akan semakin masif bila tidak ditangani serius pemerintah. Ia menduga korban akibat kelaparan ini akan bertambah, terutama kepada bayi dan lanjut usia yang memiliki kondisi kesehatan rentan.

Untuk itu, Zulhasdullah mendorong pemerintah daerah berperan aktif mengatasi kasus kelaparan ini dengan segera memberikan bantuan pangan langsung kepada masyarakat terdampak.

Perubahan Pola Konsumsi

Sementara, menurut Pengamat Pertanian sekaligus Guru Besar dan Kepala Pusat Bioteknologi Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa, bencana kelaparan di Papua Tengah juga dipengaruhi faktor perubahan pola konsumsi pangan masyarakat.

Andreas menyebut, Papua Tengah yang notabene adalah daerah pegunungan memang sangat rentan terjadi fenomena embun upas yang bisa membekukan tanaman hingga mati.

"Ini sebenarnya pembelajaran bagi kita semua kan, bahwa sebenarnya masyarakat kan memiliki budaya pangan lokal ya, tapi budaya pangan lokal itu kita seragamkan dengan beras, lalu sekarang dengan mie instan atau dengan produk-produk berbahan baku gandum, itu lebih berbahaya lagi, karena gandum 100% kita impor," terang Andreas kepada KBR, Selasa, 01 Agustus 2023.

Andreas menilai, situasi di Puncak seharusnya bisa diantisipasi dengan membenahi sistem pertanian mereka dengan mengembalikan budidaya tanaman pangan lokal, sehingga bisa mengembalikan lagi pola konsumsi pangan masyarakat yang saat ini sudah bergantung pada beras dan gandum.

"Itu yang terjadi, tren yang terjadi di seluruh Indonesia seperti itu, sehingga program diversifikasi untuk wilayah-wilayah tertentu, itu menjadi syarat penting, menjadi hal yang harus betul-betul diperjuangkan," imbuhnya.

Pertahankan Kearifan Lokal

Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengakui perubahan struktur pangan menjadi salah satu penyebab terjadinya bencana kelaparan berulang di wilayah Papua.

Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan, ada sejumlah kendala terkait sektor pangan di Papua. Di antaranya tidak tersedianya bahan makanan yang dimiliki, dan akses yang sulit.

Arief mengatakan, seharusnya pemerintah pusat dan daerah tetap mempertahankan kearifan lokal dan pola makan masyarakat, sebelum gencar melakukan perubahan struktur pangan di berbagai daerah, termasuk di Papua.

Menurut Arief, bencana kelaparan yang kini melanda Papua Tengah juga disebabkan adanya perubahan pola makan masyarakat yang bergantung dari luar.

"Kalau struktur pangan seharusnya mengacu ke situ (kearifan lokal). Struktur pangan yang mau ideal, ya, itu. Kemudian pemenuhannya tergantung dari kearifan pangan lokal tadi. Jadi, di daerah tertentu kalau memang sudah biasa turun-temurun makan sagu, ya memang akan sagu. Disuruh makan roti dia juga enggak pas. Jadi, biarkan kearifan pangan itu berkembang," ujar Arief ketika dihubungi KBR, Selasa, (1/8/2023).

Stok Pangan

Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi menambahkan pihaknya bersama pemerintah berkomitmen untuk memastikan stok pangan cukup di daerah tersebut.

Ia berharap ke depan permasalahan pangan tidak menjadi ancaman menakutkan. Ia meminta, seluruh pihak juga dapat bekerja sama mengatasi bencana kelaparan.

Arief Prasetyo Adi menyatakan, Bapanas akan mengevaluasi pelaksanaan perubahan struktur pangan di Papua.

Kelaparan di Papua

Bencana kelaparan di Papua sebelumnya terjadi pada 1997 yang melanda Sinak dan Ilaga. Setahun kemudian, kelaparan terjadi di Silimo Kabupaten Jayawijaya. Pada 2000, bencana kelaparan terjadi Bonggo, Jayapura. Lima tahun kemudian terjadi kelaparan yang menewaskan warga di Yahukimo.

Pada 2015, kasus kelaparan terjadi di Lanny Jaya, Puncak dan Nduga Papua, serta di Kabupaten Tambraw, Papua Barat. Tiga tahun kemudian, kasus kelaparan melanda warga di Kabupaten Asmat, dan pada 2019 terjadi di Nabire, Merauke serta Intan Jaya.

Pada 2023, bencana kelaparan terjadi di tiga distrik di Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah. Tiga distrik itu adalah Distrik Agandugume, Distrik Lambewi dan Distrik Oneri. Distrik Lambewi dan Agandugume berstatus tanggap darurat sejak 7 Juni 2023. Tercatat ribuan orang terdampak kelaparan di sana.

Baca juga:

Editor: Sindu

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!