NASIONAL

Kelaparan di Puncak, Perubahan Struktur Pangan, dan Budidaya Tanaman Lokal

Kelaparan itu menyebabkan enam orang meninggal dan ribuan warga di sana terdampak.

AUTHOR / Astri Yuana Sari, Shafira Aurelia, Hoirunnisa

Kelaparan di Puncak, Perubahan Struktur Pangan, dan Budidaya Tanaman Lokal
Warga korban kekeringan akibat cuaca ekstrem bertemu dengan Bupati Puncak Willem Wandik di Distrik Ilaga, Kamis (20/07/23). (Humas Pemkab)

KBR, Jakarta- Faktor perubahan pola konsumsi pangan masyarakat menjadi salah satu penyebab terjadinya kelaparan di sejumlah distrik di Kabupaten Puncak, Papua Tengah. Kelaparan itu menyebabkan enam orang meninggal dan ribuan warga di sana terdampak.

Penjelasan soal faktor itu disampaikan Pengamat Pertanian sekaligus Guru Besar dan Kepala Pusat Bioteknologi Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa.

"Papua itu, di Papua yang di pegunungan pegunungan tinggi di Papua, itu sebenarnya pernah diidentifikasi ada belasan sumber pangan yang tidak terlalu berpengaruh, tidak terlalu dipengaruhi oleh iklim yang seperti sekarang ini," kata Andreas kepada KBR, Selasa, (1/8/2023).

Budidaya Tanaman Pangan Lokal

Andreas menyebut, Papua Tengah yang notabene adalah daerah pegunungan sangat rentan terjadi fenomena embun upas yang bisa membekukan tanaman hingga mati.

Namun menurutnya, hal ini seharusnya bisa diantisipasi dengan membenahi sistem pertanian di sana. Yakni mengembalikan budidaya tanaman pangan lokal, sehingga bisa mengembalikan lagi pola konsumsi pangan masyarakat yang saat ini sudah bergantung pada beras dan gandum.

"Kan, ada di sana yang sejenis pisang-pisangan, ada yang umbi-umbian, tapi umbi-umbian terutama di hutan-hutan ya, itu bisa menjadi penyelamat di kala kejadian-kejadian seperti ini," tutur Andreas.

Andreas mengatakan, bencana kelaparan di Papua Tengah seharusnya bisa menjadi pembelajaran bagi pemerintah agar dapat memahami budaya pangan lokal.

"Mereka mulai meninggalkan budidaya pangan-pangan lokal, lalu ketergantungan terhadap beras tinggi, apalagi perlahan-lahan beras tergeser juga oleh gandum, jadi itu yang bahaya," imbuhnya.

Ia menyebut, program diversifikasi pangan untuk wilayah-wilayah tertentu menjadi syarat yang sangat penting dan harus benar-benar diperjuangkan. Sebab menurutnya, semakin lama masyarakat semakin tergantung pada beras dan gandum.

"Jadi dalam jangka panjang kita harus mengembalikan lagi, dalam arti menggali kembali budaya-budaya pangan lokal, sudah barang tentu program-program breeding, pemuliaan untuk pangan-pangan lokal juga harus dikembangkan juga, sehingga produktivitas pangan lokal ini bisa meningkat," kata dia.

Baca juga: Bencana Kelaparan, Bapanas Akan Evaluasi Perubahan Struktur Pangan di Papua

Kendala

Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengakui perubahan struktur pangan menjadi salah satu penyebab terjadinya bencana kelaparan berulang di wilayah Papua.

Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan, ada sejumlah kendala terkait sektor pangan di Papua. Di antaranya tidak tersedianya bahan makanan yang dimiliki, dan akses yang sulit.

Arief mengatakan seharusnya pemerintah pusat dan daerah tetap mempertahankan kearifan lokal dan pola makan masyarakat, sebelum gencar melakukan perubahan struktur pangan di berbagai daerah, termasuk di Papua.

Menurut Arief, bencana kelaparan yang kini melanda Papua Tengah juga disebabkan adanya perubahan pola makan masyarakat yang bergantung dari luar.

"Kalau struktur pangan seharusnya mengacu ke situ (kearifan lokal). Struktur pangan yang mau ideal ya itu. Kemudian pemenuhannya tergantung dari kearifan pangan lokal tadi. Jadi di daerah tertentu kalau memang sudah biasa turun-temurun makan sagu, ya memang akan sagu. Disuruh makan roti dia juga enggak pas. Jadi biarkan kearifan pangan itu berkembang," ujar Arief ketika dihubungi KBR, Selasa (1/8/2023).

Stok Pangan

Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi menambahkan pihaknya bersama pemerintah berkomitmen untuk memastikan stok pangan cukup di daerah tersebut.

Ia berharap ke depan permasalahan pangan tidak menjadi ancaman menakutkan. Ia meminta, seluruh pihak juga dapat bekerja sama mengatasi bencana kelaparan.

Arief Prasetyo Adi menyatakan, Bapanas akan mengevaluasi pelaksanaan perubahan struktur pangan di Papua.

Faktor Versi Pemerintah

Merespons kelaparan di Puncak, Presiden Joko Widodo memerintahkan jajaran di pusat dan daerah segera melakukan penanganan. 

Kata Jokowi, bencana kelaparan terjadi karena cuaca dingin dan faktor keamanan. Kondisi cuaca ekstrem tersebut mengakibatkan kekeringan dan memicu gagal panen dan kelaparan.

"Saya sudah perintahkan pada menko PMK, menteri sosial, BNPB dan juga di daerah Papua untuk segera menangani secepat-cepatnya (bencana kelaparan). Tapi, problemnya supaya tahu itu ada daerah spesifik itu kalau musim salju tanaman tidak ada yang tumbuh di ketinggian yang sangat tinggi, dan kedua bantuan makanan juga problem di urusan keamanan," kata Jokowi usai meresmikan Sodetan Kali Ciliwung ke BKT di Inlet Sodetan Ciliwung, Jakarta, Senin, 31 Juli 2023.

Presiden juga menginstruksikan panglima TNI mengawal proses pengiriman bantuan. Sebab, ada kendala keamanan yang menghambat pengiriman bantuan makanan ke Papua Tengah.

"Saya minta juga tadi TNI untuk membantu mengawal. Di sana memang problemnya selalu seperti itu, medannya yang sangat sulit, pesawat yang mau turun pilotnya enggak berani, sehingga problem itu yang terjadi," ujar Jokowi.

Pelibatan Masyarakat Adat

Sementara itu, Tokoh Agama di Papua, John Jonga meminta pemerintah segera mendistribusikan bantuan untuk korban bencana kelaparan di Kabupaten Puncak, Papua Tengah.

Pastor sekaligus aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) ini juga menyarankan pemerintah melibatkan masyarakat adat serta gereja lokal dalam pendistribusian pangan ke wilayah terdampak.

Sebab menurut John, pendistribusian bantuan membutuhkan waktu yang panjang, biaya besar, hingga sulitnya sarana transportasi.

"Penting juga melibatkan masyarakat adat dalam arti untuk membantu karena bagaimanapun juga situasi dan kondisi keadaan alam seluruhnya masih sangat ekstrem. Kalau memang ingin memberikan bantuan kepada korban kelaparan memang yang lebih banyak di wilayah Distrik Mbua itu transportasi jalan cukup baik," ujar Pastor John Jonga kepada KBR, Senin, (31/7/2023).

John Jonga meminta pemerintah tetap mengutamakan perbantuan bagi warga terdampak kekeringan, dengan tidak melibatkan kekuatan aparat secara berlebihan demi keadaan yang tetap kondusif.

Kelaparan di Papua

Bencana kelaparan di Papua sebelumnya terjadi pada 1997 yang melanda Sinak dan Ilaga. Setahun kemudian, kelaparan terjadi di Silimo Kabupaten Jayawijaya. Pada 2000, bencana kelaparan terjadi Bonggo, Jayapura. Lima tahun kemudian terjadi kelaparan yang menewaskan warga di Yahukimo.

Pada 2015, kasus kelaparan terjadi di Lanny Jaya, Puncak dan Nduga Papua, serta di Kabupaten Tambraw, Papua Barat. Tiga tahun kemudian, kasus kelaparan melanda warga di Kabupaten Asmat, dan pada 2019 terjadi di Nabire, Merauke serta Intan Jaya.

Pada 2023, bencana kelaparan terjadi di tiga distrik di Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah. Tiga distrik itu adalah Distrik Agandugume, Distrik Lambewi dan Distrik Oneri. Distrik Lambewi dan Agandugume berstatus tanggap darurat sejak 7 Juni 2023.

Baca juga:

Editor: Sindu

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!