NUSANTARA
Kantor Desa di Rembang Pakai Listrik Tenaga Surya, Bikin Hemat Pengeluaran
"Listrik PLN tetap masih pakai, tapi yang paling dominan difungsikan adalah tenaga surya. Yang jelas, pengeluaran semakin hemat,”
AUTHOR / Musyafa
-
EDITOR / Resky Novianto
KBR, Rembang- Pengembangan listrik tenaga surya di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah semakin digencarkan.
Kepala Desa Pamotan Rembang, A. Maskur Rukani mengatakan dengan penggunaan tenaga surya di kantor balai desa maka penghematan anggaran bisa dilakukan.
“Kalau full listrik PLN, rata-rata membayar Rp 1,2 Juta, sekarang tinggal 350 – 400 ribu per bulan. Listrik PLN tetap masih pakai, tapi yang paling dominan difungsikan adalah tenaga surya. Yang jelas, pengeluaran semakin hemat,” tuturnya, Kamis (12/12).
Meski kondisi mendung atau hujan sekalipun, daya listrik yang dihasilkan masih mampu mengoperasikan kegiatan pelayanan.
“Dengan tenaga surya saat puncak pelayanan di siang hari, mampu mengoperasikan 5 pendingan ruangan(AC), 6 unit komputer, laptop, lampu-lampu listrik di berbagai ruangan,” imbuhnya.
Dari sisi perawatan, Menurut Maskur, juga sangat mudah. Tiap tahun cukup membersihkan panel surya di atas genteng balai desa, agar tidak tertutup debu. Tujuannya, supaya tangkapan sinar matahari lebih optimal.
“Cukup dilap dengan air. Soalnya kalau tertutup debu agak tebal, akan kurang optimal menangkap sinar matahari,” beber Maskur.
Balai Desa Pamotan menerima bantuan perangkat listrik tenaga surya dari Gubernur Jawa Tengah sejak tahun 2022.
Maskur berharap bantuan semacam ini semakin diperbanyak, karena manfaatnya sangat besar dan ramah lingkungan.
“Beberapa kantor pemerintah sudah mulai nyoba. Terutama untuk tempat-tempat pelayanan publik, mesti diprioritaskan,” pungkasnya.
Baca juga:
- Target Swasembada Energi, Bright Institute Soroti Ketergantungan Konsumsi Migas
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!