NUSANTARA

Jurnalis hingga Persma Jadi Sasaran Represifitas Aparat Saat Meliput May Day di Semarang

"Aparat dua kali memukul saya, padahal saya sedang mengambil video," beber Jamal

AUTHOR / Anindya Putri

EDITOR / Resky Novianto

Google News
foto
Ilustrasi kekerasan aparat. Foto: Wikimedia/Creative Commons

KBR, Semarang- Sejumlah jurnalis dan puluhan mahasiswa di Kota Semarang kembali mendapatkan kekerasan dari aparat kepolisian dalam aksi demo Hari Buruh Internasional (May Day) di depan Gedung DPR, Jawa Tengah.

Jurnalis Tempo, Jamal Abdun Nashr ditampar dan dipukul aparat saat meliput aksi demonstrasi. Ia membeberkan dirinya mengalami tindakan kekerasan oleh aparat sebanyak dua kali.

"Aparat dua kali memukul saya, padahal saya sedang mengambil video," beber Jamal di Semarang, Kamis.(1/5/2025).

Tindakan represif dari aparat yang diterima Jamal terjadi pukul 17.30 WIB di depan pintu gerbang kantor Gubernur Jawa Tengah. Ketika ia mengambil video sejumlah demonstran yang dipukuli aparat.

Namun, polisi membabi buta, Ia diintimidasi sekaligus mendapatkan kekerasan berupa leher dipiting lalu hendak dibanting.

"Polisi tiba-tiba memiting, saya sudah bilang kalau saya ini Jurnalis tapi tak ditanggapi," jelas Jamal.

Sejumlah jurnalis yang melihat Jamal dibawa aparat ke arah kantor Dinsos Jateng sempat meneriaki dan meminta agar ia dilepas. Lantas ia, dilepaskan.

"Saya dengar teman-teman berteriak, untuk meminta saya dilepas,"katanya.

Kekerasan Aparat Berlanjut

Kekerasan kedua kembali diterima Jamal pukul 20.36 WIB, ketika ia meliput pengepungan aparat kepolisian di depan pintu gerbang utama kampus Universitas Diponegoro (Undip) Pleburan.

"Saat itu saya sedang duduk di trotoar bersama sejumlah jurnalis lainnya yang jaraknya cukup jauh dengan pintu gerbang Undip, mendengarkan keramaian aparat diduga sedang menangkap mahasiswa, saya dan sejumlah jurnalis lainnya berdiri,"jelasnya.

Jamal mengatakan, para jurnalis yang duduk di trotoar justru dituding melakukan perekaman oleh puluhan polisi berpakaian preman.

Ia juga sempat mengungkapkan tindakan aparat tersebut sebagai bentuk penghalang-halangan tugas jurnalistik.

"Saya bilang ke mereka (polisi) kalau mereka sudah menghalangi kerja kami jurnalis,"bebernya.

Menurutnya, sejumlah jurnalis lainnya juga ikut melontarkan kalimat serupa. Namun, Perlawanan dari jurnalis ditanggapi dengan tindakan yang lebih beringas dari aparat dengan melemparkan helm ke arah jurnalis tapi tidak kena.

"Kami malah dilempar helm, dan mereka sempat berteriak tidak takut dengan wartawan Tempo," ucap Jamal mengulang ucapan rombongan polisi.

Jurnalis perempuan yang ikut meliput aksi demontrasi, juga tak luput dari tindakan represif dan intimidasi aparat yang berujung membuat trauma.

Salah satu jurnalis media online, F sempat diminta oleh aparat untuk menghapus video yang ia rekam, ketika aparat memukuli Persma di sekitar Undip Pleburan.

"Saya dipaksa untuk mengahapus video ketika polisi memukul mahasiswa,"beber F kepada KBR Media.

F mengungkapkan, sempat mendapat kabar jika mahasiswi yang mengikuti demo diikuti orang tak dikenal (OTK) ketika pulang.

Ia mengaku trauma dan takut, pasca pemaksaan penghapusan video oleh aparat. F memilih untuk tak pulang ke rumah.

"Saat ini masih paranoid ketika liat orang disekelilingku yang tidak aku kenal,"jelas F.

Anggota Pers Mahasiswa Turut menjadi Korban

Selain Jamal dan F, DS, pimpinan redaksi pers mahasiswa (LPM) juga mengalami pemukulan oleh aparat berpakaian sipil.

DS mengalami luka robek di wajah hingga harus mendapatkan jahitan. DS dipukul saat merekam kekerasan terhadap massa dengan ponselnya, meski telah mengaku sebagai wartawan.

Takk hanya itu, empat anggota Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) masing-masing dua anggota LPM Justisia Universitas Islam Negeri (UIN) Semarang dan dua anggota LPM Vokal dari Universitas PGRI Semarang (UPGRIS).

Baca juga:

Polisi Jangan Lagi Dibekali Senjata Api!

AJI Semarang Kecam Represifitas Aparat

Ketua AJI Kota Semarang, Aris Mulyawan, menegaskan peristiwa ini adalah bentuk pelanggaran serius terhadap kemerdekaan pers dan mencoreng wajah demokrasi.

"Tugas jurnalistik dilindungi undang-undang. Aparat yang melakukan kekerasan terhadap jurnalis adalah pelanggar hukum. Kami mengecam tindakan represif ini dan mendesak agar pelakunya diusut tuntas," tegas Aris.

"Kekerasan terhadap jurnalis bukan insiden biasa, ini ancaman terhadap hak publik," imbuhnya.

Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers disebutkan, untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarkan luaskan gagasan dan informasi.

Dalam ayat 1 Pasal 18 UU Pers ditegaskan, “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi

pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”.

“Tindakan aparat terhadap Jamal dan DS berpotensi melanggar pasal-pasal tersebut dan mengarah pada tindak pidana penghalangan kerja pers,” katanya.

14 Orang Masih Ditahan Polisi

Pendamping hukum aksi May Day Kota Semarang, Fajar Andika menambahkan, bahwa sampai saat ini jumlah peserta aksi yang ditahan terus bertambah.

"Ada 18 orang yang ditangkap, 5 dibawa ke rumah sakit. Namun, 4 orang sudah dibebaskan, 14 lainnya masih ditahan," kata Dhika.

Mahasiswa yang mengalami luka langsung dilarikan ke Rumah Sakit Roemani untuk mendapatkan perawatan medis.

"Sebelum penangkapan ini terjadi, aparat kepolisian lagi-lagi melakukan tindakan brutal, tindakan represif berupa penembakan gas air mata," ungkap Dhika.

Kabid Humas Polda Jateng, Artanto mengklaim 4 mahasiswa telah dibebaskan lantaran tidak melakukan tindakan anarkis.

Lanjutnya, 14 lainnya masih dalam pemeriksaan yang dilakukan Polres Semarang.

"Dari total mahasiswa, 4 sudah dibebaskan, 14 lainnya masih dalam pemeriksaan,"ucap Artanto.

Baca juga:

Polisi Tembak Siswa di Semarang, YLBHI: Kejahatan Luar Biasa

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!