NUSANTARA

IPAL untuk Atasi Pencemaran Sungai Musi di Palembang

IPAL, Sungai Musi, Palembang

AUTHOR / Mongabay-Green Radio

IPAL untuk Atasi Pencemaran Sungai Musi di Palembang
IPAL, Sungai Musi, Palembang

Demi mengatasi pencemaran air Sungai Musi, Pemerintah Palembang berencana menerapkan sistem Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) komunal. Targetnya,  kualitas air pembuangan dari mencuci, mandi, dan lain-lain, saat mengalir ke parit, anak sungai, dan Sungai Musi, lebih baik atau tidak lagi mengandung limbah seperti diterjen.


“IPAL komunal membuat kualitas air sungai maupun anak sungai terjaga,” kata Isnaini Madani, kepala Dinas Tata Kota Palembang, awal Juli 2014.


IPAL komunal memiliki fungsi hampir sama dengan septictank. Namun IPAL hanya bagi air pembuangan rumah tangga yang berpotensi merusak lingkungan, yang menggunakan diterjen, sampo, sabun mandi, dan lain-lain.


Sejak 1 Juli 2014, setiap pemohon Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk rumah, rumah toko, hotel, serta perumahan, wajib memiliki IPAL komunal. Tanpa itu semua, maka dalam waktu 10-20 tahun mendatang konsumsi air baku Sungai Musi bisa tidak ada lagi. 


Nantinya Walikota Palembang akan membuat Peraturan Walikota soal kewajiban membangun IPAL komunal. 


IPAL ini bisa berupa septictank berbahan fiberglass maupun beton. Sistem ini dinilai cukup bagus dan memiliki keunggulan, yaitu hanya butuh lahan sedikit, biaya pengoperasian dan perawatan yang murah serta tinginya tingkat efisiensi pengelolaan limbah. 


Namun, katanya, membangun IPAL ini memerlukan biaya tidak sedikit. Selain bahan mahal, perlu tenaga ahli. Jadi, kemungkinan hanya dilakukan rumah mewah, perumahan, rumah tokoh, hotel, atau rumah sakit. “Kalau masyarakat biasa sulit, harus ada bantuan pemerintah atau pihak lain untuk membangun IPAL komunal dalam pemukiman,” kata Hilmin Sihabudin, koordinator Green Srivijaya, komunitas peduli sungai. 


Menurut Hilmin, penataan kualitas air Sungai Musi bukan hanya melalui pembangunan IPAL dan perbaikan drainase. Namun, perlu penanaman pohon seperti bambu atau buahan. Selain itu, penimbunan rawa yang tersisa 5.834 hektar harus dihentikan. Saat ini, masih ditemukan penimbunan rawa oleh pengembang perumahan.

Ancaman 


Salah satu ancaman besar bagi kualitas Sungai Musi, kata Hilmin, justru dari daerah huluan. Eksplorasi batubara, termasuk penghabisan wilayah resapan, baik hutan dan rawa.


“Bukan hanya mengancam kualitas air, juga berpotensi Palembang banjir pada musim penghujan atau krisis air pada kemarau.”


Pemerintah Sumsel dengan PT Pelindo II berencana menghentikan peran Sungai Musi sebagai sarana angkutan batubara. Sebab hal ini diyakini akan memperlancar eksplorasi batubara di huluan, dan menyebabkan pencemaran limbah batubara di Sungai Musi.


“Kita harus belajar dengan Sungai Air Bengkulu yang rusak, dipenuhi limbah batubara. Jangan sampailah batubara merusak Musi. Kerjasama itu harus dihentikan. Batubara itu bukan industri berkelanjutan. Itu industri kotor.”


Tulisan ini hasil kerjasama Green Radio dan Mongabay

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!