NUSANTARA

Hari Perempuan Internasional, Perhatikan Nasib Buruh Gendong

Selain kesejahteraan, hal lain yang perlu diperhatikan adalah kesehatan.

AUTHOR / Ken Fitriani

EDITOR / R. Fadli

Google News
Perempuan
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, MY Esti Wijayati dan buruh gendong Pasar Beringharjo (8/3/2025). (Foto : KBR/Ken)

KBR, Yogyakarta - Buruh gendong di Pasar Beringharjo, Yogyakarta didominasi perempuan yang berusia muda hingga lanjut usia. Mereka melayani jasa gendong atau angkat barang belanjaan para pembeli dari lapak hingga tempat parkir kendaraan.

Keberadaannya yang sudah ada sejak puluhan tahun lalu, menjadi simbol perempuan kuat berdaya meski kadang tak banyak yang memperhatikan kesejahteraannya.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Maria Yohana Esti Wijayati mengatakan, selain kesejahteraan, hal lain yang perlu diperhatikan adalah kesehatan.

Karenanya, ia bersama Pemerintah Kota Yogyakarta menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan gratis untuk ratusan buruh gendong di pasar tertua Kota Yogyakarta tersebut, sekaligus memperingati Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada Sabtu, 8 Maret 2025.

"Simbol saja (buruh gendong). Buruh gendong ini sebagai simbol perempuan yang kuat, perempuan yang berdaya, tetapi tetap harus diperhatikan dari banyak sisi. Bagaimana keluarganya, bagaimana sekolah anak-anaknya, bagaimana soal kesehatannya. Nyatanya tadi ada yang kolesterolnya tinggi, ternyata ada yang tensinya tinggi," katanya di Pasar Beringharjo, Jalan Marga Mulya nomor 16, Yogyakarta, Sabtu (8/3/2025).

Esti mengungkapkan, meski buruh gendong sudah sangat berdaya, namun ada sisi dimana pemerintah tetap harus hadir untuk bisa memberikan yang terbaik kepada buruh gendong. Karenanya, lewat momentum Hari Perempuan Internasional ini diharapkan bisa menggugah seluruh stakeholder di pemerintahan.

"Momentum ini kami berharap menggugah seluruh stakeholder di pemerintahan untuk bisa lebih peduli kepada kaum perempuan. Jadi perempuan tidak hanya menjadi obyek pembangunan saja, tetapi bagaimana kebijakan-kebijakan di pemerintah daerah maupun pusat itu bisa menampakkan keberpihakannya dari berbagai sektor," jelasnya.

Dijelaskan Esti, perempuan diharapkan bisa mandiri baik secara ekonomi maupun hati yang bahagia karena sehat sekaligus memahami secara sederhana hak-hak perempuan itu apa saja.

"Supaya apa? Supaya kasus-kasus KDRT bisa ditekan, supaya kasus-kasus kekerasan seksual bisa ditekan. Itu salah satunya kalau kita bicara soal kesetaraan dan hak-hak perempuan," ujarnya.

Sementara itu, Wakil Walikota Yogyakarta, Wawan Harmawan menambahkan, pemerintah mendukung adanya kegiatan memperingati Hari Perempuan Internasional. Menurutnya, pemberdayaan perempuan memang menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan.

"Perempuan adalah tonggak, support. Saya bisa jadi karena peran perempuan. Jadi kesetaraan gender harus kita perhatikan. Kesejahteraan otomatis harus kita perhatikan," imbuhnya.

Wawan mengungkapkan, buruh gendong menjadi simbol perempuan kuat. Hal ini sekaligus menjadi fenomena yang tidak umum.

"Mereka bisa melakukan itu, bukan pemilik (lapak) tapi mereka kuat mengangkat apa yang dibelanjakan oleh masyarakat dan ini fenomena bahwa ini perempuan yang tidak umumnya," ungkapnya.

Salah seorang buruh gendong di Pasar Beringharjo, Paijem mengatakan, dirinya merasa senang adanya cek kesehatan gratis dan pembagian sembako. Menurutnya, ini salah satu bentuk perhatian dari pemerintah.

"Saya senang sekali. Ini dapat roti, minyak, beras, tepung, gula, minyak dan lainnya," ungkapnya.

Baca juga:

- Beban Ganda Perempuan, Negara dan Laki-Laki Turut Melanggengkan

Paijem yang sudah 35 tahun menjadi buruh gendong mengaku, saat ini yang menggunakan jasa gendong belanjaan sedikit sekali. Hal ini juga dikarenakan kondisi fisiknya yang sudah renta dan tak sekuat dulu.

"Sehari kira-kira saya dapat Rp30.000. Makanya saya nginep di pasar, tidur di emperan toko. Pulang seminggu sekali. Ongkos enggak cukup kalau tiap hari pulang," lanjut perempuan berusia 69 tahun itu.

Paijem bilang, dirinya memang sudah diminta istirahat saja di rumah oleh anak-anaknya. Namun ia belum mau lantaran masih senang berada di pasar menjadi buruh gendong atau membantu pedagang sayur.

"Anak juga sudah minta untuk di rumah, tapi saya belum mau. Belum tahu mau sampai kapan (jadi buruh gendong). Kalau bulan puasa begini ya tetap puasa, sahur dan buka sudah ada yang ngasih (memberi), enggak tahu darimana (pemberian itu)," pungkasnya kepada KBR.

Baca juga:

- Kesetaraan Gender di Media: Komitmen Global untuk Aksi Nyata

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!