NASIONAL

HAN 2024: KPAI Soroti Kekerasan Polisi, IDAI Ingatkan Bahaya Gawai

Data kekerasan terhadap anak bagaikan fenomena 'gunung es', sebab hanya ada sebagian kecil yang terlaporkan.

AUTHOR / Hoirunnisa, Astri Septiani

EDITOR / R. Fadli

HAN 2024
Anggota Polantas hentikan anak dibawah umur yang kendarai sepeda motor. (Foto: antaranews)

KBR, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra menyoroti tindak kekerasan yang masih kerap dilakukan personel kepolisian terhadap anak-anak yang berhadapan dengan hukum.

Padahal, menurut Jaasra, polisi seharusnya memberikan perlindungan dan menerapkan layanannya dengan prinsip ramah anak.

Untuk itu, Jasra mendorong penciptaan ruang yang aman bagi anak yang berhadapan dengan hukum.

"Kasus Bangka Belitung itu kan kebetulan tamparan keras bagi institusi kepolisian, di mana tempat yang aman dan nyaman bagi anak melapor justru oknum polisi jadi pelaku. Hal seperti ini kan tidak boleh terjadi lagi ke depan. Maka dipastikan soal seleksi SDM aparat hukumnya, dilatih, termasuk juga bagaimana membangun sensitivitas kepada korban," kata dia kepada KBR (23/7/2024).

Ia juga mendorong kepolisian meningkatkan profesionalitas dan melatih SDM-nya. Katanya, pihak kepolisian harus mengetahui bagaimana cara berkomunikasi dengan anak yang berhadapan dengan hukum.

Kepolisian, lanjut Jasra, juga harus menyediakan ruang pengaduan ramah dan nyaman bagi anak.

Ia juga menyebut data kekerasan terhadap anak bagaikan fenomena 'gunung es', sebab hanya ada sebagian kecil yang terlaporkan.

"Sehingga anak-anak ketika datang ke sentra-sentra pengaduan itu mendapatkan perhatian serius sehingga aparat hukum dimudahkan untuk menggali bukti-bukti yang dibutuhkan dengan cepat. Kalau ruang pengaduan anak tidak disiapkan, SDMnya bermasalah kan sulit kita mempercepat atau menyelesaikan kasus-kasus anak berhadapan dengan hukum. Baik sebagai saksi, korban, maupun pelaku," tandasnya.

Bahaya Gawai

Di lain pihak, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) meminta kalangan orang tua mewaspadai anak-anaknya mengalami kecanduan atau adiksi gawai di tengah kemajuan teknologi.

Ketua IDAI, Piprim Basarah Yanuarso mengatakan dampak gawai bagi perkembangan anak sangatlah buruk. Salah satunya yakni, keterlambatan kemampuan bicara dan bahasa.

"Kita bisa melihat fenomena di masyarakat kita ya, terutama dengan anak-anak yang terpapar gadget dengan usia yang lebih dini. Anak-anak belum bisa membedakan mana virtual atau real. Sekarang kita bisa adiksi gadget pada anak yang seharusnya belum terpapar gadget sama sekali. Karena di bawah 2 tahun banyak yang bicaranya jadi terlambat, gara-gara adiksi gadget. Kenapa? karena kalau anaknya anteng, orang tuanya bisa senang," kata Piprim kepada wartawan di Kantor IDAI, Jakarta Pusat, Selasa (23/7/2024).

Piprim juga menyebut, selain keterlambatan kemampuan bicara dan bahasa, ancaman lain yakni perundungan di dunia digital atau maya (cyber bullying).

Menurut, Piprim peran orang tua sangat penting dalam mencontohkan anak untuk tidak ketergantungan.

Kata dia, untuk mengatasi hal ini perlu sosialisasi menyeluruh. "Bagaimana supaya memanfaatkan gadget ini dengan benar. Kapan anak ada screen timenya, kapan anak harus diawasi. Bahkan tidak ada anak yang aman dari gadget sebetulnya," jelas Piprim.

Dengan demikian, Ia mendorong orang tua membangun keutuhan keluarga dan jangan sampai anak merasa sendiri.

"Salah satu yang bisa menyebabkan itu adalah rasa lonely. Anak itu merasa sendirian ketika tidak bisa cerita ke ayah ibunya," kata Piprim.

Memperingati Hari Anak Nasional (HAN) 2024 pada 23 Juli 2024, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merayakan dengan tema 'Lingkungan Sekolah, Internet Sehat Serta Imunisasi Lengkap untuk Anak Cerdas Menuju Indonesia Emas'.

Baca juga:

IDAI Gandeng Institusi Polri Bentuk Satgas Perlindungan Anak

Hari Anak, Jokowi: Penurunan Stunting Tak Secepat Dulu

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!