NUSANTARA

Hampir Sebulan Berjalan, Program Cek Kesehatan Gratis Terkendala Data dan Alat

Terdapat tujuh kendala selama hampir sebulan pelaksanaan program Cek Kesehatan Gratis.

AUTHOR / Aura Antari

EDITOR / Wahyu Setiawan

Google News
kesehatan
Sejumlah warga menunggu antrean pemeriksaan kesehatan di Puskesmas Tanah Abang, Jakarta, Minggu (9/2/2025). ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin

KBR, Jakarta - Asosiasi Dinas Kesehatan (ADINKES) mengungkap masih ada sejumlah kendala dalam pelaksanaan Cek Kesehatan Gratis (CKG) setelah hampir sebulan berjalan. Kendala itu terungkap setelah ada diskusi ADINKES dengan pimpinan kepala dinas kesehatan seluruh Indonesia.

Hal itu disampaikan Sekretaris ADINKES Pusat Widyastuti, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Komisi IX DPR RI, Selasa (4/3/2025).

"Apakah ada kendala dalam pelaksanaan? Ibu-ibu sekalian, bagus di tingkat pusat tentu harus bisa mampu terlaksana di tingkat daerah," ujar Widyastuti.

Widyastuti mengatakan terdapat tujuh kendala selama hampir sebulan pelaksanaan program ini.

Kendala pertama yakni ketersediaan alat kesehatan yang diperlukan dalam CKG belum merata, seperti Oftalmoskop yang digunakan untuk memeriksa bagian dalam mata, EKG, dan otoskop.

Kemudian, Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) seperti spuit, alcohol swab, blood lancet, reagnesia laboratoriun, belum dapat disediakan oleh pemerintah daerah karena tidak masuk dalam anggaran.

Kendala ketiga, dinas kependudukan dan pencatatan sipil (dukcapil) dinilai kurang proaktif menyediakan data dengan alasan data pribadi. Ada juga alasan data terkunci dari pusat yang mengakibatkan akses penduduk yang berulang tahun terbatas. Kondisi itu membuat perencanaan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) untuk menghitung kebutuhan dan persiapan kelancaran CKG di wilayah kerja menjadi tidak optimal.

Widyastuti menambahkan, platform SatuSehat juga belum terkoneksi dengan ASIK-Web untuk pelaporan CKG. Sehingga menambah pekerjaan beban input data yang sama menjadi 2 hingga 3 kali.

Kelima, beberapa tes menggunakan reagensia untuk layanan standar, namun digunakan terlebih dahulu untuk CKG, misalnya pemeriksaan hepatitis B, Sifilis, dan HIV. Puskesmas menggunakan reagensia dari dinkes yang peruntukan awal sebenarnya untuk ibu hamil namun dipakai untuk memenuhi CKG.

Menurutnya dalam situasi reagensia terbatas, ibu hamil lebih penting sehingga perlu kejelasan prioritas di daerah.

Kendala lainnya yakni terkait input data. Dia mengatakan pengisian skrining mandiri pasien maupun skrining oleh naskes tidak bisa tersimpan. Selain itu skrining mandiri hati serta kanker rahim juga bermasalah.

Masalah lain yang ditemui adalah keterbatasan SDM, termasuk belum adanya petugas terlatih untuk membaca elektrokardiografi (EKG) dan pengoperasian ultrasonografi (USG) linier.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan program ini akan berjalan di semua puskesmas dan klinik yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Program tersebut dirancang untuk mencakup seluruh populasi Indonesia, dari bayi baru lahir hingga lansia.

Program ini juga mencakup screening kanker bagi kelompok usia di atas 40 tahun dengan fokus pada kanker payudara dan serviks bagi perempuan, serta kanker paru dan kolorektal bagi laki-laki.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!