NASIONAL

Formula 90-60 Bikin Rancangan Perpres Pengganti SKB 2 Menteri Rumah Ibadah Jadi Polemik

Ranperpres ini akan menggantikan Peraturan Bersama (PBM) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri terkait Pendirian Rumah Ibadah, atau kerap disebut SKB 2 Menteri.

AUTHOR / Astri Yuanasari

SKB 2 Menteri, pendirian rumah ibadah
Ilustrasi.

KBR, Jakarta - Rancangan Peraturan Presiden (Ranperpres) tentang Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama (Ranperpres PKUB), masih memuat sejumlah poin bermasalah.

Padahal, Rancangan Perpres ini diharapkan bisa memperbaiki berbagai masalah antarumat beragama, salah satunya pendirian rumah ibadah.

Ranperpres itu kini tengah disusun Kementerian Agama. Ranperpres ini akan menggantikan Peraturan Bersama (PBM) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri terkait Pendirian Rumah Ibadah. PBM ini kerap disebut sebagai Surat Keputusan Bersama (SKB) 2 Menteri.

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan masih banyak konflik dan penolakan terhadap pendirian rumah ibadah, terutama pendirian gereja. Salah satunya karena adanya aturan Surat Keputusan Bersama SKB 2 Menteri.

"Peraturan yang lama untuk mendirikan rumah ibadah itu ada dua rekomendasi yang harus dipenuhi. Satu, rekomendasi dari FKUB. Yang kedua, rekomendasi dari Kementerian Agama. Di peraturan yang baru, kami usulkan kepada presiden, agar pendirian rumah ibadah itu hanya cukup satu rekomendasi saja, tidak perlu FKUB. Cukup rekomendasi dari Kementerian Agama saja," kata Yaqut saat membuka Sidang Sinode Gereja Bethel Indonesia GBI di Sentul, Bogor, (23/8/2023).

Baca juga:

Yaqut mengakui, selama ini masalah yang muncul dari pendirian rumah ibadah, kebanyakan karena rekomendasi dari FKUB yang tidak keluar, sehingga pemerintah daerah tidak berani memberikan izin IMB bagi rumah ibadah.

"Nah ini kami buat sedemikian rupa, sehingga aturan tetap ada, tetapi aturan ini mempermudah, tidak mempersulit seperti sekarang," imbuhnya.

Pembentukan FKUB

Rancangan Perpres PKUB akan memuat 36 pasal dan 19 bagian. Beberapa poin yang diatur dalam rancangan tersebut antara lain mengenai pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama FKUB tingkat nasional, hingga penyelesaian perselisihan akibat pendirian rumah ibadah.

Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menilai Ranperpres PKUB merupakan kemajuan dalam mengakomodasi umat beragama.

Sekretaris Eksekutif Bidang Keadilan dan Perdamaian PGI Henrek Lokra menyebut, PGI juga dilibatkan dalam pembahasan.

"Dan itu dicoba untuk akomodasi di dalam Ranperpres itu nah di dalam prosesnya itu kami dilibatkan, majelis-majelis agama dilibatkan, dan percakapannya cukup panjang beberapa putaran dan kami juga mengusulkan beberapa hal yang sebetulnya secara prinsip sudah terakomodasi di dalam ranperpres itu. Memang sejak awal ada proses dalam prosesnya mau dipercepat cuma kami minta supaya karena belum sempat mempelajarinya lalu kami minta waktu dari pihak majelis dan akhirnya dipenuhi oleh Kementerian Agama," kata Henrek kepada KBR, Selasa (19/9/2023).

Baca juga:

Formula 90-60

Meski begitu, Henrek mengatakan, masih ada perdebatan yang cukup alot dalam pembahasan syarat pendirian rumah ibadah.

Henrek mengatakan rancangan itu masih mempertahankan aturan pendirian rumah ibadah dengan format persetujuan tanda tangan dari 90 orang pengguna atau jemaat dan 60 orang pendukung dari masyarakat sekitar.

"Disitu agak alot di prasyarat 90-60 itu lagi. Selain sebagian besar merasa bahwa itu kan sebenarnya yang jadi krusial selama ini yang selalu pemenuhan izin pendirian rumah ibadah oleh pihak panitia. Itu selalu terhambat di situ. Supaya kalau bisa dihapus saja, Tapi tidak mudah menghapus itu. Jadi kami main kami baik dari PGI dan beberapa majelis agama itu coba untuk negosiasi itu menjadi 60-40," imbuhnya.

Kritik terhadap Rancangan Perpres PKUB ini juga datang dari LSM Setara Institute.

Direktur Riset Setara Institute Halili Hasan mengatakan masih ada catatan yang perlu dibenahi dan dihapus dalam Ranperpres PKUB, karena, berpotensi menimbulkan konflik.

Menurutnya paradigma rancangan perpres masih sama dengan Peraturan Bersama Menteri atau PBM.

Halili juga menyoroti syarat 90-60, yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945 mengenai kemerdekaan beragama dan beribadah.

"Syarat pendirian rumah ibadah Saya kira kita harus sepenuhnya mengacu kepada konstitusi, jaminan itu pada perorangan sehingga syarat 90-60 itu tidak relevan. Tetapi kalau misalnya pengaturan mengenai syarat-syarat kuantitatif tertentu itu akan dilakukan tentu saja syaratnya mesti diturunkan terutama yang berkenaan dengan dukungan calon pengguna 90 itu itu bisa diturunkan dengan angka yang lebih logis," kata Halili kepada KBR, Selasa (19/9/2023).

Halili Hasan meminta pemerintah memastikan untuk memfasilitasi pendirian rumah ibadah yang problematik, baik sebelum atau sesudah rancangan perpres ditetapkan.

"Yang berkenaan dengan rekomendasi rekomendasi itu kan sudah tidak ada lagi di dalam rancangan Perpres, pada bagian itu tentunya kita harus sebut itu sebagai progres, itu sebagai satu kemajuan. Tetapi mesti juga kita katakan dengan atau belum ya adanya rancangan Perpres itu pemerintah termasuk Pemerintah Daerah itu sudah terikat pada kewajiban untuk memfasilitasi pendirian rumah ibadah misalnya di PBM itu kan sebenarnya ada kewenangan pemerintah ketika terjadi penolakan atau ketika ada situasi di mana persyaratan itu tidak terpenuhi, negara harus memfasilitasi," kata dia.

Baca juga:


Editor: Agus Luqman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

  • Eddie Riyanto a year ago

    SK Menteri yang kekuatannya melampaui UUD 45