NUSANTARA

Disabilitas Minta Pilkada Jabar Tanpa Diskriminasi

"Bagaimana caranya sosialisasi itu dapat dipahami oleh seluruh kelompok disabilitas"

AUTHOR / Arie Nugraha

EDITOR / Rony Sitanggang

Pilkada ramah disabilitas
Ilustrasi: Ketua KPU Jabar Ummi Wahyuni saat sosialiasi pemilih disabilitas di Markas Bumi Difabel Istimewa di Bandung, Selasa (9/7/2024). (Antara/Raisan)

KBR, Bandung– Kelompok disabilitas menginginkan pesta demokrasi digelar tanpa diskriminasi pada pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) serentak 2024 di Jawa Barat mendatang. Menurut Ketua Biro Disabilitas Centre Ikatan Alumni Universitas Padjadjaran, Suhendar, diskriminasi kerap terjadi kepada kelompoknya yakni kurangnya sosialisasi tata cara pemilu yang tidak merata oleh pihak penyelenggara yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Suhendar menganggap sepanjang pemilu digelar, sosialisasi kepada kelompok disabilitas seperti menggugurkan kewajiban guna menghabiskan anggaran yang telah dicantumkan.

"Bagaimana caranya sosialisasi itu dapat dipahami oleh seluruh kelompok disabilitas. Ya kan otomatis harus melakukan sosialisasi itu keseluruh komunitas. Misalnya untuk tuna rungu dan tuna netra itu mungkin caranya beda. Untuk tuna rungu itu perlu menggunakan alat bantu tuna rungu, kemudian untuk tuna netra pun seperti yang diharapkan bisa dipahami oleh kelompok tuna netra," ujar Suhendar saat menghubungi KBR, Bandung, Senin (29/7/2024).

Suhendar mengharapkan sosialisasi yang nanti gencar dilakukan tidak hanya mencakup kelompok disabilitas besar, namun hingga disabilitas yang tidak menjadi anggota salah satu kelompok atau organisasi.

Suhendar menuturkan berdasarkan informasi yang diterimanya, sosialisasi pemilu yang telah dilakukan oleh KPU yaitu kepada Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni), Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI) dan Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI).

Suhendar menambahkan untuk diskriminasi lainnya yang masih terus berulang saat tahapan pemilu digelar adalah kurangnya peluang disabilitas menjadi petugas adhoc pemilu.

"Peraturan sudah ada apalagi di Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 pasal 5 PKPU, bahwa KPU sudah jelas wajib memfasilitasi teman-teman difabel apabila memenuhi persyaratan menjadi penyelenggara kan itu sudah jelas," kata Suhendar.

Namun yang terjadi dalam pelaksanaannya, ucap Suhendar, informasi soal perekrutan petugas adhoc pemilu tidak sampai kepada kelompok disabilitas.

Baca juga:

Suhendar menilai tiap pemilu digelar, masalah sosialisasi tata cara dan informasi soal rekrutmen petugas adhoc selalu minim informasi kepada kelompok disabilitas. Anggota Ikatan Alumni Wyata Guna Bandung itu mengatakan pernah menanyakan masalah ini langsung ke Komisioner KPU. Tetapi sebut  Suhendar, jawabannya sangat normatif dan tidak mencerahkan.

"Pernah saya tanyakan (soal minim informasi pemilu) ya itu jawabannya karena persoalan anggaran yang ada di KPU itu sendiri. Istilahnya anggarannya belum cair atau masih dalam tahap perencanaan atau hal-hal lain lah. Banyaklah itu jawabannya yang sebenarnya klasik," ucap Suhendar.

Suhendar berseloroh jawaban KPU dari sejak 2013, anggaran informasi dan sosialisasi bagi kelompok disabilitas selalu menerima jawaban kekurangan dana. Belum diketahui tutur Suhendar, soal penambahan dana anggaran untuk keperluan informasi dan sosialisasi kelompok disabilitas dari KPU.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!