NUSANTARA

Demo Kerap Dibubarkan, Aliansi Mahasiswa Papua Tak Punya Ruang Berekspresi

Aksi-aksi yang digelar mahasiswa Papua untuk berpendapat dan berekspresi kerap dibubarkan dengan alasan ilegal atau dianggap mendukung separatis.

AUTHOR / M Rifandi Fahrezi

Demo Kerap Dibubarkan, Aliansi Mahasiswa Papua Tak Punya Ruang Berekspresi
Ilustrasi. Aksi menolak pemekaran Papua di Jayapura, Papua, Selasa (10/5/2022). (Foto: ANTARA/Gusti Tanati)

KBR, Jakarta - Perwakilan Aliansi Mahasiswa Papua, Ika Mulait mengatakan mahasiswa Papua tidak mempunyai ruang untuk berekspresi dan berpendapat sebagai penyambung informasi ke masyarakat Papua.

“Sampai saat ini terakhir teman-teman di Papua terakhir Hari HAM sedunia itu sempat terjadi konflik yang memang benar-benar mereka dibubarkan secara paksa. Jadi kalau kita bicara tentang Papua ini untuk kebebasan kita untuk berekspresi sangat susah karena kami dihadapkan dengan rentetan senjata bukan dibubarkan secara baik-baik,” kata Ika dalam konferensi pers Menyoroti Rentetan Peristiwa Kekerasan di Papua, di kantor Kontras, Jakarta Pusat, Senin (4/2/2024).

Baca juga:


Ika mengatakan Indonesia merupakan negara demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan berekspresi. Tetapi saat mahasiswa Papua berdemonstrasi selalu dibubarkan paksa dengan alasan demonstrasi tersebut ilegal, padahal demonstrasi tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku.

“Terakhir itu, kami sempat aksi di Papua, di Merauke. Aksi tentang suku Awyu, suku Awyu itu dibubarkan paksa juga. Jadi kami tidak punya ruang berekspresi,” ujar Ika.

“Terakhir juga, 1 Desember kemarin di NTT kami dibubarkan paksa, dipukul, sampai banyak korban juga disana. Kemudian, teman-teman kami di Manokwari juga terjadi kekerasan di sana dan banyak juga menjadi korban dan bahkan penangkapan yang sewenang-wenang oleh aparat kepolisian,” sambung Ika.

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KONTRAS) Dimas Bagus Arya menyebut upaya-upaya mahasiswa Papua untuk berdiskusi dan menyampaikan pendapat selalu diasosiasikan sebagai tindakan separatisme.

Menurutnya, hal tersebut membuat kebebasan berekspresi semakin terbatas dan terepresi oleh aparat.

Editor: Agus Luqman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!