NUSANTARA

Bank Indonesia DIY Waspadai Peredaran Uang Palsu Jelang Pilkada

beredarnya uang palsu dapat menimbulkan inflasi yang mengancam pertumbuhan ekonomi dan merupakan ancaman yang dapat merugikan masyarakat

AUTHOR / Ken Fitriani

EDITOR / Muthia Kusuma

uang
Ilustrasi uang (FOTO: Kemenkeu)

KBR, Yogyakarta - Menjelang pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak pada 27 November mendatang, Bank Indonesia meyakini pergerakan ekonomi akan semakin meningkat. Hal ini lantaran peredaran uang akan semakin banyak karena pasangan calon (paslon) mengeluarkan dananya selama pelaksanaan kampanye, di samping adanya pembiayaan pilkada dari pemerintah.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) DIY, Ibrahim mengatakan, meski pergerakan ekonomi semakin meningkat, hal yang perlu diwaspadai adalah peredaran uang palsu. Sebab, beredarnya uang palsu dapat menimbulkan inflasi yang mengancam pertumbuhan ekonomi dan merupakan ancaman yang dapat merugikan masyarakat.

"Terkait dengan peredaran uang palsu juga perlu kita waspadai, terutama menjelang pesta demokrasi. Jadi ada fase-fase di mana titik-titik tertentu kita harus mencermati risiko yang mungkin timbul, katakanlah ada money politic potensinya semakin meningkat pada masa pesta demokrasi karena bisa muncul uang palsu," katanya dalam Sosialisasi Penguatan Pengawasan Bank Indonesia dan Perlindungan Konsumen Pasca Diterbitkannya UU P2SK Bagi Penyelenggara Sistem Pembayaran, di Yogyakarta, Selasa (12/11/2024).

Baca juga:

Ibrahim menyebut, untuk mengantisipasi terjadinya peredaran uang palsu, KPwBI DIY menggunakan strategi preventif, preemptif, dan represif dalam menanggulangi uang palsu. Karenanya, pada kesempatan tersebut, KPwBI DIY juga turut mensosialisasikan strategi dalam penanggulangan uang palsu sebagai mitigasi risiko peredaran uang palsu di wilayah DIY.

Bank Indonesia
Sosialisasi Penguatan Pengawasan Bank Indonesia dan Perlindungan Konsumen Pasca Diterbitkannya UU P2SK Bagi Penyelenggara Sistem Pembayaran, di Yogyakarta, Selasa (12/11/2024). (Foto : KBR/Ken).

"Jadi terkait dengan uang palsu ini kita sampaikan sosialisasi secara inklusif. Artinya tugas semua pihak, baik itu masyarakat profesional, masyarakat pendidikan, maupun kepada saudara-saudara kita yang berkebutuhan khusus terutama yang tuna netra. Ada fitur-fitur uang yang bisa mereka kenali melalui diraba, bagaimana mengenali uang seratus ribu, lima puluh ribu, dan itu rata-rata mereka sudah punya basic kompetensi dan pengetahuan tentang uang itu," jelasnya.

Ibrahim juga menjelaskan bahwa pihaknya memberikan edukasi terkait uang palsu kepada penyandang disabilitas tuna netra. Mereka juga diperkenalkan dengan uang palsu sehingga bisa membedakan dengan mudah antara uang asli dan uang palsu hanya dengan meraba.

"Kemudian kita lengkapi bagaimana uang palsu mereka raba juga bisa membedakan. Jadi hal-hal seperti ini menjadi tanggung jawab kami dan tentu saja kami perlu dukungan kerja sama dari semua pihak," ungkapnya.

Ibrahim berharap bahwa langkah preventif dalam penanggulangan uang palsu sebagai mitigasi risiko peredaran uang palsu di wilayah DIY ini bisa memberikan ketenangan kepada masyarakat. Selain itu, stabilitas sistem keuangan dan pertumbuhan ekonomi juga terjaga.

"Kita berharap stabilitas sistem keuangan, pertumbuhan ekonomi, stabilitas inflasi di DIY tetap terjaga sehingga pada ujungnya kesejahteraan masyarakat di DIY yang lebih baik lagi," ujarnya.

UU P2SK

Pada kesempatan tersebut, Ibrahim juga menyampaikan tentang penerbitan Undang-Undang No.4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang memberikan implikasi signifikan terhadap pelaksanaan tugas BI, khususnya dalam hal pengawasan KUPVA BB.

"UU P2SK mempertegas ketentuan penyelenggaraan KUPVA BB dengan adanya pengenaan sanksi pidana bagi penyelenggara KUPVA BB yang tidak berizin (ilegal)," katanya.

Ibrahim menambahkan bahwa penerbitan UU P2SK juga menjadi upaya nyata pemerintah untuk memperkuat peran regulator sektor keuangan dalam menjalankan perannya dalam mendukung terselenggaranya iklim industri keuangan yang kondusif.

"Ini untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan kepercayaan masyarakat pada produk dan layanan keuangan melalui penguatan dari sisi pelindungan konsumen sehingga stabilitas sektor keuangan dapat tercapai dengan baik," tandasnya.

Lebih lanjut, Ibrahim mengungkapkan bahwa Indonesia merupakan negara ke-4 dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, yaitu sebanyak 270 juta jiwa. Hingga tahun 2022, pengguna seluler di Indonesia tercatat mencapai 370,1 juta. Artinya, penetrasi seluler di Indonesia telah lebih dari 100 persen dari jumlah penduduk. Hal ini didukung oleh komposisi Generasi Z dan Millenial yang lebih dari setengah populasi di Indonesia, yaitu sebesar 53,81 persen dan memberikan andil atas 85 persen transaksi digital di Indonesia.

Pesatnya perkembangan teknologi saat ini patut dicermati karena bak pedang bermata dua. Bila tidak diiringi dengan literasi yang memadai, baik dari literasi digital dan keuangan, maka pesatnya pertumbuhan teknologi ini dapat memberikan dampak negatif bagi para penggunanya.

"Jika dilihat dari literasi keuangan, hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan tahun 2024 dari OJK menunjukkan bahwa indeks inklusi keuangan di Indonesia telah mencapai 75,02 persen. Namun demikian, indeks literasi keuangan masih berada pada angka 65,43 persen yang berarti terdapat gap antara indeks inklusi keuangan dan literasi keuangan," pungkasnya.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!