NASIONAL

Ancaman PHK Masih Menghantui

Sepanjang Januari-Juli 2023, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat ada lebih dari 31 ribu orang mengalami pemutusan hubungan kerja atau PHK. Paling banyak PHK terjadi di Jawa Barat dan Jawa Tengah.

AUTHOR / Agus Lukman

PHK
Petugas memberi informasi lowongan kerja di acara Solo Career Expo di Solo, Jawa Tengah, Kamis (24/8/2023). (Foto: ANTARA/Maulana Surya)

KBR, Jakarta - Meski pertumbuhan ekonomi Indonesia melampaui ekspektasi dengan tumbuh di atas 5 persen selama 21 bulan berturut-turut, dunia tenaga kerja masih menghadapi ancaman hantu pemutusan hubungan kerja atau PHK.

Sepanjang Januari hingga Juli 2023, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat ada lebih dari 31 ribu orang mengalami pemutusan hubungan kerja atau PHK. Paling banyak PHK terjadi di Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Pada Januari, jumlah korban PHK sekitar 2 ribu orang. Sebulan kemudian jumlahnya meningkat menjadi hampir 4 ribu orang dan pada Maret melonjak hingga lebih dari 13 ribu orang atau ada tambahan hampir 10 ribu orang kena PHK dalam sebulan.

Namun data dari Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara KSPN mencatat jumlah yang lebih besar. KSPN menyebut hingga Juni lalu anggotanya yang mengalami PHK mencapai lebih dari 36 ribu orang.

Presiden KSPN, Ristadi mengatakan, mayoritas pekerja yang terkena PHK berasal dari sektor industri tekstil dan produksi tekstil. Banyak pekerja yang terkena PHK tidak terdata oleh pemerintah.

"Cuman kenapa pemeintah standar-standar saja, mungkin karena data BPS dianggap pengangguran masih di angka 5 sampai 7 persen. BPS kan melihat pengangguran itu betul-betul tidak punya pekerjaan. Tapi anggota kami yang tadinya full bekerja di perusahaan tekstil, setelah di-PHK mereka kerja serabutan. Sehari kerja satu sampai dua jam. Oleh BPS kan itu tidak dianggap sebagai pengangguran," ucap Ristadi dalam rapat dengan DPR, Rabu, (21/6/2023).

Presiden KSPN, Ristadi meminta pemerintah segera mengatasi persoalan di industri tekstil. Sebab selain menyebabkan maraknya PHK pekerja, industri sandang tanah air dikhawatirkan terus dibanjiri produk impor.

Baca juga:

Investasi

Selama beberapa tahun terakhir, pemerintah telah mengundang banyak investor datang menanamkan modal di dalam negeri. Pemerintah mengklaim tujuan mengundang investasi asing antara lain untuk menambah lapangan kerja.

Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia mengatakan meski banyak orang kena PHK, tapi lapangan kerja baru juga tercipta.

"Jadi kalau ada yang mengatakan kemarin bahwa ada lapangan pekerjaan yang kena PHK sekian. Katakanlah data itu, kalau itu benar. Tapi juga ada lapangan pekerjaan yang kita ciptakan dari sektor Rp1.207 triliun, sebesar 1.300.000. Dan dari sektor UMKM ada kurang lebih sekitar 7 juta. Jadi ada yang pergi, banyak juga yang datang," kata Bahlil dalam konferensi pers, Kamis (16/2/2023).

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia juga menyinggung masih tingginya distribusi lapangan kerja dari sektor usaka mikro kecil menengah.

UU Cipta Kerja

Tingginya ancaman PHK diduga salah satunya disebabkan karena keluarnya Undang-undang Cipta Kerja. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Komnas HAM menyebut Undang-undang Nomor 6 tahun 2023 itu berdampak buruk pada buruh, karena lebih berpihak pada pengusaha atau investor.

Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah meminta agar pemerintah mengantisipasi dampak yang timbul dari undang-undang itu, termasuk ancaman PHK.

“Iklim usaha yang dibangun melalui undang-undang Cipta Kerja itu tidak mendukung perlindungan pada hak-hak pekerja maka kemudian status kontrak pekerja makin enggak jelas, PHK itu makin mengancam karena memang yang jadi perhatian dari undang-undang Cipta Kerja ini kan bagaimana mempermudah investasi,” kata Anis kepada KBR, Selasa (2/5/2023).

Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah mengatakan Undang-undang Cipta Kerja merupakan bentuk dari upaya terstuktur dan sistematis untuk menghambat pekerja mendapatkan hak-haknya. Karena itu, banyak pihak menuntut undang-undang ini dicabut.

Ancaman PHK menambah masalah di sektor ketenagakerjaan, selain lapangan kerja yang minim. Apalagi, urbanisasi masih terus terjadi dan menambah ketat persaingan di dunia kerja di kota besar.

Pengamat ekonomi Bhima Yudhistira mendorong pemerintah memangkas arus urbanisasi. Jika urbanisasi tinggi dan lapangan kerja tidak mencukupi, maka ada masalah baru yang harus ditanggung pemerintah.

"Ketimpangan antara prospek ekonomi di desa vs perkotaan. Yang merantau belum tentu sudah mendapatkan pekerjaan. Bisa jadi yang merantau itu statusnya adalah cari kerja yang belum tentu semua terserap yang akhirnya jadi pengangguran di perkotaan. Akan ada masalah lainnya seperti sampah, kemudian ada masalah sanitasi air bersih, kemudian kemacetan karena jumlah penduduk kota semakin bertambah. Nah ini harus segera diselesaikan, jadi kita harus memangkas arus urbanisasi ini," ujar Bhima Yudhistira, saat dihubungi KBR, Selasa (2/5/2023).

Pengamat ekonomi Bhima Yudhistira mengatakan minimnya lapangan pekerjaan di desa dan kurang minat masyarakat untuk bekerja di desa menjadi faktor utama yang membuat masyarakat melakukan urbanisasi ke ibu kota.

Bhima meminta pemerintah daerah juga turut aktif dan berperan untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang inovatif dan kreatif di desa guna menekan angka pengangguran yang tinggi.

Baca juga:


Editor: Agus Luqman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!