BERITA

YLKI: Pelarangan Dextrometorphane Harus Dibarengi Penyuluhan Soal Dampaknya

Karena untuk menarik dari seluruh Indonesia sangat sulit.

AUTHOR / Vitri Angreni

YLKI: Pelarangan Dextrometorphane Harus Dibarengi Penyuluhan Soal Dampaknya
dextro, psikotropika, BPOM RI, Dextrometorphane

KBR, Jakarta – Mulai 1 Juli Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) RI melarang  peredaran obat yang mengandung Dextrometorphane. Zat ini tergolong obat-obatan psikotropika yang jika disalahgunakan bisa memberikan efek ketagihan. Maka tak jarang untuk mendapatkan efek samping "melayang", obat ini dikonsumsi dalam dosis besar sehingga menimbulkan korban karena over dosis.

Anggota YLKI Bidang Penelitian Farmasi, Ida Marlinda, mengatakan pelarangan saja tidak cukup. Pemerintah juga harus melakukan penyuluhan ke masyarakat soal dampak buruk dari pil dextro.

Simak perbincangan selengkapnya dalam Program Sarapan Pagi KBR (2/7) berikut ini.

Apakah penarikan obat ini sudah masif di seluruh daerah?

“Memang setahun yang lalu kasus ini mencuat bahwa ada korban yang mengkonsumsi dextromethorphan secara berlebihan dan menyebabkan kematian. Kalau soal efektif tidaknya dengan penarikan menurut saya masih kurang efektif. Karena butuh waktu untuk sampai ke daerah-daerah apalagi ke toko-toko obat kecil atau warung-warung yang biasa menjual pil tersebut. Karena dextromethorphan ini obat bebas yang boleh dibeli tanpa resep dokter, artinya siapapun boleh beli. Jadi yang paling penting adalah penyuluhan ke masyarakat karena untuk menarik dari seluruh Indonesia sangat sulit.”

Kalau di penyalurnya sendiri bagaiman pengawasan semestinya?

“Karena ini obat keras dan dijual di toko obat pasti ada report berapa pembelian berapa penjualan, itu kalau legal tapi yang bermasalah ini ilegal. Sebenarnya menjadi intinya adalah ketika seseorang mau membeli pil tersebut dalam jumlah besar itu yang harusnya dipertanyakan, kalau di tempat yang legal. Kemudian yang menjadi masalah sekarang masyarakat agak bingung yang ditarik adalah yang tunggal bukan kombinasi, kemudian obat ini bukan golongan narkotika.” 

Tapi katanya bisa dicampur dengan kimia tertentu sehingga menjadi obat bius ya?

“Menurut saya intinya tidak seperti itu. Tapi kalau dikonsumsi dalam jumlah besar ya apapun juga akan berakibat kesana ini jadi mengantuk, menimbulkan halusinasi dalam jumlah besar. Ini termasuk obat bebas terbatas, bukan obat resep dokter. Kalau dalam tunggal dosisnya besar 15 miligram minimal per tablet, kalau dalam kombinasi cuma 5-10 miligram per tablet. Kemudian kalau dibeli yang kombinasi itu dicampur berapa efeknya tidak seperti yang tunggal. Jadi yang bermasalah adalah obat yang isinya cuma dextromethorphan saja.”

Jadi untuk para konsumen ini sebaiknya disarankan untuk berhati-hati mengkonsumsi itu atau hindari penuh?

“Kalau sekarang sudah ditarik yang tunggal ini. Jadi yang bermasalah ketika membeli obat batuk seperti biasanya kemudian di dalam komposisinya ada tertulis dextromethorphan tapi kalau misalkan kombinasi itu memang tidak bermasalah yang penting adalah gunakan sesuai dengan indikasi dan petunjuknya itu aman. Tunggal juga sebenarnya aman kalau digunakan sesuai petunjuknya.”

Kalau kemudian di dalam surat edaran BPOM banyak merek yang disebutkan mengandung dextro ini apakah tunggal atau tidak bagaimana?

“Biasanya ada generiknya. Kita lihat komposisinya, karena kalau tunggal walaupun namanya misalkan manis tapi tetap saja isinya dextromethorphan 15 miligram. Kalau komposisinya bukan dextro saja itu berarti kombinasi dan aman.”

Tanggung jawab dari produsen lalu di tingkat distributor sampai ke masyarakat, apa yang harus dilakukan? apakah peran itu harus dibebankan ke mereka?

“Dalam Undang-undang perlindungan konsumen dan SOP Badan POM juga pemerintah, pelaku usaha, dan konsumen ikut terlibat. Saya pikir mereka juga ikut mensosialisasikan bahwa obat ini yang kombinasi seperti ini aman, apalagi sekarang yang ditarik jangan, semuanya harus ikut sosialisasi.”

Di sisi lain juga supaya membuat masyarakat tidak panik mestinya siapa yang turun tangan ke bawah menjelaskan itu?

“Seharusnya produsen juga ikut menayangkan di televisi atau dimana-mana. Masalahnya ada kendala tidak boleh menyebutkan merek, kebanyakan produsen kalau dia ikut mengkampanyekan seperti itu dia takut produknya daripada beresiko lebih baik kita tidak mengkonsumsinya. Menurut saya sebaiknya siapapun mensosialisasikan tetapi dengan menggunakan nama generik, jangan yang bermerek bahwa yang kombinasi itu sepanjang dipakai sesuait aturan itu tidak bermasalah. Siapapun yang menyarankan kalau misalkan kita minta obat batuk isinya tunggal itu jangan. Satu hal lagi, kalau kita membeli dalam bentuk kemasan yang ada petunjuk aturan pakainya. Maksudnya kemasannya utuh ada labelnya, ada petunjuknya.” 

Sejauh ini apakah Anda melihat bahwa pemerintah terlalu dini memasukkan ini di dalam kategori narkotika?

“Pemerintah tidak memasukkannya ke dalam narkotika menurut saya. Cuma orang mengasosiasinya ke golongan narkotika. Hanya dikatakan bahwa kalau kita menggunakan dan konsumsi 100 butir ya itu bisa berefek seperti obat-obatan narkotika. Tapi tidak bisa ini digolongkan narkotika, hanya kalau dalam kasus ini untuk mencegah masyarakat menyalahgunakannya saja.”

(Baca juga: Awas, Pil Dextro Marak Dijual Bebas di Timika)

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!