NASIONAL

Wrap-Up: Maju Mundur Rencana Pembatasan BBM Bersubsidi

Rencana pemerintah membatasi pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tidak kunjung jelas pelaksanaannya.

AUTHOR / Astri Septiani, Heru Haetami

EDITOR / Agus Luqman

Wrap-Up: Maju Mundur Rencana Pembatasan BBM Bersubsidi
Ilustrasi. (Foto: ANTARA/Arif Firmansyah)

KBR, Jakarta - Rencana pemerintah membatasi pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tidak kunjung jelas pelaksanaannya.

Rencana pembatasan penjualan BBM bersubsidi, khususnya jenis Pertalite, sudah muncul sejak 2022. Saat itu muncul rencana merevisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak yang sudah mengalami dua kali perubahan pada 2018 dan 2021.

Namun, banyak pihak menilai pelaksanaan di lapangan tidak kunjung terjadi sesuai harapan.

Di tingkat pemerintah pusat juga belum ada satu kata, kapan pembatasan akan diberlakukan.

Melalui akun Instagram pribadi, Selasa (9/7/2024), Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pembatasan BBM bersubsidi diharapkan bisa dimulai 17 Agustus 2024.

"Sekarang Pertamina sudah menyiapkan, kita berharap 17 Agustus ini kita sudah bisa mulai, di mana orang yang tidak berhak dapat subsidi itu akan bisa kita kurangi," kata Luhut.

Tapi pemerintah tidak satu suara. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut belum ada sinyal pembatasan akan dilakukan mulai 17 Agustus 2024.

"Kita akan rapatkan lagi, belum," kata Airlangga di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (10/7/2024).

Hal serupa juga disampaikan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif.

"Enggak, enggak ada batas-batas di 17 Agustus," kata Arifin, dikutip dari ANTARA, Jumat (12/7/2024).

Arifin mengatakan saat ini Kementeriannya masih diminta mempertajam data terkait pembelian BBM bersubsidi, agar penyalurannya tepat sasaran.

Baca juga:

Tak ada kepastian

Peneliti Energi dari lembaga kajian ekonomi INDEF, Abra Talattov, mengkritik tidak adanya kepastian dan sosialisasi terkait rencana pembatasan pembelian BBM bersubsidi.

Abra mengatakan jika pemerintah benar-benar akan menerapkan kebijakan tersebut dalam waktu dekat, maka diperlukan transisi yang jelas serta mekanisme penyaluran subsidi dan kriteria penerima yang tepat agar subsidi BBM dapat mencapai sasaran yang diinginkan.

"Volume atau jumlah pemberian subsidi juga harus ditentukan beserta pengawasan yang ketat untuk mencegah kebocoran atau penyalahgunaan BBM bersubsidi," kata Abra kepada KBR, Kamis (11/7/2024).

Abra tak sepenuhnya menyalahkan pernyataan Luhut. Ia menilai pernyataan Luhut itu bentuk kegundahan karena aturan pembatasan BBM bersubsidi tak kunjung muncul.

"Pernyataan Pak Luhut bisa dimaknai sebagai bahwa ada kegundahan atau kegeraman terhadap pemerintah, dalam hal ini presiden. Karena, ini bolanya dari Presiden terkait kebijakan ini. Kebijakan ini bisa dilakukan kalau ada payung hukumnya. Itu salah satunya adalah revisi Perpres 191 tahun 2014 mengenai kriteria konsumen yang berhak untuk membeli BBM bersubsidi. Nah ini bolanya dari Presiden sampai saat ini belum juga ditandatangani perubahannya," kata Abra.

Abra menyarankan pemerintah segera memulai langkah awal dengan melakukan masa transisi dalam menerapkan kebijakan subsidi BBM secara tertutup.

"Misalnya, kalau kita bicara dari sisi rumah tangga. Yang bisa mendapatkan BBM bersubsidi itu kelompok masyarakat dengan pengeluaran desil 1 sampai desil 7. Artinya masyarakat yang berpenghasilan menengah, yang masih di atas UMR tetapi menengah bawah, itu saya rasa dalam masa transisi. Itu masih diberikan kesempatan untuk tetap membeli BBM bersubsidi," kata Abra.

Setelah itu, kata Abra, pemerintah melakukan evaluasi dalam jangka waktu dua hingg tahun pelaksanaannya.

"Nanti pemerintah bisa saja melakukan evaluasi apakah perlu menurunkan kembali kelompok masyarakat yang berhak mendapatkan BBM bersubsidi," lanjut Abra.

Abra Talattov menyebut aplikasi MyPertamina bisa dimanfaatkan dalam proses pembatasan, karena PT Pertamina sudah membuat database awal dalam proses penetapan kriteria masyarakat yang berhak menerima BBM bersubsidi.

"Database itu ataupun profiling dari konsumen itu bisa digunakan untuk memetakan perilaku dari konsumen, jika mengkonsumsi BBM subsidi seperti apa perilakunya. Misalnya, masing-masing individu dibatasi dalam 1 bulan mereka hanya berhak membeli BBM bersubsidi dengan volume tertentu. Sama halnya seperti LPG ditetapkan misalkan 1 bulan diwacanakan 3 tabung per rumah tangga. Apakah BBM juga akan ditetapkan begitu? Karena kalau BBM juga tidak dibatasi volumenya dikhawatirkan terjadi kebocoran. Bagi konsumen yang bisa membeli BBM subsidi, nanti dia bisa mengkonsumsi semau-maunya juga. Nanti ada terjadi kebocoran. BBMnya disalahgunakan atau diperjualbelikan lagi di tempat lain," tambahnya.

Baca juga:

Anggaran membengkak

Di lain pihak, Ahli Transisi Energi sekaligus Direktur Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengingatkan pemerintah agar segera mengambil langkah strategis membatasi subsidi BBM untuk mencegah pembengkakan anggaran.

Ia mengingatkan pemerintah agar berhati-hati mengelola anggaran subsidi. Apalagi menurutnya saat ini Indonesia tengah berada pada situasi penurunan nilai rupiah, harga minyak yang cenderung masih tinggi dan kondisi fiskal yang sangat terbatas.

"Kita melihat atau kita membaca bahwa penerimaan negara di dua kuartal pertama tahun ini lebih rendah dibandingkan dengan tahun lalu. Pemerintah harus hati-hati mengelola anggaran subsidi. Jangan sampai nanti karena beban subsidi meningkat akan mengurangi kapasitas fiskal kita. Anggaran itu lebih baik digunakan untuk tujuan-tujuan yang lain yang jauh lebih penting dari hanya sekedar pemberian subsidi itu," kata Fabby kepada KBR (12/7/24).

Fabby Tumiwa juga mengkritik belum adanya kejelasan terkait bagaimana skema pembatasan pembelian BBM bersubsidi yang akan dilakukan pemerintah.

Ia mengusulkan sejumlah skema yang bisa dilakukan untuk mengatur volume BBM bersubsidi. Misalnya, menggunakan aplikasi MyPertamina di mana pembeli BBM mendaftarkan diri di aplikasi dan memasukkan data diri di aplikasi tersebut.

Cara lainnya adalah, setiap pembelian BBM bersubsidi dibatasi untuk setiap kendaraan, misalnya hanya bisa mengisi maksimal 10 atau 20 liter untuk kendaraan. Skema lain adalah dengan dikeluarkannya ketentuan dari pemerintah terkait kriteria pelanggan yang bisa membeli BBM bersubsidi dengan kategori tertentu.

"Sekali lagi, ini masih belum jelas bagaimana batasan subsidi pembatasan penjualan BBM bersubsidi akan dilakukan. Tapi kita memang harus juga menyadari bahwa pembatasan itu perlu dilakukan agar subsidi tidak membengkak," tambahnya.

Baca juga:

Evaluasi MyPertamina

Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmy Radhi menyatakan, pemerintah perlu memperjelas mekanisme pembatasan BBM bersubsidi agar tidak menimbulkan masalah baru.

Menurut Fahmy, pembatasan mestinya bertujuan agar subsidi yang diberikan tepat sasaran.

"Saya nggak tahu yang dimaksud Luhut itu pembatasan apa? Apakah pengurangan kuota? Kalau pengurangan kuota pasti akan menimbulkan kelangkaan BBM di beberapa SPBU. Sehingga menimbulkan masalah baru. Tetapi kalau pembatasan tadi agar subsidi itu tepat sasaran, itu yang harus dilakukan. Hanya mekanisme yang digunakan harus dapat diterapkan," kata Fahmy kepada KBR, Rabu, (10/7/2024).

Fahmy Radhi mengatakan pemerintah juga mesti mengevaluasi mekanisme yang pernah digunakan untuk pembatasan BBM subsidi ini.

Menurutnya, metode penggunaan aplikasi My Pertamina dan pembatasan berdasarkan kapasitas mesin kendaraan sudah gagal diterapkan untuk kebijakan ini.

"Harus ada satu instrumen atau mekanisme yang tepat dan diterapkan di SPBU tanpa merepotkan petugas SPBU," katanya.

Fahmy mengakui, pembatasan penggunaan BBM subsidi sudah mendesak. Mengingat subsidi ini telah banyak memakan anggaran.

Itu sebab, ia meminta pemerintah mempertegas lewat aturan kelompok kendaraan mana saja yang tepat menerima subsidi tersebut.

"Tegaskan saja dia ditambahkan bahwa yang berhak membeli BBM subsidi itu yang pertama sepeda motor, kemudian yang kedua adalah kendaraan angkutan barang atau angkutan kota. Misalnya truk atau juga angkot misalnya itu boleh. Dengan aturan tadi, maka di SPBU nanti bisa dibuka jalur sepeda motor dan kendaraan angkutan yang bisa tadi. Selebihnya tidak boleh," katanya.

Sebelumnya, rencana pembatasan BBM bersubsidi disampaikan oleh Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan. Luhut bilang, pembatasan pembeli BBM subsidi itu akan diterapkan per 17 Agustus 2024.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!