NASIONAL

Waspada Antraks, Ketahui Penularan dan Cara Pencegahannya

Pemerintah telah melakukan upaya menekan kasus ini supaya tidak makin menyebar.

AUTHOR / Wahyu Setiawan, Astri Yuana Sari, Shafira Aurelia, Ken Fitriani

Waspada Antraks, Ketahui Penularan dan Cara Pencegahannya
Ilustrasi: Hewan ternak milik warga di Kabupaten Bantul, DIY, 25 Juni 2023. (Foto: KBR/Ken)

KBR, Jakarta- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengeluarkan surat edaran kewaspadaan merebaknya kasus antraks. Edaran itu diterbitkan usai tiga warga Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta, meninggal akibat terinfeksi antraks.

Seorang warga yang meninggal dinyatakan suspek antraks, sedangkan dua lainnya tidak diperiksa. Namun, memiliki kontak erat dengan sapi yang mati karena antraks.

Direktur Pencegahan dan Penanganan Penyakit Menular Kemenkes Imran Pambudi mengatakan, pemerintah telah melakukan upaya menekan kasus ini supaya tidak makin menyebar.

"Dari sisi peternakan hewannya sendiri, kita berikan pengobatan kepada hewan ternak yang di lokasi tertular, pemberian vaksinasi hewan ternak. Kemudian melakukan dekontaminasi, memberikan KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi, red) kepada masyarakat terdampak. Kemudian kita juga melakukan koordinasi lintas sektor, dan pembatasan mobilisasi ternak khususnya di daerah terjangkit," ujar Imran, dalam konferensi pers, Kamis, (6/7/2023).

Direktur Pencegahan dan Penanganan Penyakit Menular Imran Pambudi menambahkan, Kemenkes juga telah melakukan penyelidikan epidemiologis. Dari hasil sementara, ada 90-an pasien positif antraks berdasarkan tes serologi. Terhadap populasi yang terinfeksi, Kemenkes akan memberi pengobatan.

"Ke depan akan kita lakukan juga atau rencana tindak lanjutnya kita perlu meningkatkan kapasitas sumber daya manusia terutama untuk nakes dan nakes manusia dan nakes hewannya," imbuhnya.

Tak Bisa Bebas

Direktur Kesehatan Hewan di Kementerian Pertanian Nuryani Zainuddin mengatakan, penyakit antraks tidak bisa dibebaskan dari suatu daerah. Penyakit ini hanya bisa dikendalikan.

Caranya dengan vaksinasi area endemis, pembuangan hewan terinfeksi dengan dibakar, kemudian kontrol lalu lintas dari daerah endemis ke daerah bebas.

"Nah, kalau kita melihat kejadian di Kabupaten Gunungkidul, tadi sudah kami sampaikan bahwa Gunungkidul ini memang endemis antraks. Ketika endemis antraks tidak dilakukan penanganan secara baik, baik itu di tanah, lingkungan, kemudian kesadaran masyarakatnya, maka ini akan terus berlanjut kasusnya," kata Nuryani dalam keterangan pers, Kamis (6/7/2023).

Direktur Kesehatan Hewan di Kementerian Pertanian Nuryani Zainuddin mengatakan, harus dilakukan investigasi lapangan dan pengobatan yang tepat. Kementan mengeklaim telah menyediakan 96 ribu dosis vaksin antraks setiap tahun.

Pengawasan Lalu Lintas Ternak

Sementara itu, Gubernur Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X meminta pengawasan lalu lintas hewan ternak diperketat.

"Sekarang bagaimana petugas itu lebih teliti untuk terjadinya lalu lintas di situ. Kalau kurang tenaga ya ditambah, kalau tenaganya cukup ya bagaimana mengawasi, ya. Tidak sekadar mengawasi, tapi, ya, periksa betul sapi yang lewat, kan gitu. Jangan terus lewat dia tetep duduk di pos," kata Sultan di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Rabu, (5/7/2023).

Gubernur Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menyebut, penemuan kasus antraks di daerahnya terus berulang setiap tahun. Dia menduga, berulangnya kasus disebabkan masih ada warga yang mengonsumsi daging ternak yang terinfeksi antraks.

Sri Sultan mendorong agar literasi mengenai penyakit antraks ditingkatkan. Dia juga berharap masyarakat tidak menyepelekan jika ada hewan ternak yang sakit.

Isolasi, Pemusnahan, dan Tradisi Mbrandu

Pengamat Pertanian dari Institut Pertanian Bogor IPB Dwi Andreas Santosa mengatakan, cara paling efektif untuk mencegah penularan antraks adalah dengan isolasi dan pemusnahan. Andreas mengatakan, antraks adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri.

"Kalau virus katakanlah PMK itu sulit. Tapi, kalau bakteri jauh lebih mudah, asal diisolasi. Lalu kalau yang terkena betul-betul dimusnahkan, dibakar sebagai salah satu contoh. Itu salah satu upaya untuk mengurangi penyebaran. Jadi harus diisolasi. Setelah habis ya selesai, karena bakteri, kan. Jadi kalau memang habis selesai, enggak kayak virus. Virus kan penyebarannya relatif, ya, dan tergantung virusnya juga, karena ukurannya amat sangat kecil," kata Andreas kepada KBR, Kamis, (6/7/2023).

Pengamat peternakan Dwi Andreas menambahkan, pemerintah juga harus proaktif dalam menyikapi Tradisi Mbrandu atau Purak. Tradisi Mbrandu disebut-sebut menjadi salah satu faktor peningkatan risiko penyakit antraks di Gunungkidul.

Dalam tradisi itu, warga akan bergotong royong membeli hewan ternak yang sakit. Kemudian disembelih dan dagingnya dibagi-bagikan secara gratis.

Dia menyarankan pemerintah mengganti hewan ternak yang terjangkit antraks dengan uang. Sehingga penyebaran penyakit itu bisa diputus.

Sejak 1884

Sementara itu, pakar hewan dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Agnesia Endang Tri Hastuti Wahyuni mengatakan, menyembelih bangkai hewan yang mati karena penyakit adalah tindakan bahaya.

Sebab, hal ini bisa menjadi pemicu penyebaran penyakit yang disebabkan bakteri, termasuk antraks yang tidak hanya dapat menjangkiti hewan lain, namun juga manusia dan bisa mengakibatkan kematian.

"Bagaimana menangani hewan yang mati atau didiagnosa antraks? Hukumnya satu, tidak boleh dibuka. Jadi, kalau ada kasus antraks disembelih itu kesalahan fatal," katanya dalam konferensi pers di Fortakgama UGM, Jum'at, (7/7/2023).

Menurut Agnes, jika hewan sakit disembelih maka Bacillus anthracis atau bakteri sebagian besar ada di darah. Bakteri yang ada di darah tersebut tidak pernah membentuk spora.

"Kapan spora terbentuk? Ketika darah keluar dari si hewan kemudian berinteraksi dengan udara akan terbentuk spora yang menjadi momok. Karena yang menjadi masalah itu spora antraks," jelasnya.

Agnes menyebut, kasus antraks sudah masuk ke Indonesia sejak 1884. Namun, seiring berjalannya waktu, wilayah yang terserang antraks semakin lama semakin banyak dan meluas. Salah satu penyebabnya adalah karena antraks memang merupakan penyakit yang tidak mudah dimusnahkan.

"Spora yang dihasilkan oleh bakteri antraks sulit hilang dan bisa bertahan di tanah hingga puluhan tahun," ujarnya.

Bisa Diobati

Penyakit antraks yang menyerang hewan, lanjut Agnes, sebenarnya masih bisa ditangani dengan terapi pengobatan. Melalui penanganan yang cepat dan tepat, hewan yang terjangkit bisa tetap hidup dan sembuh dari penyakit tersebut.

“Bisa diobati karena bakteri masih sensitif dengan antibiotik. Untuk pencegahan ada vaksinasi yang perlu diulang setiap enam bulan,” ucapnya.

Epidemiolog Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM (FK-KMK UGM), Citra Indriani menambahkan, antraks yang menyerang manusia bisa dibagi ke dalam empat jenis, yaitu antraks kulit, antraks saluran pencernaan, antraks saluran pernafasan, serta antraks injeksi.

"Kasus antraks yang paling sering ditemukan di Yogyakarta adalah antraks kulit. Sedangkan kasus antraks saluran pernapasan dan antraks injeksi hingga kini belum pernah ditemukan di Indonesia," ungkapnya.

Citra menjabarkan, antraks kulit bisa muncul ketika seseorang menyembelih hewan yang terinfeksi, lalu darah yang keluar kontak dengan kulit yang terdapat luka.

"Gejala awalnya adalah gatal, lalu berkembang cepat menjadi luka antraks dan pembengkakan,” terangnya.

Deteksi Dini

Citra menjelaskan, sama seperti kejadian pada hewan, antraks pada manusia juga bisa ditangani dengan deteksi dini serta pengobatan yang sesuai. Namun, ia menekankan bahwa upaya-upaya pencegahan lebih penting untuk diperhatikan.

"Begitu ada antraks perlu ada pengendalian terus menerus, baik dari segi lingkungan maupun hewannya sehingga penyakit manusia bisa dicegah. Jika memiliki gejala pascakontak dengan hewan sakit atau menyembelih, langsung datang ke fasilitas kesehatan, karena dokter sudah disiapkan untuk bisa mendeteksi dini kasus antraks pada manusia,” imbuhnya.

Dalam kesempatan sama, Dosen Fakultas Peternakan UGM, Nanung Danar Dono menjelaskan, dalam penanganan kasus antraks, pemahaman, kesadaran, serta upaya bersama menjadi penting agar tidak lagi menimbulkan korban.

Kebiasaan memotong dan membagi-bagikan daging hewan yang mati karena sakit, menurutnya, merupakan salah satu kebiasaanberbahaya sehingga harus dihentikan.

"Cukup sudah jangan sampai ada kasus lagi, karena sekarang hampir semua provinsi di Indonesia sudah kena. Sebagaimana saat COVID-19 mari bersama-sama kita lawan, masyarakat saling mengingatkan," pungkasnya.

Seputar Antraks

Antraks ialah penyakit menular pada hewan ternak yang diakibatkan kuman Bacillus anthracis bersifat akut dan dapat menyebabkan kematian.

Mengutip situs kemenkes.go.id, bakteri Bacillus anthracis ialah bakteri berbentuk batang, yang hidup dan berkembang biak di dalam tubuh hewan atau manusia yang terinfeksi. Bakteri anthracis dapat membentuk spora apabila terkena oksigen dan dapat hidup di tanah sampai puluhan tahun.

Penyakit yang bersumber dari binatang atau zoonosis ini menyerang hewan pemamah biak, dan dapat menyerang mamalia lain. Penyakit ini dapat menyerang manusia dengan menimbulkan bisul bernanah di kulit.

Terdapat empat jenis antraks pada manusia, yakni antraks kulit, antraks paru-paru, antraks saluran pernapasan, dan antraks meningitis.

Dari empat jenis tersebut, antraks kulit paling sering terjadi pada manusia. Sedangkan untuk antraks pencernaan umumnya terjadi akibat memakan daging hewan yang terinfeksi antraks, tanpa dimasak dengan sempurna.

Cara Penularan

Masih menurut situs Kemenkes.go.id, penularan antraks pada hewan diawali dari tanah yang berspora Bacillus anthracis, kemudian melalui luka kulit, termakan bersama pakan/minum, terhirup pernapasan, sehingga masuk tubuh hewan.

Sedangkan penularan pada manusia antara lain melalui kontak kulit dengan hewan atau produk olahan hewan yang mengandung spora antraks, memakan daging hewan yang terjangkit tanpa melalui proses pemasakan yang sempurna. Tak ada penularan antraks dari manusia ke manusia.

Pencegahan

Penyakit antraks dapat dihentikan melalui peningkatan kesehatan hewan ternak agar tidak berisiko menular ke manusia.

Upaya-upaya itu antara lain:

- Mengonsumsi daging hewan yang sehat dan dimasak sampai matang sempurna.

- Selalu mencuci tangan menggunakan sabun setelah mengolah produk hewan.

- Melapor ke petugas peternakan atau kesehatan hewan/Pusat Kesehatan Hewan jika menemukan ternak sakit atau mati mendadak.

Baca juga:

Editor: Sindu

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

  • tes6 months ago

    tes