BERITA

Warga Manokwari: Kami Juga Ingin Belajar Seperti Warga Daerah Lain

Sudah hampir setengah abad, 8 September ditetapkan sebagai Hari Aksara Tingkat Nasional.

AUTHOR / Gun Gun Gunawan

Warga Manokwari: Kami Juga Ingin Belajar Seperti Warga Daerah Lain
hari aksara, buta huruf, perpustakaan, hari aksara nasional

KBR, Jakarta - Sudah hampir setengah abad, 8 September ditetapkan sebagai Hari Aksara Tingkat Nasional. Hari Aksara sengaja digalakkan dalam rangka meningkatkan komitmen pemberantasan buta aksara. Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Non Formal dan Informal (PAUDNI) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Wartanto mengatakan peringatan Hari Aksara sejalan dengan amanat konstitusi yang mewajibkan negara memberikan pendidikan kepada seluruh warga negara Indonesia. “Kalau buta huruf berarti belum tersentuh pendidikan sama sekali,” ujar Wartanto dalam Program Daerah Bicara KBR.

Nah, menurut Wartanto, tema Hari Aksara 2014 adalah 'Aksara Membangun Keadaban dan Keunggulan Berkelanjutan.' Kata dia, acara akan digelar di Kendari, Sulawesi Tenggara pada 20 September mendatang. Tema peringatan Hari Aksara sengaja disinkronkan dengan pembangunan karena dua hal tersebut saling berkaitan. “Itu merupakan hal yang mendasar. Kemampuan baca tulis adalah kompetensi dasar untuk membangun bangsa,” ujarnya.

Catatan Kemendikbud menunjukkan tingkat buta huruf di Indonesia masih tinggi dan harus diperbaiki. Tingkat buta aksara di wilayah timur Indonesia masih di atas 10 persen. Sementara di wilayah Jawa dan Jakarta dikisaran 4 persen.

Peringatan Hari Aksara, kata Wartanto bukan hanya mengajak orang buta aksara jadi melek aksara. “Lebih dari itu, mengajak orang yang sudah melek aksara untuk tetap belajar seumur hidup dan membangun budaya belajar,” imbuhnya. Dia yakin bila budaya belajar sudah terbangun, peradaban bangsa ini akan maju.

Menanggapi pernyataan Wartanto, Sum, warga dari Bekasi menilai pemerintah memang perlu mengajari orang yang sudah melek huruf. “Biar mereka bisa membaca situasi, suasana, dan lain-lain,” ujarnya.

Namun, untuk menuju Indonesia yang melek huruf sepenuhnya, pemerintah harus menata ulang pengelolaan perpusatakaan. “Masa perpustakaan buka saat para siswa belajar. Setelah siswa pulang sekolah malah tutup,” ujarnya. Dia menyarankan pemerintah membuka perpustakaan saat akhir pekan.

Menurut Wartanto, kewajiban generasi saat ini adalah membangun dunia yang tidak hanya dinikmati generasi sekarang, tapi juga generasi selanjutnya. “Itu semua harus dipelajari lewat baca tulis tentunya,” pungkasnya.

Berbicara soal pembangunan, Wartanto mengatakan pemerintah punya 3 isu penting. ”Pertama, peningkatan pendidikan berpengaruh pada ekonomi dan pembangunan. Kedua, adalah soal isu lingkungan, dan ketiga, bagaimana kita melestarikan budaya,” ujarnya. Menurutnya, Indonesia punya budaya yang adiluhung yang patut dilestarikan.

Hal serupa juga diutarakan Kamer, warga Manokwari, Papua Barat. Warga di Manokwari masih sangat membutuhkan buku dan perpustakaan. “Kami juga ingin belajar seperti warga Indonesia di daerah lain. Tapi di sini pendidikan sulit. Kalaupun ada, juga jadi komoditas bisnis,” ujarnya.

Menjawab keluhan Kamer, Wartanto angkat bicara. Dia mengklaim pemerintah dari tahun 70 sudah membuat taman bacaan di desa-desa. “Kalau mau dapat ilmu menanam ada di sana. Ada yang keliling, ada perpustakaan tetap,” ujarnya. Dia juga menjamin buku-buku yang disediakan sudah sesuai kebutuhan tiap daerah.

Lebih lanjut Wartanto mengatakan, dalam rangka memperingati Hari Aksara ini, pemerintah juga menargetkan pengentasan kemiskinan. “Hubungan kemiskinan dan buta aksara sejalan. Orang buta aksara tidak bisa melakukan kegiatan apapun yang berhubungan dengan pembangunan. Kalaupun bisa mengandalkan otot,” ujarnya.

Wartanto mengaku harus melakukan pendekatan tersendiri untuk mengajari warga buta aksara yang kebanyakan hidup dibawah garis kemiskinan. “Mengajari orang miskin harus mengeyangkan perutnya dulu,” imbuhnya.

Editor: Fuad Bakhtiar

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!