NASIONAL
Tujuh Juta Warga Menganggur, Pemerintah Bisa Apa?
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Satryo Soemantri Brodjonegoro mengakui tak mudah bagi lulusan perguruan tinggi untuk mendapat pekerjaan.
AUTHOR / Shafira Aurel, Astri Septiani, Heru Haetami,
-
EDITOR / Agus Luqman

KBR, Jakarta - Jutaan orang di Indonesia menganggur per Agustus 2024. Tak hanya di perkotaan, pengangguran juga marak terjadi di perdesaan, baik laki-laki maupun perempuan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran di Indonesia pada Agustus 2024 sebanyak 7,47 juta orang. Angka ini setara 4,9 persen dari total 152 juta orang angkatan kerja.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan, angka pengangguran di perkotaan lebih banyak dibanding perdesaan. Di kota jumlahnya 5,79 persen, sedangkan di desa 3,67 persen.
Berdasarkan jenis kelamin, pengangguran laki-kali sebanyak 4,90 persen dan perempuan 4,92 persen.
"Jumlah pengangguran tersebut turun sebanyak 0,39 juta orang dibandingkan Agustus 2023. Angka TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) ini sudah lebih rendah dibandingkan angka TPT sebelum Covid-19 yaitu pada Agustus 2019," kata Amalia, Selasa, (05/11/24).
Jika dilihat dari latar belakang pendidikan, penyumbang tertinggi pengangguran berasal dari jenjang pendidikan SMA dan SMK, masing-masing tujuh persen dan sembilan persen. Pendidikan Diploma hingga sarjana S3 berkisar di angka lima persen.
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Satryo Soemantri Brodjonegoro mengakui tak mudah bagi lulusan perguruan tinggi untuk mendapat pekerjaan.
"Tantangan yang dihadapi oleh pendidikan tinggi ini bukan baru, tapi sudah ada, pasti terus ada. Kami upayakan untuk bisa lebih cepat kami capai. Yang pertama adalah pekerjaan lulusan perguruan tinggi yang relatif masih sangat rendah. Bisa karena tidak relevannya pendidikan tinggi, juga karena di satu pihak kita melihat memang lapangan pekerjaan Indonesia itu relatif sangat minim untuk lulusan perguruan tinggi kita," ujar Satryo dalam Rapat Kerja bersama Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (6/11/2024).
Namun, pemerintah mengeklaim telah menyiapkan sejumlah strategi. Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, salah satu strategi itu adalah memaksimalkan investasi di sektor padat karya. Sehingga, produksi industri tetap jalan dan jumlah lapangan kerja tersedia.
"Tentu kita dorong beberapa kebijakan, salah satu adalah mencegah terjadinya PHK. Salah satu yang mencegah terjadinya PHK, maka tentu pemerintah memperhatikan kebijakan yang akan diambil, terutama pada saat satu dua bulan ke depan," kata Airlangga dalam konferensi pers, Selasa, (5/11/2024).
Pemerintah juga akan fokus meningkatkan kualitas lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), agar cepat mendapat pekerjaan. Berdasarkan data BPS, lulusan SMK justru penyumbang terbanyak pengangguran.
Baca juga:
- Lulusan Perguruan Tinggi Sulit Dapat Kerja, Mendiktisaintek: Kami Bereskan
- Kebijakan Pemerintah Turut Picu Penurunan Kelas Menengah
Usulan-usulan
Sementara itu, Anggota Komisi Bidang UMKM dan Perindustrian DPR, Tifatul Sembiring mendorong pemerintah mengembangkan industri perdagangan untuk mengurangi pengangguran. Menurutnya, mayoritas masyarakat Indonesia memiliki kemampuan dan keahlian di bidang perdagangan.
"Perdagangan ini kan lapangan kerja yang tidak pernah tertutup, dalam situasi apapun. Bahkan dalam situasi perang pun orang berdagang. Kita harus buka atau ciptakan akses-akses kepada pedagang kecil. Buat pusat-pusat pasar, jangan yang formal-formal. Itu yang formal-formal seperti mal-mall itu sewanya mahal, yang punya itu adalah kapitalis. Jadi menurut saya ini akan menyerap tenaga kerja yang lebih besar," ujar Tifatul kepada KBR, Rabu (6/11/2024).
Tifatul juga mendorong pemerintah memberikan pelatihan kepada para pelaku UMKM agar mampu bersaing di era digitalisasi. Tercatat, UMKM menyumbang lebih dari 60 persen produk domestik bruto (PDB).
Pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tadjuddin Noer Effendi menilai, pemerintah dan DPR belum serius mengatasi pengangguran. Itu terlihat dari berbagai keputusan yang dikeluarkan eksekutif dan legislatif.
Tadjuddin mencontohkan terbitnya Undang Undang Cipta Kerja. Menurutnya, beleid ini justru memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).
"(Solusi jangka pendek) Anak-anak muda yang baru masuk usia kerja itu mesti dilatih sesuai dengan teknologi yang berkembang saat ini. Nah itu kelihatannya belum dilakukan oleh pemerintah. Ada upaya kesana, tapi kelihatannya belum mampu mengurangi angka pengangguran ini," ujar Tadjuddin kepada KBR, Rabu (6/11).
Tadjuddin mendesak pemerintahan Prabowo-Gibran segera mencari solusi nyata untuk mengatasi pengangguran yang terus meningkat saban tahun.
“Jangka panjangnya, pemerintah harus menciptakan peluang kerja dengan membuka industri-industri baru, dengan mengundang investor-investor yang mampu membuat kegiatan industri di Indonesia meningkat, yang biasanya kita kenal dengan sebutan hilirisasi," kata Tadjuddin.
Menurut Dana Moneter Internasional (IMF) April 2024, tingkat pengangguran di Indonesia 5,2 persen. Angka ini tertinggi di Asia Tenggara. Sedangkan tingkat pengangguran terendah adalah Thailand, dengan skor 1,1 persen.
Indonesia bahkan belum memanfaatkan dengan optimal bonus demografi. Tercatat, ada 10 juta Gen Z menganggur.
Baca juga:
- Jutaan Gen Z Menganggur, BI Sebut Mereka Kerja Informal
- Sosiolog UI: Pengangguran Gen Z Berpotensi Menjadi Disaster Demografi
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!