BERITA

Terancam Dibubarkan? Kepala BRG: Ada Permintaan Presiden agar BRG Lanjut

"Pada Februari lalu, di dalam pertemuan laporan BRG dengan Presiden, Presiden memerintahkan kita untuk lanjut kerja berikutnya untuk lima tahun ke depan. Tentu sudah kita siapkan program."

AUTHOR / Heru Haetami

Terancam Dibubarkan? Kepala BRG: Ada Permintaan Presiden agar BRG Lanjut
Kepala Badan Restorasi Gambut Nazir Foead. (Foto: ANTARA/Yudhi Mahatma)

KBR, Jakarta - Badan Restorasi Gambut (BRG) menunggu kabar resmi dari Presiden Joko Widodo mengenai kemungkinan lembaga yang menangani lahan gambut itu akan dibubarkan pemerintah. 

Kepala BRG Nazir Foead mengatakan selama pertemuannya dengan Presiden, tidak pernah ada pembicaraan atau tanda-tanda BRG akan dibubarkan atau dilebur. 

Justru, Nazir Foead mengatakan ada permintaan dari Presiden agar BRG melanjutkan program kerja.

"Kalau itu berubah ya kita belum ada sampai kemarin ada statemen dari pak kepala staf ya. Pada Februari kemarin di dalam pertemuan laporan BRG dengan presiden, memerintahkan kita untuk lanjut kerja berikutnya tentu kita siapkan program anggaran untuk 2021 dan seterusnya. Bahkan dalam ratas terakhir beliau sampaikan BRG, LHK dan PUPR harus tetap terus melakukan pemantauan pembasahan gambut dan meningkatkan tata air agar gambut terus basah. Perintah beliau itu di ratas maupun rakernas awal tahun tentang persiapan karhutla 2020 itu perintah khusus ke BRG juga penataan ekosistem gambut dan menjaga gambut tetap basah, memantau muka air gambut. Sesuai perintag beliau kita siapkan untuk tahun depan," kata Nazir Foead kepada KBR, Rabu (15/7/2020).

Jika tidak diperpanjang oleh Presiden, masa kerja BRG akan berakhir pada 31 Desember mendatang. Foead menyampaikan, dalam sisa waktu yang ada, BRG akan fokus menyelesaikan target restorasi gambut dari 2 juta hektare yang diminta Jokowi. 

Sebelumnya, Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko membocorkan tiga dari 18 lembaga negara yang mungkin akan dihapus Presiden RI Joko Widodo. Salah satunya adalah Badan Restorasi Gambut (BRG) yang dibentuk melalui Perpres pada 2016.

Berikut petikan perbincangan dengan Kepala BRG Nazir Foead.

Presiden Jokowi berencana meleburkan sejumlah lembaga negara. BRG disebut-sebut oleh Kepala KSP Moeldoko. Bagaimana tanggapan Anda? 

Pertama, kita menunggu arahan dari Bapak Presiden dan fokus kami tetap mengejar target yang harus kita selesaikan di 2020. 

Bapak Presiden memberikan target kita bekerja harus selesai tahun 2020, sebanyak dua juta hektare lahan gambut. Itu terbagi hampir 900 ribu hekater di lahan nonkonsesi dan sisanya di lahan konsesi. 

Di lahan nonkonsesi kita sudah hampir 89 persen. Itu sudah tercapai hingga tahun lalu. Sisanya 11 atau 12 persen kita akan selesaikan tahun ini. Jadi kita bisa membuat laporan ke Bapak Presiden, selama lima tahun bekerja sudah bisa memenuhi target. 

Ada puluhan ribu anggota masyarakat yang terlibat kegiatan restorasi gambut di tingkat tapak di desa-desa. Apakah itu bekerja membasahi gambut atau melakukan tanam tanpa bakar dan para pemuka agama berperan memberikan sosialisasi tentang pentingnya gambut jangan dibakar. 

Ini harus berlanjut karena kegiatan restorasi gambut tidak boleh berhenti. Butuh tahunan bahkan puluhan tahun untuk memulihkan lagi. 

Jadi sudah terbentuk jaringan puluhan ribu masyarakat di tingkat tapak. Bagus sekali kalau mereka terus didampingi, didampingi. Siapa pun bisa melakukan itu. 

Kita juga ingin pemerintah daerah mengambil peran lebih besar, juga teman teman dari universitas, LSM yang bekerja di tingkat tapak. Juga dunia usaha juga harus tetap menjalankan kegiatan menjaga kebasahan gambut di lahan konsesi masing masing

Selama ini tupoksi BRG apakah beririsan dengan kementerian dan lembaga lain?

Kalau melalui Perpres BRG yang disusun oleh berbagai kementerian, tentunya lead kementeriannya adalah Kementerian LHK. Tapi juga melibatkan PUPR, Pertanian dan seterusnya. 

Tapi itu sudah dibagi tugasnya. Kebijakan Bu Menteri (Siti Nurbaya) minta BRG fokus di kawasan nonkonsesi. 

Kita juga punya MoU dengan Kementerian Pertanian, membantu untuk memberikan asistensi, supervisi teknis ke HGU perkebunan. Dengan BMKG kita punya MOU untuk menyiapkan Early Warning System. 

Dengan pemerintah provinsi juga ada MoU. Karena ada wewenang provinsi dalam mengelola kawasan mereka sesuai Undang-undang Pemerintah Daerah. Tidak ada tumpang tindih yang tidak terkoordinasi. Kalau irisan memang ada, dan itu dikoordinasikan melalui MoU, ada rencana kerja bersama, anggaran kerja bersama dan sebagainya. 

Beberapa pertemuan terakhir apakah ada perbincangan terkait dengan keberlanjutan BRG?

Ya ada, ya itu, BRG harus lanjut untuk lima tahun ke depan. Kita diminta mempersiapkan program kerja sesuai arahan Presiden.

Kalau itu berubah, ya belum ada. Sampai kemarin ada statemen dari Pak Kepala Staf. 

Pada Februari lalu, di dalam pertemuan laporan BRG dengan Presiden, Presiden memerintahkan kita untuk lanjut kerja berikutnya untuk lima tahun ke depan. Tentu sudah kita siapkan program anggaran untuk 2021 dan seterusnya. 

Bahkan dalam ratas terakhir beliau Bapak Presiden sampaikan bahwa 'BRG, LHK dan PUPR harus tetap terus melakukan kegiatan pemantauan pembasahan gambut dan meningkatkan tata air agar gambut terus basah. 

Perintah Beliau itu baik ratas Juni kemarin maupun di Rakernas awal tahun tentang persiapan karhutla 2020, itu perintah khusus ke BRG juga. Untuk penataan ekosistem gambut dan menjaga gambut tetap basah, memantau muka air gambut. Jadi sesuai perinta beliau, kita sudah siapkan untuk tahun depan. Anggaran juga kita siapkan ke Kementerian Keuangan. Kalau ada perubahan arahan dari Beliau, ya tentu kita ikuti.

Editor: Agus Luqman

 

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!