indeks
Tas Noken Jati Diri Masyarakat Papua

Mama Lien Edowai (35) perempuan pengrajin noken asal Nabire bersusah payah menenteng belasan noken di tangannya. Hampir diseluruh tangan dan kepalanya dipenuhi dengan tas noken, yang merupakan tas adat masyarakat Papua. Dia lalu menuju ke Pelabuhan Jayapu

Penulis: Katarina Lita

Editor:

Google News
Tas Noken Jati Diri Masyarakat Papua
tas noken, papua


KBR, Jayapura - Mama Lien Edowai (35) perempuan pengrajin noken asal Nabire bersusah payah menenteng belasan noken di tangannya. Hampir diseluruh tangan dan kepalanya dipenuhi dengan tas noken, yang merupakan tas adat masyarakat Papua. Dia lalu menuju ke Pelabuhan Jayapura yang kebetulan ada kapal putih, sebutan kapal Pelni yang masuk ke pelabuhan itu.   


“Saya selalu menjual noken hasil kerajinan tangan saya sendiri saat kapal putih masuk di Pelabuhan Jayapura. Kami tak memiliki tempat khusus yang permanen untuk menjual-belikan noken ini, sehingga kami terpaksa menjualnya di pelabuhan, saat kapal-kapal penumpang masuk,” katanya di Jayapura, Senin  (22/12).


Mama Lien tak sendirian dalam menjajakan nokennya, ada sekitar delapan penjual  lainnya asli Papua yang terpaksa harus menjajakan noken hasil rajutan dan anyamannya ke atas kapal penumpang. 


“Dalam satu minggu, ada dua kali kapal putih masuk dan saat kapal itu bersandar kami mulai menjajakan noken kepada penumpang,” ungkapnya.


Tak banyak juga hasil yang didapat dari penjualan noken itu, setiap kapal masuk, untung yang didapat hanya sekitar Rp 100-200 ribu atau berkisar 1-2 tas saja. Mama Lien dan pengrajin noken lainnya berharap ada tempat penjualan khusus untuk menjajakan kerajinan tangannya.


Sejumlah pengrajin noken di Jayapura hingga saat ini memang belum mendapatkan tempat yang layak dalam memperjual-belikan hasil kerajinannya. Para mama pengrajin noken terpaksa berjualan di emperan toko, swalayan, hingga di trotoar. 


“Kami berharap ada tempat khusus bagi kami, mama penjual noken. Apalagi para penjual dan pengrajin noken ini umumnya adalah perempuan Papua,” ujarnya.  

  

Aspirasi Perajin Noken


Dalam ulang tahunnya yang ke-2 untuk Noken Papua pertengahan Desember lalu, sejumlah pengrajin noken di Jayapura yang berasal dari 7 suku wilayah adat mendesak pemprov setempat untuk memproteksi kerajinan noken yang merupakan kerajinan khas Papua dan juga warisan budaya yang telah diakui oleh dunia. 


Proteksi noken antara lain dengan pembuatan peraturan daerah khusus (Perdasus) yang antara lain berisi tentang pembuatan dan penjualan noken hanya dikhususkan untuk  orang asli Papua. perajin noken Papua juga mendesak kepada pemerintah setempat untuk mendirikan galeri khusus tempat penjualan benda-benda budaya asli Papua.


Aspirasi noken yang dibacakan oleh salah satu perajin noken, Herlina Rumkorem juga meminta kepada MRP yang merupakan lembaga kultural masyarakat adat Papua untuk membuat perdasus ini dan disampaikan kepada DPR Papua dan juga pemprov setempat.


Noken yang selama ini berbentuk tas adat Papua, dalam perkembangannya semakin mengikuti jaman, misalnya sudah dalam bentuk dress untuk perempuan, rompi, dompet, sepatu dan accessories lainnya.


“Kami juga berharap noken selalu dijadikan cinderamata untuk tamu negara yang datang ke Papua. Ini dimaksudkan agar kerajinan noken terus berkembang dan menjadi identitas diri bagi masyarakat Papua. Apalagi, jika noken selalu dijadikan cinderamata bagi tamu negara, maka otomatis akan meningkatkan perekonomian bagi pengrajin asli Papua,” ucapnya.


Sejumlah pengrajin noken ini juga berharap Perdasus yang diterbitkan nantinya berisi tentang penjualan benda budaya dan kerajinan khas Papua hanya bisa diperjual-belikan oleh masyarakat asli Papua.  


“Seharusnya benda budaya dan kerajinan khas Papua tidak diperdagangkan oleh pedagang yang bukan asli Papua. Ini dimaksudkan agar dapat dirasakan nilai ekonomisnya oleh orang asli Papua,” jelasnya.


Warisan Budaya Dunia


Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Yohana Yembise yang hadir dalam ulang tahun ke-2 Noken Papua, menyebutkan bahwa noken Papua merupakan suatu sejarah Papua dan noken adalah  lambang yang merupakan harkat dan martabat perempuan Papua khsusunya. Sebab noken adalah kehidupan di dalam perempuan itu sendiri.


“Noken di Papua selalu dibuat oleh mama Papua. Noken berjalan bersama adanya bahasa di suatu daerah, sehingga noken itu sudah ada ratusan tahun yang lalu. Noken juga legenda bagi orang Papua, sehingga noken  harus dijaga. Apalagi noken sudah diakui Unesco menjadi warisan budaya yang diakui oleh dunia,” paparnya di Jayapura .


Pihaknya setuju dengan adanya galeri atau tempat berjualan yang dikhususkan bagi pengrajin noken ini. Misalnya saja dengan pendirian sejumlah pasar tradisional yang dikhususkan bagi pedagang asli Papua. Di tempat ini nantinya, para perajin noken dapat menjajakan kerajinannya kepada pembeli.


“Ada rencana pendirian pasar tradisional oleh Presiden Jokowi dan harapan saya beliau (presiden) yang bisa meletakkan batu pertama untuk pendirian pasar itu di Papua. Lokasi yang direncanakan adalah di Sentani, Kabupaten Jayapura dan di Kota Jayapura. Jika pasar ini ada, pengrajin noken dapat berjualan disitu juga,” jelasnya.


Menteri Yembise juga berharap ada lembaga khusus bagi perempuan adat di Papua yang segera dibentuk. Ini dimaksudkan untuk adanya proteksi kepada perempuan Papua. Jika lembaga itu ada, otomatis akan ada kantornya. 


Wajib Tas Noken


Untuk melestarikan noken di Papua, salah satu kabupaten di Papua yakni Kabupaten Jayapura telah menginstruksikan kepada seluruh pegawai negeri sipil di lingkungannya untuk menggunakan tas noken setiap hari Rabu. Penggunaan tas noken juga ditujukan kepada semua instansi swasta dan anak sekolah yang berada di kabupaten itu. 


Bupati Jayapura, Mathius Awitouw mengungkapkan penggunaan tas noken setiap hari Rabu di lingkungan PNS sebagai wujud dalam upaya pelestarian noken sebagai benda budaya yang diakui oleh dunia. 


“Gerakan ini dilakukan untuk terus mewarisi kearifan lokal, yakni mengajak masyarakat untuk menilai kearifan lokal yang dimiliki seluruh etnis di manapun mereka berada. Kearifan lokal yang ada di dalam noken juga mencerminkan nilai saling menghargai, menjaga kelestarian budaya, kerendahan hati, kepedulian dengan lain, kejujuran dan kebenaran,” ungkapnya.  


Tokoh pengagas noken sebagai warisan dunia, Titus Pekey menyebutkan bahwa seharusnya kerajinan noken tidak boleh diletakkan di jalan dan tempat yang belum layak lainnya, sebab noken merupakan kehidupan orang Papua yang harus dijaga baik. 


“Ini juga dimaksudkan agar pemerintah Papua perlu memperhatikan para pengrajin noken yang sampai saat ini belum mendapatkan tempat yang layak untuk berjualan. Padahal noken adalah penerus identitas bagi orang Papua dan jati diri masyarakat Papua,” ujarnya. 


Editor: Antonius Eko

tas noken
papua

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...