NASIONAL

TAP MPRS Pencabutan Kekuasaan Soekarno Dicabut, Ahli: Sejarah Perlu Diluruskan

Soekarno tidak pernah menghianati bangsa Indonesia dan menjadi dalang dari Gerakan G30S pada September 1965.

AUTHOR / Astri Yuana Sari, Heru Haetami

EDITOR / Sindu

TAP MPRS Pencabutan Kekuasaan Soekarno Dicabut, Ahli: Sejarah Perlu Diluruskan
Silaturahmi Kebangsaan Pimpinan MPR dengan Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri, Senin, 9 September 2024. Foto: mpr.go.id

KBR, Jakarta- Ahli Sejarah Indonesia Asvi Warman Adam mengatakan, perlu ada pelurusan sejarah setelah ada tindak lanjut pencabutan TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 melalui Dokumen Surat Pimpinan MPR RI yang ditandatangani sepuluh pimpinan.

Pelurusan sejarah yang dimaksud adalah bahwa Soekarno tidak pernah menghianati bangsa Indonesia dan menjadi dalang dari Gerakan G30S pada September 1965.

Asvi mencontohkan, dalam buku "Indonesia Dalam Arus Sejarah" yang merupakan kumpulan artikel-artikel yang disusun secara kronologis tentang sejarah Indonesia.

"Yang mengatakan PKI sebagai dalang itu satu artikel, satu tulisan di dalam buku itu. Yang mengatakan CIA juga terlibat itu satu tulisan, yang mengatakan dalangnya Soeharto itu juga satu tulisan, tetapi yang mengatakan Soekarno itu ada empat tulisan. Jadi, kan, secara kasat mata saja ini kan buku itu mengatakan, tulisan yang paling banyak itu menyatakan Soekarno sebagai dalang G30S," kata Asvi kepada KBR, Selasa, (10/9/2024).

Asvi mengatakan, sebenarnya TAP MPRS tentang pengalihan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto tersebut sudah dicabut dan dinyatakan final tidak lagi mengikat secara hukum pada 2003, melalui TAP MPR Nomor 1 Tahun 2003. Namun, yang menjadi masalah adalah pada pertimbangannya yang menyebut, Soekarno membantu Gerakan 30 September 1965.

Pertimbangan yang dimaksud Asvi itu tertuang dalam TAP MPRS Nomor 33 Tahun 1967, poin c, yang bunyinya: "Bahwa berdasarkan laporan tertulis Panglima Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban/Pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 dalam suratnya No. R-032/67 tanggal 1 Pebruari 1967, yang dilengkapi dengan pidato laporannya di hadapan Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara berpendapat, bahwa ada petunjuk-petunjuk yang Presiden Soekarno telah melakukan kebijaksanaan yang secara tidak langsung menguntungkan G-30-S/PKI, dan melindungi tokoh-tokoh G-30-S/PKI".

Pahlawan Nasional

Sementara itu, Sejarawan Anhar Gonggong menilai, tindak lanjut tidak berlakunya TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 melalui Dokumen Surat Pimpinan MPR RI yang ditandatangani sepuluh pimpinan, adalah bentuk penegasan secara psikologis untuk keluarga Bung Karno.

Sebab kata dia, tuduhan-tuduhan yang dialamatkan kepada Presiden Pertama RI tersebut, sudah gugur dengan sendirinya saat Soekarno ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 2012.

"Jadi, ada faktor psikologi menurut saya yang memang sangat 'memengaruhi' pikiran keluarga besar Bung Karno dengan keputusan tahun 67 itu. Nah, itu yang menyebabkan dia merasa bahwa, ya, pahlawan nasional ini enggak ada gunanya, karena tidak menghilangkan TAP MPRS 33 itu," kata Anhar kepada KBR, Selasa (10/9/2024).

Anhar Gonggong mengatakan, Soekarno tidak mungkin diangkat sebagai pahlawan nasional jika dianggap pernah menghianati bangsa.

"Sebenarnya sejak dikeluarkannya, sejak Presiden SBY memberikan pahlawan nasional kepada kedua tokoh besar itu, ya, dua-duanya tidak ada masalah lagi, hilang semuanya. Dia adalah orang paling bersih, orang yang paling, yang tidak pernah dianggap menghianat pada negara, berdasarkan aturan persyaratan dari orang yang mau diangkat sebagai pahlawan nasional," imbuhnya.

Tindak Lanjut TAP MPR Nomor 1 Tahun 2003

Sebelumnya, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menindaklanjuti TAP MPR Nomor 1/MPR Tahun 2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum ketetapan MPRS dan MPR Tahun 1960-2022, yang menyatakan TAP MPRS Nomor 33/MPRS Tahun 1967 telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan. TAP MPRS 33/1967 itu berisi tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno.

Tindak lanjut pencabutan TAP MPRS itu dilakukan dalam perhelatan silaturahmi kebangsaan bersama Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri dan keluarganya di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara V MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Senin, (9/9/2024).

"Sesuai dengan ketetapan MPR Nomor 1 / MPR Tahun 2003 tentang peninjauan terhadap Menteri dan Status Hukum ketetapan MPRS dan MPR Tahun 19-6-2022 telah menyatakan TAP MPRS Nomor 33 / MPRS Tahun 1967 sudah tidak berlaku lagi," ujar Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!