NASIONAL

Subsidi Motor Listrik Diperluas Tak Hanya untuk Usaha Mikro

Satu NIK dan KTP untuk satu unit motor.

AUTHOR / Astri Yuanasari

Subsidi Motor Listrik Diperluas Tak Hanya untuk Usaha Mikro
Ilustrasi: Motor listrik pada pameran Indonesia Internasional Motor Show (IIMS) di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Senin (20/02/23).(Antara/M Risyal Hidayat)

KBR, Jakarta- Masyarakat yang memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP), serta sudah berusia minimal 17 tahun, kini bisa mendapat subsidi sebesar Rp7 juta saat membeli motor listrik. 

Aturan ini berbeda dari kebijakan sebelumnya yang hanya membatasi pemberian subsidi untuk kelompok tertentu, semisal pemilik usaha mikro, dan penerima bantuan subsidi upah. 

Perubahan kebijakan itu diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian tentang Pedoman Pemberian Bantuan Pemerintah untuk Pembelian Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Dua. 

Aturan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Permenperin No. 6 Tahun 2023 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Pemerintah untuk Pembelian Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Dua.

Namun, ada pembatasan bagi mereka yang ingin membeli, yakni satu NIK dan KTP untuk satu unit motor. Hal ini disampaikan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam rilis tertulis. 

"Dasar utama perubahan kebijakan ini adalah untuk percepatan dalam membangun ekosistem kendaraan listrik di dalam negeri serta mewujudkan Indonesia yang lebih bersih. Tujuan tersebut, tentu akan berdampak terhadap peningkatan investasi, memacu produktivitas dan daya saing industri, serta perluasan tenaga kerja," kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Selasa, (29 Agustus 2023).

Ia menambahkan, "Artinya, masyarakat yang ingin mendapatkan program bantuan pemerintah ini syaratnya adalah WNI berusia paling rendah 17 tahun dan memiliki KTP elektronik. Satu NIK KTP bisa membeli satu unit motor listrik," ujar Agus seperti dikutip KBR dari situs kemenperin.go.id, Rabu, 30 Agustus 2023.

Sepi Peminat?

Faktor lain yang menjadi alasan perubahan kebijakan adalah lantaran sepinya peminat motor listrik. Sejak diluncurkan Maret 2023, proses penjualan masih kurang dari dua ribu unit. Padahal target pemerintah hingga akhir tahun adalah 200 ribu unit. 

Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengakui jumlah pembeli motor listrik hingga awal bulan ini masih sangat sedikit. 

"Hanya 1 persen saja yang terealisasi. Ternyata kita lihat ada beberapa prosedur yang kita lihat enggak clear Dan konsep ini kan sebenarnya bukan konsepnya subsidi tapi ini konsep kita ini kan untuk green ya. Ini untuk apa ya Indonesia bersih dan sekaligus untuk bagaimana kita menginginkan terhadap BBM juga pengalihan. Jadi kita tadi mempertimbangkan untuk setiap KTP satu KTP satu motor listrik tadi kita lagi ada mempertimbangkan seperti itu," kata Bahlil di Kompleks Istana, Selasa, (1/8/23).

Target Produksi

Perubahan itu juga sebagai upaya mewujudkan target produksi kendaraan listrik nasional. Sebab, pada 2035, Presiden Joko Widodo menargetkan produksi kendaraan listrik dalam negeri mencapai jutaan unit. Itu sebab, Jokowi berkomitmen mendorong ekosistem kendaraan listrik, termasuk motor listrik.

"Saya lihat beberapa dari sini juga sudah masuk untuk membangun ekosistem kendaraan listrik yang ingin kita bangun ke depan. Perkiraan kita di 2035, produksi untuk mobil bisa di atas 1 juta dan untuk kendaraan 2,4 juta, hitungan sementara," kata Jokowi, Jumat, (28/7/23).

Bukan Faktor Utama

Revisi kebijakan penerima subsidi disambut baik Asosiasi Dealer Motor Listrik Indonesia (Ademoli). 

Namun menurut Ketua Ademoli Indra Novint Noviansyah, permasalahan utama dalam penyaluran subsidi motor listrik ini bukan karena persyaratan kelompok penerimanya. 

Padahal, hal ini yang dianggap pemerintah menjadi penyebab sepinya peminat subsidi motor listrik.

"Yang menjadi permasalahan sebenarnya di lapangan adalah keluhan kawan-kawan dealer, bahkan semuanya ini sepakat, satu suara. Yang pertama selain isu KTP yang Alhamdulillah sudah diselesaikan oleh pemerintah, adalah pencairan yang sangat berbelit-belit dan sangat-sangat lama, baru boleh ditagihkan cairnya di tanggal 15 di bulan berikutnya, jadi sekitar 5 minggu sampai 6 minggu,” kata Novint kepada KBR, Selasa, (29/8/2023).

Menurutnya, proses berbelit lah yang menjadi persoalan utama penyaluran subsidi motor listrik. Hal ini sebenarnya yang paling dirasakan dealer-dealer motor listrik, terutama yang tingkatannya masih UMKM.

"Lucunya kami mesti membeli harga normal ke pabrik, katakanlah harga normalnya itu 10 juta 9 juta, nah kami mesti nalangin selisihnya itu sekitar 7 juta sampai 9 juta. Buat seorang pengusaha kecil UMKM, hal ini sangat menyulitkan," kata Novint.

Dikritik Ekonom

Perubahan sasaran subsidi motor listrik juga sempat mendapat kritik dari sejumlah ekonom. Salah satunya Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekonomi INDEF, Tauhid Ahmad. 

Menurutnya, KTP sudah lazim digunakan sebagai syarat pembelian kendaraan. Menurutnya, diperlukan persyaratan yang lebih mempermudah masyarakat kalangan bawah mendapat subsidi tersebut.

"KTP itu bukan persyaratan loh kita beli motor emang nyerahin KTP. Kalau itu terjadi masyarakat bawah seharusnya diberikan fasilitas keringanan lain. Masyarakat bawah ini kemampuan bayarnya rendah. Dia tidak bisa nyicil dan sebagainya itu yang kemudian mungkin mereka yang diberikan fasilitas tabungan 0 persen, bank yang pemerintah bisa menanggung. Atau uang mukanya pemerintah bisa tambah," ujar Tauhid kepada KBR, Selasa (1/8/2023).

Melenceng

Ekonom Tauhid Ahmad menyebut, rencana subsidi motor listrik untuk semua kalangan akan melenceng dari aturan awal soal empat syarat penerima subsidi. Di antaranya penerima manfaat kredit usaha rakyat, bantuan produktif usaha mikro, bantuan subsidi upah dan penerima subsidi listrik hingga 900 volt ampere.

Tauhid Ahmad menyarankan pemerintah menurunkan anggaran subsidi BBM secara perlahan. Menurutnya, jika harga BBM masih murah, maka secara tidak langsung masyarakat akan tetap memilih kendaraan konvensional.

Baca juga:

Editor: Sindu

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!