Pakar menilai penempatan guru di daerah yang jauh dari domisili tanpa kejelasan kontrak dan jaminan kesejahteraan menjadi pemicu utama banyaknya guru yang mundur.
Penulis: Naomi Lyandra
Editor: Resky Novianto

KBR, Jakarta- Program Sekolah Rakyat yang digagas oleh Kementerian Sosial (Kemensos) menuai sorotan.
Sebabnya, ada sekitar 143 guru yang telah diterima di Sekolah Rakyat memilih mundur, meninggalkan kursi pengajar yang kosong. Tak berhenti sampai di situ, 115 siswa Sekolah Rakyat bahkan ikut mengundurkan diri secara sukarela. Padahal, Sekolah Rakyat belum genap 1 bulan sejak resmi diluncurkan pada 14 Juli 2025.
Presiden Prabowo Subianto menargetkan program Sekolah Rakyat pada Tahun 2025-2026 dapat menampung 15.000 siswa di 190 Sekolah Rakyat di seluruh Indonesia.
Guru Mundur Sekolah Rakyat di Bali
Sekolah Rakyat Menengah Pertama 17 Tabanan, Bali, mengoptimalkan ketersediaan 12 orang guru untuk menyiasati kekurangan tiga orang tenaga pendidik tersebut.
"Seharusnya 15 orang guru tapi ada yang mundur atau tidak mendaftar ulang," kata Kepala Sekolah Rakyat Menengah Pertama 17 Tabanan I Putu Jaya Negara di Kediri, Kabupaten Tabanan, Bali, Senin (4/8/2025) dikutip dari ANTARA.
Sekolah yang setara SMP itu merupakan sekolah rakyat satu-satunya saat ini ada di Pulau Dewata yang berada di Sentra Mahatmiya Bali yang dikelola oleh Kementerian Sosial.
Saat ini pihaknya kekurangan tiga guru masing-masing untuk mata pelajaran agama Hindu, Katolik dan Bimbingan Konseling (BK).

Konsultasi dengan Kemensos dan Kemenag
Pihaknya telah berkonsultasi dengan Kementerian Sosial dan Kementerian Agama untuk formasi tiga guru tersebut.
Saat ini, sekolah tersebut ada 12 orang guru serta satu orang kepala sekolah dan dibantu dua orang wali asrama dan delapan orang wali asuh.
Selain membutuhkan tambahan tenaga pendidik, pihaknya juga belum memiliki petugas kebersihan yang idealnya membutuhkan dua orang serta kekurangan juru masak yang saat ini baru ada satu orang atau masih kurang tiga orang.
Sekolah Rakyat Menengah Pertama 17 Tabanan memiliki 75 orang siswa dan siswi yang berasal dari keluarga tidak mampu di Bali, yang terbagi dalam tiga kelas.
Mereka terdiri atas 36 perempuan dan laki-laki 39 orang, masing-masing dari Kabupaten Tabanan ada 61 orang, Kabupaten Buleleng (7), Denpasar (4), dan Kabupaten Badung (3) orang.
Peserta didik tersebut tinggal di asrama dalam kawasan itu selama menempuh pendidikan.
Saat ini, para pelajar tersebut telah melewati masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) pada 14 Juli 2025 dan saat ini sudah memasuki kurikulum persiapan yang dijadwalkan berlangsung selama dua bulan.
Beberapa materi yang diajarkan pada masa persiapan itu di antaranya pendidikan karakter, kedisiplinan hingga materi terkait kewirausahaan.
Setelah persiapan, pelajar tersebut akan memasuki belajar dengan kurikulum nasional yang diperkirakan pada Oktober 2025.
Pelaksanaan Sekolah Rakyat Tergesa-gesa
Keprihatinan mendalam disampaikan oleh pegiat pendidikan terhadap pelaksanaan program tersebut yang dinilai tidak melalui perencanaan matang serta berisiko mengorbankan hak dasar anak dan guru.
Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti menegaskan bahwa sejak awal program ini terkesan tergesa-gesa dan minim persiapan.
“Ya, pertama tentu niatnya baik ya. Ingin mengangkat derajat katanya anak agama miskin dan lain-lain gitu ya. Tetapi memang ketika tanpa sebuah kajian yang memadai, tanpa sebuah uji coba yang sebelumnya harusnya dilakukan dulu, ini mengakibatkan ya dampak-dampak yang seperti ini,”ujar Retno dalam siaran Ruang Publik KBR, Selasa (5/8/2025).
Ia menyoroti bahwa dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan harus dilakukan secara sadar dan terencana. Namun, menurutnya, pelaksanaan Sekolah Rakyat justru menunjukkan hal sebaliknya.
“Undang nomor 20 tahun 2023, itu kan jelas disitu disebutin ya, yang namanya pendidikan itu adalah usaha sadar dan terencana. Untuk membentuk peserta didik yang banyak, ada tujuh yang dimaksud tidak undang-undang,” jelas Retno.
“Tetapi saya menggaris bawahi kata yaitu terencana. Ini sadar atau nggak, tapi kalau pakai terencana, ini jadi tidak terencana dengan baik,” tegasnya.

JPPI: Mensos Jangan Remehkan Masalah Ini
Ubaid Matraji, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyayangkan sikap Menteri Sosial yang terkesan meremehkan masalah ini.
“Jadi munculnya beberapa guru itu sampai hari ini tidak ada penjelasan yang jelas dari Menteri Sosial. Itu mundur kenapa gitu ya. Tetapi yang kami sesalkan adalah pernyataan Mensos yang mengatakan bahwa masih ada 50 guru yang ngantri. Jadi ini kayak antri sembako, gitu ya,” ujar Ubaid dalam siaran Ruang Publik KBR, Selasa (5/8/2025).
Ubaid menambahkan, pendekatan seperti ini tidak menghargai profesi guru yang sejatinya adalah profesi mulia. Kata dia, fenomena ini perlu menjadi evaluasi menyeluruh perjalanan Sekolah Rakyat.
“Kalau diremehkan bahkan dianggap guru ini hanya ngantri Mensos, ini kan ngaur ya. Sehingga nanti sekolah rakyat ini seakan-akan ini seperti program Bansos gitu. Kalau ada ratusan murid yang mengundurkan diri ya sudah diganti penerima yang lain. Itu kayak Bansos gitu", tegasnya.
Pembelaan Mensos
Menteri Sosial Saifullah Yusuf menyampaikan bahwa lebih dari 50 ribu guru siap menggantikan guru sekolah rakyat yang mengundurkan diri setelah proses seleksi dan penempatan.
"Sudah banyak yang siap untuk menggantikannya karena ada 50.000 lebih guru yang telah mengikuti proses pendidikan profesi guru yang belum mendapatkan penempatan," ujar pria yang akrab disapa Gus Ipul itu di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (29/7/2025) dikutip dari ANTARA.
Gus Ipul menyampaikan bahwa berdasarkan data terakhir yang diterimanya, sebanyak 140 guru sekolah rakyat tercatat mengundurkan diri setelah melalui proses seleksi dan penempatan di berbagai titik.
"Memang dalam perjalanannya, ini saya mohon ditulis lebih utuh, ada sekitar 140 data terakhir yang mengundurkan diri setelah mereka seleksi itu, dari berbagai titik sekolah," ujar dia.

Alasan Utama karena Jarak Lokasi Tugas Terlalu Jauh
Gus Ipul menjelaskan dari total lebih dari 1.500 guru yang telah ditempatkan di sekolah rakyat, sebanyak 140 di antaranya memilih mengundurkan diri dengan alasan utama jarak lokasi tugas yang terlalu jauh dari domisili.
Gus Ipul mengatakan pihaknya telah menyiapkan pengganti dari kalangan guru yang belum mendapatkan penempatan.
"Sehingga insyaallah nanti yang mengundurkan diri itu kita hormati karena sebagian besar alasannya terlalu jauh dari domisili," ucap dia.
Mensos menegaskan Kemensos tetap menghargai keputusan para guru yang mengundurkan diri dan membuka kesempatan bagi para tenaga pendidik yang lain untuk berkontribusi memberikan masa depan lebih layak bagi anak-anak miskin dan miskin ekstrem.
Peran Guru Cukup Krusial
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Kurniasih Mufidayati mengatakan setiap guru dan pendamping di Sekolah Rakyat memiliki peran penting dalam membangun mental pejuang para siswa sehingga mereka benar-benar mampu menjadi generasi emas pada 2045.
“Mereka berperan membangun mental pejuang yang akan mengangkat derajat anak-anak di masa depan," kata Kurniasih dikutip di Jakarta, Selasa.
Sejalan dengan hal itu, ia mengingatkan pemerintah dalam hal ini Kementerian Sosial Kemensos) dan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) agar memperhatikan secara serius pemberian bekal terhadap guru dan pendamping di Sekolah Rakyat sehingga mampu memberikan pendidikan karakter terbaik pada siswanya.
"Guru dan pendamping perlu dibekali pelatihan khusus untuk pendidikan karakter," ujarnya.

Ketidakjelasan Jaminan Kesejahteraan
Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti menilai bahwa penempatan guru di daerah yang jauh dari domisili tanpa kejelasan kontrak dan jaminan kesejahteraan menjadi pemicu utama banyaknya guru yang mundur.
“Kan jarak jauh keluarga belum tentu bisa dibawa. Begitu nyampe ternyata tidak juga misalnya dapat satu kamar, satu orang, atau minimal untuk guru dua. Ini mungkin juga kita nggak pernah bayangin mereka di dalam gimana. Atau malah disuruh ngontrak dulu”, kata Retno.
Retno menambahkan bahwa pemerintah harus belajar dari kesalahan ini. Kata dia, niat baik tanpa eksekusi yang matang justru menimbulkan kerugian besar, baik dari sisi anggaran negara maupun nasib anak-anak dan guru yang menjadi korbannya.
“Program ini tanpa kajian gitu ya yang memadai, mungkin malah nggak ada kajian ya. Lalu kemudian berbagai macam rekrutmen yang sebenarnya juga bermasalah,” tegasnya.
“Dan akhirnya anak-anak dari keluarga miskin ini justru malah dikorbanin dalam sistem ini. Dan ternyata kan anak-anak ketika diwawancara dia ada yang bilang ya. Daripada di sini pinginnya mereka tetap bisa pulang dan kumpul dengan keluarga,” tambahnya.

Skema Khusus Tunjangan Guru Sekolah Rakyat
Ubaid Matraji, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menambahkan perlunya skema khusus untuk guru-guru Sekolah Rakyat.
“Kalau di sekolah rakyat hanya ada satu kelas, ya itu pasti nggak bakalan cair itu tunjangan kesejahteraannya. Nah ketika menjadi guru sekolah rakyat sudah ditempatkan di tempat yang jauh, tidak ada tunjangan kesejahteraan, ya mundur itu menjadi sebuah jawaban,” jelasnya.
Salah satu kritik paling serius datang dari dugaan adanya pendekatam disiplin militeristik dan kurangnya dialog partisipatif di lingkungan asrama Sekolah Rakyat.
“Jadi tidak hanya gurunya yang kabur, tapi juga anak-anak kabur. Saya dapat laporan dari banyak pihak, mulai dari aturan yang sangat ketat, disiplin yang menggunakan sanksi tegas, bahkan dengan pendekatan kekerasan,”ungkap Ubaid.
Lebih lanjut Ubaid mengatakan bahwa program Sekolah Rakyat harus dievaluasi secara menyeluruh, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga dampaknya terhadap anak dan guru.
“Menurut saya yang paling utama adalah Kemensos harus merubah paradigma cara pandang sekolah rakyat ini. Sampai hari ini saya melihat mungkin karena letaknya ini di Kemensos, jadi seakan-akan program sekolah rakyat ini setara dengan program Bansos,” pungkasnya.
Obrolan lengkap episode ini bisa diakses di Youtube Ruang Publik KBR Media
Baca juga:
- Sekolah Rakyat: Ratusan Guru Mundur dalam Waktu Singkat, Ribuan Lain Diklaim Siap Menggantikan